Bagian 5

74 32 1
                                    

Dina sudah sampai di depan rumahnya, dia masih berdiri di depan pagar rumah untuk menunggu kepergian Salsa.

"Terima kasih, Salsa," ucap Dina sambil tersenyum manis.

"Duh manis banget sih Din senyumnya, sama-sama dan inget lu punya hutang cerita sama gue dan Carla," balas Salsa dari dalam mobil.

"Oke siap, komandan!" balas Dina sembari hormat, setelah itu supir pribadinya Salsa melajukan mobilnya.

Setelah mobil Salsa sudah tidak terlihat lagi, Dina melangkah masuk pagar lalu berjalan menuju masuk ke dalam rumahnya. Dia berteriak memasukki rumah lantaran pintu rumahnya tidak tertutup, pintu rumah tidak tertutup saja Dina berteriak apalagi jika pintunya tertutup dan terkunci.

"Assalamualaikum, ayah, ibu, adek," teriak Dina dengan suara toanya.

"Waalaikumsalam, berisik Kak," jawab Nadine.

"Eh sorry Dek, tapi sengaja kok," cengir Dina.

"Iya, iya serah Kak Dina aja," Nadine memutar bola matanya malas, dia sudah terbiasa juga dengan tingkah laku kakaknya yang bawel, bandel, cerewetnya minta ampun.

"Wah, siapa sih berisik banget," ketus Adika.

"Nih kak Dina," tunjuk Nadine.

"Berisik banget sih Kak, ini rumah bukan hutan teriak-teriak kek tarzan," omel Adika.

"Bawel lu, kalo kakak nggak teriak-teriak nanti kalian nggak kedengeran makanya kakak teriak biar kedengeran, terus tahu kalo kakak kalian yang paling cantik ini udah pulang," celoteh Dina.

"Kakak yang bawel," ucap keduanya bersamaan, lalu meninggalkan Dina sendirian kek jones padahalkan emang jones sih.

"Yee malah ditinggal sendirian kek jomblo padahal kan Dina single bukan jomblo," alibi Dina. Ayahnya  datang menghampiri Dina.

"Ngomong sama siapa Dina?" tanya ayahnya.

"Tuh sama tembok." Dina menunjuk ke arah tembok lalu berjalan menaikki tangga untuk masuk ke kamarnya meninggalkan ayahnya sendirian, sementara ayahnya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku Dina.

Di sisi lain ibunya merasakan sesak di dadanya melihat semua kelakuan Dina selama ini, dia benar-benar tidak ingin kehilangan anak kesayangannya tersebut dan dia berharap semoga Dina baik-baik saja serta bisa melawan semua rasa sakit yang Dina rasakan selama ini. Tidak hanya ibunya, semua keluarganya sangat tidak ingin kehilangan sosok Dina.

Sesampainya Dina di kamar, dia langsung mengganti seragamnya dengan pakaian santai untuk di rumah. Setelah dia mengganti seragamnya, dia duduk di kasur kesayangannya kemudian dia memainkan ponselnya.

Keluarga Wattpad Indonesia

skippp.

Dina ngerusuh di grubchat tersebut, dia mengeluarkan semua leluconnya. Baru masuk grubchat tersebut saja Dina sudah mendapatkan banyak teman, dan dia juga dapat mengenal seorang laki-laki dingin sangat dingin di grub chat tersebut. Beberapa jam ngerusuh hingga akhirnya dia ketiduran dengan posisi ponsel masih berada di genggamannya.

Setelah beberapa jam Dina tertidur pulas, ibunya masuk ke dalam kamar untuk mengecek keadaan Dina sekaligus mengajaknya makan lantaran dari semenjak Dina pulang sekolah dia belum makan sama sekali. Ajeng menatap Dina sendu, kemudian dia membangunkan Dina yang terlelap.

"Dina bangun sayang, ayo makan. Kamu belum makan semenjak pulang sekolah tadi loh," ibunya membangunkan Dina sembari mengelus kepala Dina, beberapa menit kemudian Dina terbangun dari tidurnya.

"Hoamm,,, hmm ibu, kenapa bu?" tanya Dina pelan dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.

"Makan dulu sayang," senyum tulus Ajeng.

"Hmm, iya ya Dina belum makan pantesan Dina laper," cengir Dina.

"Yaudah sekarang kamu cuci muka dulu sana, ibu tunggu di bawah," perintah ibunya.

"Siap cikgu besar." Dina hormat kepada ibunya lalu beranjak dari tempat tidurnya berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh muka.

Sedangkan ibunya beranjak dari tempat tidur lalu berjalan menuju keluar kamar untuk menyiapkan makanan buat Dina. Di kamar mandi Dina bercermin sejenak.

"Dina nggak boleh buat ibu dan yang lainnya khawatir, Dina akan berusaha untuk selalu terlihat baik-baik saja." gumam Dina.

Dina sudah berada di bawah saat ini, dia berjalan menuju meja makan, dia sangat yakin ibunya sudah menunggu dan juga sudah menyiapkan makanan buat dia seperti biasanya. Sebenarnya dia sangat tidak ingin di manja sama keluarganya, namun apalah daya Dina tidak bisa membantah perkataan keluarganya. Dia juga berpikir mungkin ini lah yang bisa Dina lakukan sebelum dia pergi, yaitu menuruti semua permintaan keluarganya.

Dina duduk di kursinya bersiap untuk menyantap makanan yang sudah disiapin ibunya di meja.

"Kak Dina, kak Dina," teriak kedua adiknya dengan suara toa.

"Apa?" tanya Dina, lalu kembali menyantap makanannya tersebut.

"Jutek banget sih kak," goda Adika.

"Iya kenapa adikku sayang, tapi bohong," kekeh Dina.

"Udah makan belum? kalo minum obat?" tanya Nadine.

"Ini kakak lagi makan, suara toa kalian ganggu tahu," Dina melanjutkan makannya yang sempat terhenti karena kedua adiknya.

"Kakak harus jaga kesehatan ya, nggak boleh sakit-sakit," ujar Adika.

"Kakak janji ya, jangan tinggalin kita keluarga kakak," lanjut Nadine.

"Uhukk,,,uhukk," Dina tersedak setelah mendengar perkataan kedua adiknya tersebut, lalu dia menatap sendu kedua adiknya sejenak setelah itu dia kembali melanjutkan makannya.

"Kakak kenapa? makanya kalo makan itu pelan-pelan jangan terburu-buru kan jadi keselek," omel Nadine.

"Bawel," Dina anaknya memang bawel tapi jika sudah berhadapan dengan yang namanya makanan dia akan menjadi sosok yang diam karena sibuk berkutat dengan makanannya.

"Udah, udah kalian berdua jangan gangguin kakaknya makan." omel ibunya.

Dina tidak menghiraukan kedua adiknya yang masih saja mengajaknya mengobrol, ingin rasanya Dina menelan kedua adiknya itu hidup-hidup.

Beberapa menit Dina berkutat dengan makanannya, akhirnya dia sudah selesai makan dan juga dia sudah meminum obatnya. Dina beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan membawa piring ke wastafel sedangkan kedua adiknya masih saja mengajaknya mengobrol meskipun Dina tidak menjawab semua pertanyaan mereka.

"bawel banget sih dek, kakak lagi fokus makan ganggu aja, kalo mau ngajak kakak ngobrol jangan pas kakak lagi makan. Udah sekarang mau nanya apa?" omel Dina.

"Kita ulang ya pertanyaannya," ujar Nadine.

"Eh tunggu sebentar, mending duduk di ruang keluarga dulu baru deh diulang pertanyaannya," ujar Dina.

"Ide bagus, tumben kak pinter," ledek Adika.

"Yee kakak emang dari orok udah pintar kali, cuma karena terlalu pintar jadi otaknya agak ngeblank." alibi Dina.

Mereka bertiga berjalan menuju ruang keluarga yang ternyata udah ada kedua kakak dan abangnya Dina. Dina dan kedua adiknya duduk di sofa, setelah itu mereka melanjutkan obrolan mereka. Semua pertanyaan Dina jawab dengan santai namun perkataan terakhir dari Nadine membuat dia terdiam.

"Kakak janji ya nggak akan ninggalin kita semua yang ada di rumah ini." mohon Nadine.

Setiap mendengar perkataan yang dilontarkan Nadine tersebut, selalu dapat membuat Dina bungkam dia bingung harus menjawab apa, sementara kakaknya serta abangnya Dina menatap sendu ke arah ketiga adiknya tersebut.

Author up lagi nih, jangan lupa selalu support author ya.

Terima kasih
Ily 10.000

About Together (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang