05

23 3 3
                                    

"Rubby tunggu"

Dari radius jauh pun aku yakin itu suara Kiara, tidak terasa sudah 3 tahun kami berteman, dia berlari sambil tersenyum ke arahku setelah memakirkan honda Jazz berwarna kuningnya itu

"sepeda kamu diparkir dimana?"

"itu" jariku menunjuk sebuah tempat teduh dimana di bawah pohon rindangnya ada sepedaku yang kemarin sempat boncor ban belakangnya.

Kiara hanya mengangguk sebagai jawaban 'oh iya'

"kamu belum sarapan kan?" tanyaku

Mata Kiara memincing "kok tau?"

"aku mencium bau lambung"

"sembarangan" katanya sambil memukul pelan bagian lengan ku

Kami tertawa bersama setelahnya, tak lama setelah itu Kiara mengajakku mampir ke kantin sebelum masuk kelas. Aku duduk di salah satu dari banyak kursi yang berjejer di kantin sambil menunggu Kiara memesan nasi goreng seafood favoritnya.

"nih minuman kamu, biar nunggu aku gak bosen-bosen amat"

Begitu katanya, memang aksen Jakarta Kiara masih melekat.

"makasih"

"nanti malem jadikan?"

"malem?" tanyaku

"loh, Tubagus ngajak aku makan. Aku kira sama kamu juga"

"ngga"

Jus Semangka yang beberapa detik lalu minum kenapa aftertaste'nya pahit seperti ini. Dada ku juga tiba-tiba sesak, pasokan oksigen di bumi sepertinya berkurang drastis. Apa efek globalwarming?

"ikut yu" mengajakku dengan mata berbinar

"gak bisa, aku ada.. acara"

Jari telunjuk Kiara sengaja dia senggolkan ke bagian pucuk hidung ku  "kalo gak mau ikut bilang aja, gausah bohong. Yah kalo gitu aku cancel aja deh, gaseru gada kamu"

"loh ya jangan, bener kok aku ada acara"

"apa? Nonton drama korea?"

"bukan"

"bener?" katanya memastikan

"iya bener"

Kiara mengangguk "oke kalo gitu"

Drama China. aku gak berbohong kan?

Menunggu Kiara selesai dengan urusannya, aku membuka hp yang sedari tadi bunyi.

"Kia.."

"hm?"

"kelasnya dibatalin"

"setan!"

Selama perjalanan ke tempat parkir, telinga kanan kiri ku menangkap makian Kiara untuk dosen yang seenaknya membatalkan kelas di H-menit.

"sudah.. sabar Kia"

"loh gabisa gitu dong By, kamu bayangin perjuangan aku untuk mandi pagi-pagi, memanaskan mobil, nahan kopling mobil karena tadi sempat macet, itu semua waktu aku yang berharga, 2 jam bisa aku pakai untuk tidur atau menonton 2 episode drama yang lagi aku tonton"

Aku tertawa, Kiara memang cenderung ke arah cerewet. Tapi cerewet yang tidak menyebalkan.

Selama perjalanan pulang, aku melamun. Melanggar perjanjianku dengan Tubagus kalau saat bersepeda harus fokus.
Maaf ya Gus.

Pikiranku kalut, berbagai pertanyaan muncul di otakku yang tak seberapa pintar.  Nanti kalian akan melakukan apa,  makan dimana, apa Tubagus akan mengakatannya pada Kiara (?). Jujur saja aku belum sanggup jika nanti malam akan menerima kabar peresmian hubungan mereka.

Ya, tiga tahun berlalu aku masih saja jatuh cinta dengan Tubagus.

Semakin larut dalam pikiranku tanpa sadar aku menabrak pagar Pak Baja, yang minggu lalu baru menyalonkan diri menjadi ketua RW.

Tidak sanggup menopang ketidakseimbangan sepeda, alhasil aku terjatuh dan mendapat luka di bagian lutut, siku dan lengan,  bahkan keranjang sepedaku sampai terlepas. Aku akan dimarahi ayah, tubagus dan Kiara kalau seperti ini.

Bodoh sekali Rubby.

Mendengar keributan, Pak Baja beserta istri dan anaknya keluar. Bahkan saat ini aku masih tergeletak ditanah dengan setengah badan yang tertindih sepeda.

Pak Baja berlari dan menarik sepeda dari tubuhku "aduh nak Rubby kenapa bisa begini nduk?"

"jatuh.."

"kamu gapapa?" kali ini yang bertanya Bu Minah,  istri pak baja, sambil membantuku berdiri. Perih sekali.

"gapapa bu, hanya lecet sedikit. Maaf ya Pak Bu, pagarnya gak sengaja Rubby tabrak" kataku

"gapapa gapapa, kamu bisa pulang sendiri?"

"bisa Bu, sekali lagi maaf dan terimakasih sudah dibantu"

Aku berjalan menuntun sepedaku perlahan sambil meringis, lukanya perih sekali. Sampai di depan rumah aku melihat ayah sedang memandikan Rimba, burung lovebird kesayangan ayah.  Kami saling menatap, tidak lama setelah itu aku menjatuhkan sepeda yang sejak tadi aku tuntun dan menangis.

Sambil berjalan cepat ayahku bertanya "Ya Allah, kamu kenapa Nduk?"

"Rubby nabrak pagar pak Baja,  terus jatuh"

"ya sudah ayo masuk, bisa jalan?"

Aku menggeleng dengan arti 'tidak bisa, ingin digendong', mungkin saat ini ayah sedang berpikir kalau anaknya melayang untuk sampai di depan rumah. 


Setelah luka lecetku dibersihkan dan diolesi obat merah, beberapa jam setelahnya aku hanya berbaring dikasur dengan menatap plafon rumah. Mau gerak pun susah karena lukanya sudah mulai mengering dan menjadi kaku.

Aku menempel pada kasur bak cicak yang menempel pada dinding. Baru saja ayah menyuapiku dengan nasi dan ikan bandeng,  katanya harus makan yang berprotein supaya otakku paham bahayanya melamun ketika bersepeda.

"jangan bilang ke Tubagus sama Kia kalau Rubby jatuh karena ngga fokus ya, Yah"

"kenapa?  Takut dimarahin ya kamu?"

"mereka berdua kalau marah nyeremin"

"jadi kalau ayah marah gak serem?"

Aku hanya tersenyum semanis mungkin untuk menjawab pertanyaan ayah.

"yasudah ayah mau masukin Rimba dulu"

"oke"

Setelah pintu kamar tertutup, aku melanjutkan kegiatan menatap langit-langit kamar yang tidak ada satupun cicak menempel disana. Tatapan kosongku berhenti setelah ada bunyi notifikasi whatsapp, ternyata dari Tubagus.

Tubagus
Rubby, aku ditolak. Tapi gapapa :)

Tubagus
Aku akan berjuang lagi, doakan yaa..





Annyeong :'
Maaf ngaretnya kelamaan
Hoping you all enjoy it, guys !
🐓🐓

T i t i k  D i d i HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang