Bold of Us -a teaser.

235 26 1
                                    

~Playing: LiLaC by Bobby~

Sharon

When I met him again after years, the atmosphere were all alien. No, we were just being ourselves.

"Makin bening aja lo kalo gue liat-liat," senyuman dan lengkung matanya masih sama. Hence something I always missed 'bout him.

"Lo juga," aku menumpukan kepala pada salah satu lengan. Menatapnya dari atas ke bawah. "masih sama berantakannya."

He smiled. Smirked. God damn it.

"Gue clubbing pake suit 'tar lo yang kaget," ia berjalan memutari meja lalu duduk di sampingku. Have I said that he's hot while leaning his body on the wall just like at this moment?

"Nggak sama Vano? Tumben?" iya, tumben. Vano setahuku adalah salah satu sepupunya —slash, partner in crime jika mereka sedang liar di dalam club malam. Satu lagi sepupunya yang berpenampilan lebih decent, aku tidak tahu namanya, seringkali bertugas menjemputnya dan Vano jika mereka sudah hilang kesadaran.

If it wasn't him. I might never been here.

"Vano," ia menenggak segelas dry margarita, "dia persiapan exhibition. Lagi nggak bisa diajak mabok. I brought my bro instead,"

"Brian?"

"No. The one who's just got back from LA," ujarnya santai, kedua pupilnya terpatri kepadaku. If you think I can handle this, no I can't.

If it wasn't him. I will still be afraid of anything new.

"I see, who's his name once again? Jordan?"

Ia menggeleng, memperlihatkan jawline layaknya pisau yang baru diasah. "Jordane, Da-Ne."

Aditama. Bobby. Whoever you named him. Dialah alasan di balik semua keasinganku. Aku yang asing dengan dunianya, dia yang pernah asing dengan duniaku. Kami sama-sama asing. Jika kehidupannya bagai kutub utara yang dingin, sebaliknya aku hidup di Gobi.

We were just alien to ourselves. But we were also as fresh as lilac. He was my first time. He ... was my first love.





Bobby

All my demons run wild.

Seharusnya gue nggak ke sini. Enggak sebelum gue tahu jika dia adalah dia. Jika dia adalah seseorang dari beberapa tahun lalu. Jika dia, the woman with that orange off-shoulder in front of me is someone I thought would be my ever last.

"Vano? Dia persiapan exhibition. Lagi nggak bisa diajak mabok. I brought my bro instead," dang man, siapa yang bikin margarita sekuat ini. Tenggorokan gue langsung panas. Gue mengerjap sekilas, and then I played my game-face.

For a split second, her delicate lips shaped a light smile.

"I see, who's his name once again? Jordan?"

Jika gue harus menjelaskan wanita ini dalam satu kalimat, then she's the familiar yet unfamliar one.

There was a moment gue merasa mengenal dia sepenuhnya. But there was also substantial moments, she was all alien.

All my demons have your smile.


"We've talked about this, Bob!" dia meraung sekuat tenaganya, melontarkan lengan gue yang mencoba mencengkram.

"I know! I know, Ron believe me I tried. But what if my heart wants what it wants? What am I gonna do 'bout it?"

"No, you don't." Dia berjalan mundur perlahan, bahkan apartemen ini terlalu luas untuknya menemukan sebuah dead-end. "You said we were friends, and we ARE still friends. Lo tahu kalau gue nggak bisa lebih dari ini semua,"

Gue menghela napas kasar, mengacak rambut yang sudah berantakan dari pergelutan di ranjang beberapa jam lalu sebelum semuanya pecah. "And then what do you want me to do? Leaving you? Like I have a choice for that one!"

"Oh yes, you should!" Napasnya menggebu menjadi jeda kami. "You should do that if you already know it's beyond your heart."

Gue tercekat atas kalimatnya. Kedua bola matanya berkaca ketika gue menantang mereka, "Please. I just want to end this weird, —uncertain relationship, Ron."

"If it's uncertain, Bob. Do we still call it a relationship?"


"Jadi gigs malam ini lo sama sepupu lo itu?"

"Yep! Lo kemana aja selama ini?" Bold of you to assume I know anything about her, I don't.

"Gue, di sini-sini aja." ujarnya sambil memainkan sebuah Smirnoff.

See? Dia nggak akan pernah membiarkan gue untuk menggalinya lebih dalam. Dia nggak akan pernah membiarkan gue masuk ke dalam hidupnya.

She was the one who taught me that I have a heart. She was the one who light me up. But she left me hanging, like I always being the one who knew nothing. Like I would never be enough to be in her life.

 Like I would never be enough to be in her life

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Love, M.

THE WANGSADINATAS (WINKON - Alternative Universe)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang