Wangsadinata : Yoganza

1.3K 124 54
                                    

"Kamu mek bawa iku tok? (Kamu cuman bawa itu aja?)" tanya Yoga kepada Chandra yang saat ini baru turun dari lantai dua rumahnya di Ciputra, Surabaya.

"Dua hari tok kan?" Chandra meletakkan ranselnya di kursi meja makan.

"Jogo-jogo bekne lebih (Jaga-jaga siapa tahu lebih)."

"Gampang, engko tuku nang kono. (Gampang nanti bisa beli di sana)" Kalimat terakhir itu hanya dibalas anggukan oleh Yoga. Tipikal Chandra memang tidak mau ribet.

"Mas Hans endi? (Mas Hans mana?)" tanya Chandra yang saat ini sudah duduk di meja makan.

"Sanuk jek molor, sek sek... (Jangan-jangan masih tidur, bentar bentar...)" Yoga tampak panik karena sepupunya dari Jakarta satu itu belum juga menampakkan diri.

Yoga berjalan ke kamar tamu di samping ruangan tempatnya sekarang, mengetuk pelan pintu tidak mendapatkan jawaban sama sekali. Akhirnya Yoga memberanikan diri masuk, dan benar saja Hans atau Hasan atau singer-song writer Be I masih terbaring tenang di atas ranjang.

"Heh bangun, udah jam 7 lho ini.." kata Yoga sambil menepuk pundaknya. Hans hanya menggeliat.

"Westalah Mas bene sek, kasian lho Mas Hans semalam nulis lirik sampe jam telu. (Udah biarin aja dulu Mas, kasihan Mas Hans semalam nulis lirik sampai jam tiga.)" Chandra berteriak dari luar.

"Selak awan Ndra (Keburu siang Ndra)," Yoga keluar lagi dari kamar Hans.

"Lah kan santai to, mampir Malang sek? Paling Mbak Dinda ya durung tangi, (Kan santai mau mampir Malang dulu kan? Paling juga Mbak Dinda-nya belum bangun)" katanya sambil mengunyah roti.

"Uwes yo! Wong tadi yang nelfon nggugah aku Dinda kok.. (Udah ya! Orang tadi yang nelfon buat bangunin aku si Dinda kok)..." Yoga ikut duduk dan mengambil setangkup roti yang sudah disiapkan bundanya.

Tidak lama setelahnya Hans keluar dari kamar dengan penampilan acak-acakan dan rambut kusutnya. Meregangkan badannya di depan pintu, Yoga dan Chandra memperhatikan.

"Apa?" tanya Hans karena merasa aneh diperhatikan oleh dua laki-laki. Lalu keduanya buru-buru memalingkan pandangan dan kembali fokus ke rotinya masing-masing.

"Loh, belum berangkat to Le?" suara itu berasal dari wanita paruh baya yang baru saja masuk rumah.

"Loh Bunda saking pundi? (Loh Bunda dari mana?)" Yoga langsung buru-buru berdiri membantu Bundanya membawa beberapa barang.

"Pasar iki lho, ayahmu minta dibikinin rawon. Jam segini supermarket jek belum buka,"

"Lhoalah Bun, aku mau pergi lho kok Bunda masak rawon?" Chandra merengek.

"Yo besok nek wes balik dimasakne lagi..." wanita paruh baya itu tersenyum sambil tangannya sibuk mengeluarkan belanjaan dari kantong. "Hans ndak maem le? (Hans nggak makan nak?)"

"Iya tante bentar hehe" Hans yang kini telah duduk di meja makan masih mengucek-ucek matanya, belum menyentuh makanan sama sekali.

"Mandi sana lho Mas!" Chandra mendikte Hans, yang di balas dengan pelototan darinya.

"Iyo, keburu siang Hans nanti kalo nyampe Malang kesorean, macet."

"Hoiyo Mas, lak lewat toll anyar Pandaan se? Iku metu gerbang toll Sawojajar macet e masyaallah (Oiya Mas, kita lewat toll baru di Pandaan itu ya? Itu kalau keluarnya lewat gerbang toll Sawojajar macetnya masyaallah)."

"Loh kok ngerti?"

"Kan aku mari dolan nang Malang bulan lalu. Tapi ndak ketemuan sama Mbak Dinda seh wong aku ambek arek-arek SMA (Kan aku habis main ke Malang bulan lalu. Tapi nggak ketemu sama Mbak Dinda sih, orang aku bareng temen-temen SMA)."

THE WANGSADINATAS (WINKON - Alternative Universe)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang