IX

1.4K 338 69
                                    

Tanggung Jawab, Tugas, dan Wewenang
____________

Judul lejen, bab lejen 🤭. Asal mula sevuah ...

Happy Reading ♥️

_____________

Leon buang puntung di tangannya. Menginjak baranya hingga mati, lalu memutuskan untuk kembali ke kelas. Ia berhenti lagi di pintu kelas X karena kelas itu sudah kembali ricuh. Leon ketuk pintunya seperti tadi.

"Lebih baik baca buku kalian daripada ribut gangguin kelas lain," tegur Leon, memasang senyuman.

"Sip sip, siap, Kak," kata beberapa anak laki-laki menanggapi.

Leon mengangguk walaupun bisa menebak kalau anak-anak itu tidak akan menurutinya. Walau tidak membaca buku seperti sarannya, Leon harap mereka bisa lebih tenang dengan apa pun yang mereka lakukan. Ia rasa ia pasti benar-benar kesal kalau sampai harus menegur mereka tiga kali.

"Lama amat, Yon?" tanya Irfan saat Leon melewatinya.

"Ketemu Damar, ngobrol bentar tadi," jawab Leon mengambil pena untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Si anak baru?" tanya Irfan terkejut.

Leon mengangguk saja.

"Kok bisa sih anak kayak dia masuk kelas kita?" tanya Irfan lagi.

"Ms. Dhina gak ada ngomong sesuatu gitu?" tanya Gea kali ini.

"Damar dimasukin satu kelas sama gue supaya bisa gue awasi," jawab Leon dengan mata masih fokus pada pekerjaannya. Tak sadar kalau tiga orang di dekatnya tengah menatap dirinya dengan berkerut dahi.

"Dan lo mau-mau aja gitu?" tanya Irfan.

Pertanyaan Irfan berhasil membuat gerak tangan Leon berhenti menulis. Ia menatap Angel sedangkan gadis itu tak mengerti dan jadi bingung tiba-tiba ditatapi. Irfan yang terakhir bertanya, tapi Leon malah menatapnya.

Itu sebenarnya karena ditanyai Irfan membuat Leon teringat akan kata-kata Angel kemarin. Saat ia mengeluh tentang angka 10 dan tugas yang tak semestinya dibebankan padanya. Angel mengatakan bahwa masih ada angka 1, 2, dan lainnya, yang akan membantu menyelesaikan tugasnya. Dan kini berpikir bahwa tak hanya Ms. Dhina atau Pak Irwan yang akan ada untuknya. Teman-temannya juga akan ada. Irfan dan Gea bisa membantu juga.

"Gue mau minta tolong." Leon kini menatap Irfan. "Bantu gue ngawasin dia." Ia menatap Gea kali ini. "Ada alasan yang bikin dia kayak gitu, sedangkan daripada kesel, gue lebih ke kasian sama dia. Gue pikir, sebenernya dia cuma butuh seseorang."

Irfan, Gea, dan Angel terdiam tapi mengangguk perlahan melihat Leon amat serius mengatakannya.

"Serius, lo mau disuruh Ms. Dhina ngawasin dia?" tanya Irfan masih tak percaya.

"Awalnya gue juga gak mau. Tapi gue tahu sesuatu dan menurut gue dia bener-bener butuh seseorang," jawab Leon, "cukup awasi aja misalnya kalian ketemu. Soalnya gue tahu, dia sengaja ngejauhin kita, susah kalo mau deketin ...."

"Kenapa sih, Yon? Serius amat jadinya," heran Gea.

"Gak ada, sok serius aja," kekeh Leon membenarkan posisi kacamatanya.

Irfan mencibir sebelum berbalik menatap ke depan, sedangkan Gea meninju lengan Leon pelan sebelum berbalik juga. Satu wajah masih menatap Leon tanpa ekspresi, menakutkan karena wajah itu yang paling murah senyum selama ini. Leon menatapnya saja tak berani bertanya.

Angel tersenyum dengan tiba-tiba.
"Hati-hati ya, Yon," kata Angel sebelum kembali fokus pada bukunya.

Leon berdebar, bukan cinta, ini lebih mirip rasa cemas. Gadis yang satu meja dengannya ini cukup sering membuat ia terkejut, lebih sulit ditebak daripada kelihatannya, tidak sepolos kelihatannya.

ChameLeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang