9 | Coba Cium Aku

1.4K 151 1
                                    

Raina sangat ingin melempar Simon keluar. Kebetulan posisi duduk mereka tepat berada di samping dinding kaca lebar. Wanita itu dengan cepat mengalkulasikan probabilitas Simon jatuh dari lantai enam hotel.

Hanya luka berat atau mati.

Lima puluh banding lima puluh.

“Raina?”

Wanita itu menoleh. Dia sudah terbiasa menghadapi godaan seperti ini. Namun, baru kali ini Simon melakukan terang-terangan di hadapan banyak orang. Biasanya hanya saat mereka berdua saja.

“Tidak,” jawabnya tegas. “Aku menolak affair di lingkungan kerja.”

Bram terbahak keras. Simon terperangah.

“Kita bahkan sudah menciptakan desas-desus. Apa salahnya memvalidasi hal itu jadi sebuah kenyataan?” protes Simon.

Raina mengedikkan bahu. Dia menikmati lagi menu saladnya. Sayang, gara-gara pernyataan sang atasan nafsu makan Raina jadi susah dikembalikan.

“Aku tak suka dirayu.” Raina akhirnya menyingkirkan menu makan siangnya.

“Tunggu dulu. Maksudnya, lo lebih suka merayu?” Bram bertanya.

Raina meneguk air putihnya. “Separuh benar.”

“Wah, gila lo! Gue demen nih, sama cewek aktif kayak gini. Terus separuhnya lagi?”

Raina memundurkan kursi. “Separuhnya lagi, aku mencari partner yang seimbang. Permisi, Gentlemen. Kurasa aku harus undur diri dulu. Silakan lanjutkan pembicaraan maskulin kalian.”

Wanita itu beranjak pergi, tetapi ditahan oleh Simon. Mata biru beradu dengan mata cokelat gelap. Raina menelengkan kepala.

“Aku tak akan menyerah padamu, Raina.” Simon mengucapkan perkataan itu penuh tekad. “Aku pasti akan mendapatkan hatimu.”

“Cobalah, Simon.” Raina mempersilakan. “Jangan kecewa bila hasilnya tidak memuaskanmu. Aku sudah memperingatkan.”

Raina melepas cekalan Simon di pergelangan tangannya. Wanita itu berjalan anggun menjauhi meja Simon dan Bram. Lagi-lagi kepergiannya tertahan oleh panggilan seseorang. Kali ini datang dari Bram.

“Akhir pekan ini lo harus luangkan waktu, Raina. Perusahaan gue ada party.”

Wanita itu hanya mengangguk. Dia tahu maksud terselubung Bram. Dalam hati Raina mengucap terima kasih karena pria itu sudah menyelamatkannya dari situasi canggung bersama Simon.

Dia tidak menunggu tumpangan sang atasan. Wanita itu pilih kembali ke kantor dengan taksi. Beruntung setelahnya banyak pekerjaan yang menuntut konsentrasi Raina. Saat Simon datang dan bergabung dengannya, mereka berdua langsung tenggelam dalam kesibukan kerja.

Hingga jam pulang kantor pukul lima sore tepat, baru Raina dan Simon bisa beristirahat. Di luar orang-orang sudah mulai berbenah untuk pulang. Kantor multinasional tempat Raina bekerja memang sangat disiplin soal waktu. Jarang sekali para pegawai dipaksa lembur karena memang seluruh pekerjaan bisa diselesaikan di jam kerja.

Kebiasaan kerja yang sempat membuat Sarah mengalami gegar budaya. Raina mengulum senyum dalam hati mengingat kelakuan satu-satunya pegawai berkewarganegaraan Indonesia di ruangan itu.

“Apa yang kau pikirkan?” Simon tiba-tiba sudah berdiri di samping Raina.

“Sarah,” jawab wanita itu jujur. “Aku teringat keluhannya di awal masuk kerja. Dia tidak terbiasa dengan budaya di perusahaan ini.”

“Budaya yang mana?”

“Datang tepat waktu, pulang juga tepat waktu. Sarah bilang, kakaknya yang bekerja di perusahaan lokal sering pulang melewati jam makan malam. Upah lembur juga sangat minim. Itu pun saat cuti, sang kakak masih harus mengerjakan tugas kantor di rumah. Padahal posisinya waktu itu baru saja melahirkan.”

Janda TersayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang