05

1.1K 141 91
                                    

Temaram lampu malam yang menyala di sudut ruangan, penghangat ruangan serta aroma satu cangkir teh hijau di meja sisi tubuhnya membuat wanita itu hampir saja memejamkan matanya di kursi pandang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Temaram lampu malam yang menyala di sudut ruangan, penghangat ruangan serta aroma satu cangkir teh hijau di meja sisi tubuhnya membuat wanita itu hampir saja memejamkan matanya di kursi pandang. Ia menghela napas ringan merasa lega bahwa pekerjaanya hari ini terselesaikan dengan cukup baik. Banyak hal yang telah ia lewati seharian, mengunjungi proyek bertemu kolega dan rapat ringan dengan sang pimpinan.

Ia bisa bernapas lega sekarang, jarak tempuh apartemen dan kantornya sekarang cukup menyita banyak waktu dan itu yang ia inginkan. Menjauh. Menjauh dari hiruk pikuk kota dan segala manusia di sana. Ia sudah cukup lelah untuk menerima kekacauan lagi setelah ia kembali ke negara ini.

Selena merapatkan tali kimononya, menatap taburan bintang yang terlihat jelas dari tempatnya ia duduk. Ponsel yang berada di atas meja berdering sejak tadi, matanya memejam mencoba mengabaikan panggilan yang mungkin sudah masuk puluhan kali itu.

Setelah beberapa saat, akhirnya ponsel itu mati dengan sendirinya. Ia melirik seklias sebelum akhirnya mengambil cangkir teh dan meminum minuman favoritnya itu dalam beberapa teguk ringan. Netranya menelisik, melirik jam di atas dinding yang telah menuukkan pukul 1 malam.

Tangan putihnya berhenti, menggantung diudara saat sebelum ia berhasil kembali menaruhkan gelas itu pada meja. Bel apartemennya ditekan berkali-kali, hampir membuat telingannya yang berusaha ia tulikan terasa pengang. Lagipula siapa yang bertamu di jam 1 malam?

Ia berdiri dari duduknya, melihat pada layar intercom di dekat pintu dan sesaat setelahnya ia segera membuka pintu. Pria paruh baya yang hampir hilang kesadaran itu ada di sana, jantung Selena berdegup dengan kencang ketika menghampiri pria itu.

Tangannya terulur menyentuh lengannya, wajahnya menandakan kekhawatiran yang sangat setelah melihat keadaan pria yang ada di depannya yang jauh dari kata baik.

"Pengawal Mo? Apa yang terjadi?!"

Ia bertanya setelah ia berhasil membuat pria paruh baya itu bersandar pada tembok. Darah mengalir di pelipis serta memar di seluruh wajahnya.

"Nyo..nya.."

"Siapa yang melakukan ini pada anda? Apa Kak Haechan tahu?"

"Nyo..nya, .."

"Kenapa?"

"Akhirnya saya menemukan anda, nyonya."

Selena tertegun. Ia diam seketika.

"Tuan sangat marah ketika nyonya pergi..."

"Saya.. tidak bisa menemukan nyonya dalam waktu 2 jam."

"Pengawal Mo..."

"Maafkan saya nyonya.."

"Lee Haechan yang melakukannya?"

"Tidak nyonya,"

Selena menghela napas. Hanya dengan mendengar bantahan itu saja membuat Selena yakin bahwa Lee Haechan lah yang membuat pengawal Mo menjadi seperti ini. Sial, laki-laki itu ternyata lebih sulit ia hindari dari yang ia duga.

HOLD ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang