Aku berada di lantai dua rumah, memandang ke luar jendela kamar dimana aku masih bisa melihat dekorasi pernikahan yang terletak di taman kehijauan yang dilukis oleh warna orange yang berasal dari cahaya matahari terbenam.
Disana ada kursi kayu berwarna putih yang nampak masih berjajar dengan rapi. Ada juga rangkaian bunga berwarna biru yang telah aku pilih sendiri karena itu merupakan bunga favoritku.
Semuanya masih bertahan semenjak aku dan Istriku melakukan pertukaran sumpah janji pernikahan.
Aku meletakkan tanganku di kaca jendela, seolah-olah aku sedang menyentuh setiap bagian pemandangan yang aku lihat dan tiba-tiba aku tersenyum sendiri ketika mengingat momen pernikahan yang terjadi beberapa jam yang lalu.
"Apa yang sedang kamu pikirkan Honey?"
Aku dengan tenang membalikkan tubuhku ke arah suara itu segera setelah dia berbicara dan pemilik suara itu menatapku dengan rasa ingin tahu, wajahnya yang rupawan memiliki senyuman kecil yang sangat indah.
Tubuhnya terlihat santai dengan tangan yang tersembunyi di dalam saku celananya.
Aku sekali lagi tersenyum.
Pemilik suara itu adalah seseorang yang bertukar janji denganku di dalam pernikahan kami.
Pemilik suara itu adalah mantan tunanganku yang kini telah menjadi Istriku.
Pemilik suara itu bernama Alice.
"Kamu dari mana?" Tanyaku seraya memiringkan kepala dan aku tidak bisa menahan senyuman di wajahku ketika melihat kehadirannya.
Aku selalu merasa begitu berseri-seri saat ada di dekatnya.
"Aku baru saja menemani Ayahmu mengobrol, dan dia terus bercerita tentang betapa menariknya memasang panel surya untuk mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik di rumah baru kita."
Sebuah tawa keluar dari bibirku segera setelah Alice mengatakan itu.
"Aku tidak percaya, ayahku menceritakan panel surya itu lagi padamu."
"Ya, Ayahmu baru saja melakukannya." Senyum lelah tersungging di bibir Alice.
"Aku minta maaf tentang itu," kataku dengan penuh kasih.
"Tadinya aku pikir kamu akan datang dan menyelamatkanku dari percakapan itu, tetapi ternyata kamu terlalu sibuk di meja permen."
Aku tertawa lagi dan kali ini tawaku lebih keras dari sebelumnya.
Aku meletakkan tanganku di atas mulutku untuk menyembunyikannya dan kemudian aku berkata dengan hati-hati.
"Maaf karena aku tidak bisa meninggalkan permen-permen yang menggoda itu."
"Tidak apa-apa... yang penting aku akhirnya berada disini."
"Ya, akhirnya kamu disini," kataku sekali lagi dengan nada suara yang penuh dengan kasih sayang.
Aku benar-benar merindukan Alice karena setelah pertukaran janji pernikahan, aku tidak melihatnya lagi karena dia sibuk menemui para tamu undangan begitupun juga denganku.
Alice kemudian berjalan ke arahku.
Ada senyuman tersungging di bibirnya sepanjang jalan, dan ketika dia berada didepanku, lengannya dengan perlahan melingkar di tubuhku kemudian dia bertanya lagi.
"Apa yang sedang kamu pikirkan hmm?"
"Tidak ada." Aku mengangkat bahu seraya menatap Alice dengan senyuman kecil.
Dia sepertinya masih menungguku untuk mengatakan sesuatu, karena aku tahu jika dia sudah cukup mengenalku dengan baik sehingga dia mengetahui bahwa aku akan mengatakan sesuatu.
"Aku hanya sedang merasa jika aku adalah orang paling beruntung di dunia."
"Kenapa bisa begitu?"
"Ya... karena apa yang baru saja aku dapatkan, semuanya benar-benar sangat indah."
"Aku menyukai bunga yang kamu pilih."
"Sudah kubilang bunga-bunga itu akan menjadi pilihan terbaik kita, bukan?" Kataku dengan bersemangat dan Alice mengangguk setuju.
"Tapi yang terbaik dari semua ini adalah, kamu telah menjadi Istriku."Senyumanku semakin lebar setelah mengatakan itu dan pada saat yang sama, Alice menatap mataku dalam-dalam selama beberapa detik membuat keheningan canggung terjadi diantara kami.
"Apa yang terjadi?"
Aku bertanya dan Alice menelan ludah dengan susah payah lalu dia menggelengkan kepalanya.
"Tidak ada, aku hanya--" Alice terdiam, tapi kemudian dia berkata,
"Aku mencintaimu Jennie."Sedikit kekhawatiran yang Alice ragukan berangsur menghilang dan itu membuat tubuhku menjadi rileks dan aku tersenyum lagi.
"Aku juga mencintaimu Alice."
Alice tersenyum kecil lalu dia mengangguk positif dan itu membuatku tertawa kecil.
Kemudian dia mencium bibirku dengan lembut.
Kedua tangannya perlahan menangkup wajahku sementara bibirnya terus meluncur di atas bibirku dengan kelembutan yang membuatku tenggelam tanpa rasa takut.
Dalam ciuman itu, aku membayangkan kehidupan indah bersama dengan Alice untuk selama-lamanya.
Dalam ciuman itu, aku membayangkan menghabiskan waktu bersama dengan Alice sampai kami menua.
Sinar matahari terakhir, menerangi ruangan dan mengecat lantai dengan warna orange yang menyenangkan.
Kami berdua berpelukan seperti cat berwarna krem yang latar belakangnya adalah kanvas berwarna putih yang membuat kedua warna itu semakin menyatu.
Warna sederhana yang bahkan bisa membuat gambar yang bagus untuk dipajang di sebuah dinding.
Tetapi aku yakin tidak ada kuas jenis apapun di dunia ini yang akan bisa melukiskan kebahagiaan yang saat ini tengah meluap di dalam diriku.
Ini adalah hari pertamaku memiliki keberanian untuk memberikan hatiku.
Hari dimana aku memberanikan diri untuk membiarkan Alice menyimpan hatiku didalam hatinya dan membawanya kemanapun dia pergi.
Dan dari apa yang aku tahu, Alice sepertinya ingin membawaku ke manapun dia berada.
To be continue ~~
Hallo readernim... selamat datang di cerita baru 😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU LIE TO ME (GXG)
FanfictionJennie Rubyjane dan Alice Bruschweiler telah menikah selama sekitar 6 tahun. Mereka menjalani kehidupan yang sederhana dan damai di lingkungan yang tenang di kota Gwangju, Korea Selatan. Keinginan terbesar dari pasangan itu adalah mengadopsi anak...