03

28 7 8
                                    

Bbip-Bbip

Benar perkiraanku, Tubagus sudah sampai dihalaman rumah.

"pakde mana? Aku mau izin bawa anak cantiknya pergi"

"hangout kecil-kecilan maksudmu itu apa si, Gus? Ayah lagi bantu pak Diman membuat kandang ayam. Tadi aku udah izin kok"

"lalu?" tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku

"ya boleh, kan sama kamu dan Kia"

"ini koper mu? Ada lagi gak? Biar aku yang bawa"

"udah itu aja. ayo berangkat, kasian takut Kia udah nunggu"

"yuk, kunci pintu jangan lupa By"

"udah"

Saat ini kita udah masuk ke area perumahan elite tempat Kiara tinggal. Ternyata Kiara adalah anak dari pemilik merek Semen Empat Roda. Pantas saja uang dia seperti tanpa limit.

2 bulan pertama memang Kiara ngekost, bahkan saat itu kami(aku dan Tubagus)  yang membantunya membeli furniture dan keperluan lainnya,  tapi gak lama setelah itu Om Wira buka cabang baru di Purwokerto, alhasil Om Wira sama Tante Risma pindah kesini. 

"chat Kia, kita udah didepan"

"nggak masuk? Kita pamitan dulu sama Om Tante"

"Rasanya malu By, kalo ngeliat Om Wira tiba-tiba aku merasa kasta ku terlihat semakin rendah. Makin merasa gak pantas untuk Kiara"

"hustt kamu itu ngomong apa ? Memangnya Om Wira suka bahas-bahas kasta? Gak sopan loh Gus, kita itu bawa anak perempuannya Om Wira sama tante Risma pergi. Kamu itu baru minta izin main udah ciut Gus, gimana kalo minta izin yang lain"

Entah aku benar atau tidak berkata seperti itu, tapi memang rasanya semua perempuan akan pura-pura mendukung jika kisah cintanya seperti ini. Dan bagaimanapun aku punya akal sehat, mana mungkin kubiarkan laki-laki yang aku sukai di-cap buruk oleh orang lain.

"kamu bener By, ayo turun. Aku udah rapih kan? Ganteng kan?"

Banget Gus..

"ayo" kata yang keluar dari mulutku

Kita udah masuk di ruang keluarga, tentu dengan anjuran Tante dan Om yang berdalih 'kalian itu anak kami juga'. Senang rasanya dapat akrab dengan orang dewasa selain Ayah dan Pakde Wisnu

"si Kia emang lama kalo siap-siap"

"udah paham ko Tan" jawabku sebagai gurauan

"Om sama tante seneng banget disini Kia punya temen kalian. Dulu dia gak ada temen, seharian cuma di kamar liat korea korea. Kaya orang mati rasa. Padahal dulu waktu Om masih seusianya Om tidak seperti itu" kini giliran Om Wira yang berkomentar tentang anak perempuannya.

Aku tersenyum, lalu dengan sopan menjawab "mungkin itu cara adaptasi Kia dengan kebahagiaannya Om. Karena memang kadang berdiam diri di kamar lebih baik jika dunia luar tidak sesuai keinginan".

"Benar Om, kadang Bagus seperti itu. Walaupun memang dasarnya manusia itu makhluk sosial, adakalanya rasa malas bersosialisasi itu muncul.  Ketidaksesuaian dunia luar dapat merubah manusia yang tadinya makhluk sosial menjadi makhluk pendiam" kini giliran Tubagus yang berargumen.

"aduh om kalah kalo gini ceritanya, teman-teman Kia memang jago berargumen ya"

"maaf om kalau kami kurang sopan" kataku

Kalau seperti ini aku jadi teringat sosok ayah. Dulu saat aku mengijak bangku sekolah menengah pertama, ayah berkata seperti ini "ayah tidak akan menuntut banyak dari kamu nduk, ayah sadar betul kalau zaman yang kita pijak saat remaja tidak sama, kamu boleh melakukan apapun selagi tidak melanggar norma dan agama"

Mungkin anak lain akan iri dengan ku, karena aku mendapatkan nasihat tanpa bentakan dan tanpa perbandingan. Itu luar biasa hebat. Bukan?

"tidak apa-apa, justru om senang. Sepertinya selama ini pemikiran om salah, terimakasih ya sudah diingatkan"

"sama-sama om" kata ku dan Tubagus bersamaan

.

.

Sekarang aku paham,  apa maksud hangout kecil-kecilan itu.  Tubagus mengajak kami pergi ke sebuah tempat camping.

Tempatnya menyenangkan,  tidak terlalu ramai dan terang oleh api unggun yang dibuat oleh beberapa kumpulan orang.

"duduk disini. aku buatkan tenda untuk kalian dulu" katanya sambil menata tikar diatas tanah

"mau dibantu tidak Gus?" kataku

"dengan duduk,  kalian udah bantu aku" tolaknya sarkas, tapi kami tau kalau dia becanda

Memang sih,  aku dan Kiara itu buta soal alam. Aku bukannya tidak menyukai hal-hal seperti ini,  hanya saja suka berpikir 'tidak perlu buat tenda,  karena aku masih punya rumah'.

Kalau bukan karena Tubagus, aku yakin tidak akan mengalami hal-hal seperti ini saat dewasa.  Dulu untuk pertama kalinya aku berkemah itu saat SD, tapi besoknya aku dibawa ke rumah sakit karena DBD. Sejak saat itu ayah melarangku ikut kegiatan kemah disekolah.

"tendanya udah jadi, aku udah taro sleeping bag didalam"

"makasih Gus" ucapku dan kia bersamaan

Setelah mandi dan berganti baju, kami bertiga sepakat membuat api unggun. Aku gak berekspektasi akan sedingin ini padahal kami tidak terlalu didataran tinggi. Mungkin setengah dataran tinggi (?)

"Kia kemana?"

"ada di dalam,  katanya mau pake minyak angin dulu"

"dingin ya By?"

"iya,  aku kira gak akan sedingin ini. Padahal tadi siang aku ingin eskrim,  sekarang aku malah ingin hotkrim.  Dunia itu memang berputar ya Gus"

"iya" katanya sambil menatap langit yang saat ini berwarna biru tua, bahkan terlalu tua.

"kalau waktu bisa diulang,  apa yang ingin kamu ulang Gus?" tanyaku

"aku?  hm saat meminta berteman dengan kamu dulu,  nyesal aku hanya minta berteman sampai lulus sama orang semenyenangkan kamu"

Aku hanya tersenyum. Kalau saja kamu tau, satu tahun aja rasanya sesak sekali Gus. Masa iya harus ada kontrak yang lebih lama untuk rasa yang tidak menyenangkan itu.

"tapi kan tetap saja Gus, kita nantinya akan hidup masing-masing dengan circle yang berbeda. Kamu dengan keluargamu,  aku dengan keluarga ku,  dan Kia dengan keluarganya.  Mm atau mungkin kamu dan Kia satu keluarga"  kataku, sambil tertawa renyah dibagian akhir ucapanku sendiri, renyah sekali.

Hai guys setelah 4 chapter, just wanna say Annyeonghaseyoo 👐 .
Cerita ini bakal singkat, mungkin cuma beberapa chapter aja.  Aku nulis ini untuk diri aku sendiri,  untuk kesenangan aku yang semoga sampe ke kalian yang baca .
Hoping you all enjoy it 💛

T i t i k  D i d i HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang