Raina mengeluarkan pekikan kecil. Selalu saja begini. Lelaki itu tak pernah bermain pelan. Bilur di tangannya yang belum pulih, kini bertambah lagi.
Dan sengatan nyeri itu kembali datang.
“Rafe ....” Raina memelas.
Dua butir air mata bergulir di pipi. Namun, lelaki muda berusia dua puluh lima tahun itu tak peduli. Dia terus bergerak, mengesampingkan kesakitan Raina, dan mendaki puncaknya sendiri.
Anehnya, perempuan itu juga berhasil mendapatkan pemuasannya. Di tengah kesakitan yang terus mendera, Raina menemukan pelampiasan. Pergelangannya yang terikat tali kulit mengencang. Perempuan itu mencengkeram ujung tali untuk mencegah gesekan yang lebih menyakitkan.
Kemudian, Rafe meninggalkannya.
Raina berada dalam kekosongan yang memuakkan. Matanya terpejam. Peluh masih membanjiri kening. Dia tak ingat kapan jatuh tertidur. Namun, saat membuka mata, selimut tebal telah membungkusnya.
Tidak ada lagi tali pengikat. Ruangan sudah dibersihkan. Raina mengernyit.
Tidak, bukan dibersihkan. Raina berkata dalam hati. Melainkan dirinya telah dipindahkan ke kamar lain. Kamarnya sendiri.
Perempuan itu serta-merta bangkit. Nanar dipandanginya seisi kamar. Dia sudah berhasil keluar dari ruangan ini minggu lalu. Seharusnya dirinya tidak dikembalikan ke kamar lajangnya ini. Melainkan dibawa ke kamar Rafael.
“Rafael Rys,” geramnya seraya mencengkeram selimut.
Perlahan dia turun dari tempat tidur. Sedikit goyah karena masih merasa kesakitan. Lampu terang di tengah ruangan yang menyala pertanda suasana di luar pasti sudah gelap. Dan tebakan perempuan itu benar.
“Berapa lama aku tertidur?” Perempuan berambut sepunggung itu termangu.
Dia berdiri di ambang jendela. Mata cemerlangnya mengamati taman luas yang tertata rapi. Keluarga ini pasti tak segan menghabiskan uang banyak demi merawat tanaman-tanaman mereka.
[Jauh lebih banyak dibanding pendapatanku selama sebulan bekerja paruh waktu.] Raina bergumam dalam hati. Sendu.
Namun, cepat-cepat dia menyingkirkan perasaan rendah diri itu. Sekarang dirinya adalah bagian dari keluarga Vecchio. Menantu yang dipungut dari jalanan oleh nyonya di rumah ini dan dinikahkan semena-mena dengan putra bungsunya.
“Karena aku menantu, harusnya sekarang aku tidur di kamar Rafe.” Raina mengetukkan ujung jari di kaca jendela yang tebal.
Menilik nama besar Vecchio yang tersohor, perempuan itu yakin seratus persen tiap bagian di rumah ini pasti mengandung material anti peluru. Termasuk jendela transparan di kamar lajangnya ini.
Pasalnya, siapa pun di negara ini tahu sepak terjang klan Vecchio. Pendiri perusahaan farmasi besar, juga pemilik saham di berbagai perusahaan top nasional, sering diisukan menggunakan segala cara untuk memuluskan bisnisnya. Tak heran, keluarga ini selalu memanen musuh baru tiap tahun.
Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Raina. Perempuan berdarah Indonesia-Italia itu terseok-seok menghampiri daun pintu tebal bercat putih. Tubuhnya yang terbalut jubah satin mewah masih dipenuhi nyeri akibat aktivitas terakhirnya bersama sang suami.
Besar harapan perempuan dua puluh tahun itu jika sang pengetuk adalah pria yang telah mengikrarkan diri di depan altar sebulan lalu. Kali ini Tuhan berkenan mengabulkan permohonannya.
“Rafe?” sapanya penuh kerinduan.
Lelaki itu berjalan masuk. Tangannya menggenggam baskom air hangat. Dengan kakinya, dia mendorong pintu hingga terbanting menutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janda Tersayang
RomanceRaina tidak ingin orang lain mengetahui statusnya sebagai janda dari pewaris perusahaan farmasi besar Italia, Rafael Vecchio. Apalagi wanita itu sudah memiliki kehidupan yang tenang. Jauh dari kebrutalan mantan suaminya. Namun, Raina dikejutkan saat...