Setelah terima uang kembalian, gue segera pamit pulang. Lagian bang rasyid juga udah masuk kamar, jadi nggak ada alasan bagi gue untuk ngobrol lebih lama sama riska.
"Lho? buru-buru amat," celetuk riska saat gue hendak beranjak keluar.
"Maaf, ris. emak gue udah menunggu di rumah," sahut gue separo membual sebagai alasan biar nggak bikin riska tersinggung. "Bisa telat buka puasa nanti kalo gue kelamaan ngobrol di sini."
"Oya, aku pun belom beres memasak buat buka puasa nih," balas riska sambil menengok ke jam dinding di belakang dia. "Oke, main aja kemari kalo senggang. Itung-itung jalin silaturahmi."
"Tentu. Gue pasti bakal mampir kok," timpal gue sambil melirik untuk kali terakhir ke kelambu pintu kamar di seberang lemari etalase toko yang memajang aneka produk kebutuhan rumah tangga.
Tapi sosok gagah dan ganteng bang rasyid nggak kunjung keluar dari dalam sana.
Mungkin aja bang rasyid sedang rebahan di ranjang setelah capek bekerja seharian di kantor kelurahan.
Kok gue bisa tau soal profesi dia?
Yah jelas, karena bang rasyid tadi pake seragam dinas khusus pegawai kelurahan desa. Meski gue nggak tau persis soal posisi jabatan dia dalam struktur organisasi perangkat desa.
Setiba di rumah, gue segera serahin tabung gas ke emak.
"Kok lama? Emang kamu beli gas di mana?" tanya emak sambil pasang regulator ke tabung gas dengan cekatan.
"Toko buk eni, mak. Kebetulan tadi ketemu riska, trus kita ngobrol. Jadi lama, deh."
"Oh, begitu. Kirain kesasar," sahut emak sambil mulai tumis potongan kacang panjang ke wajan. "Hampir aja emak suruh si lilis buat cari kamu tadi."
"Dih, apaan sih emak? Mana mungkin raka kesasar di kampung halaman sendiri?" sungut gue rada kesentil sama sindiran emak soal hobi gue yang demen dekam di kamar.
"Yah bisa jadi kan, kamu lupa jalan pulang karena kelamaan merantau di jakarta."
"Lilis ke mana, mak?" tanya gue sambil celingukan ke sekitar dapur.
"Ada tuh di sumur lagi adusin tama," sahut emak sambil kedik dagu ke pintu belakang yang mengarah ke sumur. "Kenapa?"
"Nggak kok, mak. Raka cuman mau kasih uang kembalian dia," balas gue sambil rogoh saku celana. "Ya udah, raka titip aja ke emak nih."
"Lha ... emang kamu mau ke mana tho, le?" tanya emak setelah gue taroh dua lembar uang cebanan sama goncengan ke telapak tangan dia.
"Balik rebahan di kamar, mak."
Duh, nggak sabar nih gue pengin ketemu bang rasyid di alam mimpi.
"Nggak pegel tuh mata merem mulu dari pagi?"
"Tidur kan juga termasuk ibadah bagi orang yang lagi puasa, mak."
"Tapi nggak seharian juga kali, ka. Mending kamu sapu jogan aja noh biar mainan tama nggak pada berserakan di lantai pas bapak kamu pulang nanti."
Yah, mesti pending dulu nih mimpi indah gue.
Tapi nggak apa deh, toh nanti malam pun masih bisa ketemu bang rasyid kalo gue solat tarawih di musola.
To be continue >>>