Alice jelas tahu jika ada sesuatu yang aneh dengan perilakuku. Jadi, aku sebisa mungkin menghindari tatapannya dan tidak terlalu banyak berdekatan dengannya.
Aku juga mengatakan padanya jika sakit kepalaku makin bertambah jadi aku perlu tidur hanya untuk pergi darinya.
Aku lebih baik memejamkan mata daripada harus menatap mata Alice karena jika aku melakukannya, kemungkinan besar aku akan mengatakan semua yang aku rasakan hanya dari ekspresiku.
Alice, seperti biasa, memahami sakit kepalaku dan dia bahkan membawakan sup ayam untukku di tempat tidur.
Jujur saja aku tidak merasa lapar karena ada sesuatu di dalam perutku yang tidak membiarkan makanan apapun untuk masuk, tetapi aku berkata pada Alice jika aku akan memakannya, karena aku tahu jika dia telah bersusah payah untuk membuatnya dan aku harus menghargai itu.
Untungnya setelah itu, Alice pergi untuk menonton pertandingan sepak bola di TV dan sebelum itu dia meminta izin padaku dan mengatakan jika aku tidak boleh marah karena dia benar-benar ingin menontonnya dan aku mengizinkannya.
"Kamu boleh pergi, aku akan baik-baik saja."
Dan setelah mengatakan itu, Alice pergi dan aku akhirnya berhasil menyendiri, tetapi aku tidak ingin membiarkan imajinasi menguasaiku. Jadi aku memejamkan mata dan memaksakan diri untuk tidur sehingga aku tidak harus berurusan dengan pikiran itu.
Aku benar-benar tidak ingin berurusan dengan itu sekarang karena kebenaran itu terlalu menyakitkan dan menakutkan bagiku.
Aku akhirnya tidur nyenyak dan sekali lagi seperti malam sebelumnya, aku terbangun di tengah malam akibat mimpi buruk yang aku dapatkan.
Mataku perlahan terbuka dan aku segera menatap Alice yang ada di sampingku. Dia tertidur dengan nyenyak dan saat menatap wajahnya dari samping, aku mulai meragukan apa yang telah aku lihat sore itu. Aku kemudian berbalik sepenuhnya ke arah Alice dan aku meringkuk di dekat tubuhnya.
"Alice?" Aku memanggil namanya dengan lembut, tetapi dia tidak mendengarku. Dia hanya terus bernapas dalam-dalam dengan mata yang tertutup rapat.
"Alice?" Aku memanggil lagi dan sedikit demi sedikit matanya mulai terbuka."Jennie?" Dia berkata dengan suaranya yang serak. kemudian Alice bergeser di tempat tidur untuk menghadap kearahku dan perlahan matanya terbuka sedikit lebih lebar dari sebelumnya.
"Apa yang terjadi?""Apa kamu mempercayaiku?" Aku bertanya dengan hati-hati sambil menjaga ekspresiku agar tidak terlihat jika aku sedang mengungkapkan lebih dari yang ingin aku katakan.
"Apa?" Alisnya berkerut dan Istriku semakin terbangun dan dari gerak tubuhnya, dia tampak sedikit gelisah. "Tentu saja aku mempercayaimu. Apa yang terjadi?"
Aku menggelengkan kepala untuk menunjukkan kepadanya bahwa aku tidak ingin berbicara tentang alasan mengapa aku menanyainya.
"Dan apa kamu mencintaiku?"
"Tentu saja, aku mencitaimu Honey." Aku melihat alisnya berkerut dengan bingung. "Mengapa kamu menanyakan itu? Apa yang terjadi?"
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin memastikan," kataku dengan singkat lalu membuang muka. Alice terdiam selama beberapa detik, tetapi kemudian dia berkata,
"Apa ini tentang lukisanmu lagi? Kamu baru memulainya Honey... Itu adalah sesuatu yang normal jika ada beberapa masalah yang muncul. Tapi itu tidak berarti bahwa apa yang kamu lakukan bukanlah hal yang baik... Aku tidak akan pernah mengurangi rasa cintaku padamu hanya karena kamu belum mencapai pencapaianmu dan kamu harus tahu, jika aku akan terus memercayaimu untuk tumbuh lebih berkembang lagi... mulai sekarang jangan terlalu dipikirkan oke? Aku akan selalu berada di sisimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU LIE TO ME (GXG)
FanfictionJennie Rubyjane dan Alice Bruschweiler telah menikah selama sekitar 6 tahun. Mereka menjalani kehidupan yang sederhana dan damai di lingkungan yang tenang di kota Gwangju, Korea Selatan. Keinginan terbesar dari pasangan itu adalah mengadopsi anak...