Masih di malam yang sama, Jordane membawa dua cangkir kopi buatannya ke halaman belakang. Menyusul Hanung yang telah lebih dulu menyendiri di sana karena keadaan rumah kacau akibat ulah Vano, Juna dan Bobby yang tiba-tiba joget-joget tidak jelas. Hanung tampak sedang duduk di pinggir kolam renang, di atas sebuah beanbag yang dia bawa dari dalam rumah.
"Nih cobain!"
"Apa nih?"
"Gue dapet beberapa beans di Coffee Fair kemaren, yang ini Sunda Gulali. Gue coba tubruk aja."
Hanung menyesap kopi yang diberikan Jordane, sedetik kemudian alisnya terangkat.
"Lo mending bantuin Yoga deh jadi baristanya." Jordane tertawa.
"Gue cuma bisa nubruk sama nge-drip doang Bang. Mas Yoga juga bisa kalo ini mah,"
"Tapi dia nggak ngerti kopi!" Jordane tidak menanggapi. Kini dia duduk di pinggir kolam dengan memasukkan kakinya ke air.
"Bang.." panggil Jordane
"Hmm," Hanung masih menyesap kopinya sambil bermain handphone.
"Gue udah nggak ngerokok tau!"
Sedetik kemudian Hanung menghentikan kegiatannya. Meletakkan cangkir kopinya di lantai kayu, perhatiannya tertuju penuh kepada Jordane.
"Sejak kapan?"
"Gue baru sadar seminggu lalu, tapi keknya udah dua mingguan lebih," jawabnya sambil memainkan air.
"Bagus deh.. Gara-gara dia ya?" Tebak Hanung. Jordane mengangguk.
"Gue bahkan kadang jadi lupa kalo gue punya depressed kalo lagi sama dia, Bang. She really that matter."
"Gue ikut seneng kalo lo udah mulai nyaman dan bisa menyesuaikan diri. Tapi kalo lo mau cerita soal kisah cinta lo, sorry to say, gue angkat tangan ya!" Jordan tertawa mendengar pernyataan Hanung yang terakhir.
"You may have heard it a lot, but lo kapan Bang?" Jordane menoleh ke belakang, menghadap Hanung. Dia tersenyum kecut.
"Lo kok jadi kaya mama sih, Dane!" Protes Hanung yang dibalas tawa Jordane.
"Gue kemaren ketemu dia, Dane." Jordane mematung.
"Sama calon suaminya." Lanjut Hanung.
"Bang.."
"I know. Don't pity me"
"Siapa, Nung?" Ada suara yang tiba-tiba datang dari belakang mereka. Itu Januar.
"Eh Bang.. Nyusul nih"
"Dane, besok bonusin Mbak Tini ya. Anak-anak bikin rusuh" Janu berkata sembari menggeleng. Jordane tertawa.
"Btw, Nung. Siapa tadi?" Januar mengembalikan ke topik awal.
"Gue nggak sengaja ketemu dia, Bang."
"Dan dia bareng calon suaminya." Tambah Jordane memperjelas.
"Serius lo? Udah tunangan?" Januar tampak kaget. Hanung hanya mengangguk dengan ekspresi pasrah. Kini Janu menepuk-nepuk pundak sepupunya itu.
"Jadi gimana? Masih mau berjuang apa menyerah nih?"
"Gue mana pernah perjuang sih Bang.."
"Ya bukannya mau nyalahin lo. Tapi wajar kalo dia nggak tau soal perasaan lo, kalo lo-nya nggak pernah menunjukkan rasa suka ke dia,"
"Stay as her friend for years is more than enough for me," sejurus setelah Hanung mengatakan ini, dia tersenyum kecut.
Jordane hanya diam memperhatikan kedua saudaranya. Kisah cinta saudara sepupunya satu ini memang cukup rumit. Fakta bahwa kisah cinta masa sekolah tidaklah selalu seindah cinta monyet. Inilah yang membuat Hanung sampai sekarang susah untuk menemukan pasangan.
"Lo sendiri gimana, Bang?" Kini Hanung melemparkan pertanyaannya kepada Janu.
"As you can see.. Sibuk sama The West dan ngintilin Gani kemana-mana makes me forget her, for a moment."
"For a moment?"
"Aaahhh... " Janu melemparkan tubuhnya ke salah satu beanbag, memandang langit malam.
"I don't even know where she is right now after that incident. Cuman gue berharap semoga gue nggak bakalan ketemu atau liat dia lagi, baik sengaja atau enggak. Gue takut kaya elo tar galau dangdut." Kata Janu yang sedetik kemudian disambut tawa Hanung dan Jordane.
"Kayanya Wangsadinata nih bakat bucin semua ya?" Hanung tertawa di sela kalimatnya.
"Elo bucin!" Timpal Janu.
"Ada yang nggak bucin, Bang" Jordane ikut buka suara.
"Siapa?"
"Juna"
"Itu mah calon ceweknya ntar yang bucin sama diaa!" Lalu mereka semua tertawa bersama.
Lanjutannya gaes..
Sedikit dulu tapi aku yakin ini bisa jadi semacam spoiler (?) buat cerita Hanung selanjutnya, or even, buat kisah Jordane. Hehe :))
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WANGSADINATAS (WINKON - Alternative Universe)
FanfictionKisah tentang keseharian kesebelasan sepersepupuan yang nggak ada cacatnya. Demi apapun mungkin waktu Tuhan membagikan jatah kegantengan, kepintaran, keberuntungan, dan ketenaran kakek nenek mereka dulu nggak pernah absen. Tapi kalau soal kewarasan...