"selamat atas kelulusan kita" sorak genta dengan menggangkat gelas berisi ice tea miliknya
Benar, pagi tadi adalah acara wisuda kami, entah kebetulan atau apa, tapi jurusanku dan Tubagus sama-sama mendapat gelombang pertama untuk perayaan wisuda
Merasa tidak diladeni oleh aku, Kia, dan Tubagus, dengan kesal Genta mendengus "kalian ini diajak seru dikit susah banget"
"kita seru kalau gak ada kamu Genta" candaan Tubagus sontak mebuat aku dan kia tertawa, meski tidak tebahak-bahak
Kami sengaja bertemu di cafe untuk merayakan kelulusan, yang entah kenapa aku melihat ada raut yang janggal di wajah Tubagus
Mungkin aku terlalu percaya diri untuk membuat hipotesis jika Tubagus seperti ini karena 'kontrak pertemanan' kita akan berakhir.
Ingat peristiwa jam 22.52 ? Setelah menangis saat itu, aku hanya beralasan 'terharu' dengan perjuangan Tubagus kepada Kiara. Kemudian mulut ku spontan mengatakan "Gus, kontrak yang saat itu kita buat akan selesai, dan tidak akan aku perpanjang"
Semenjak kejadian itu, aku seringkali melihat Tubagus yang tidak fokus saat diajak ngobrol, sering melamun, entahlah pokokya banyak kegiatan yang sebelumnya jarang dia pakai di kehidupannya.
"eh udah jam 9 nih, balik duluan ya. Pak Wisnu udah jemput"
"eh Ki, foto bareng dulu" selah Genta saat melihat Kiara mulai memasukan barang-barang yang tergeletak di meja cafe
"oh iya, ayo. Pake hp siapa?"
"pake hp aku saja Kia"
"boleh Gus"
"Genta di depan, Gen"
Setelah kegiatan yang memerlukan pergatian gaya dan raut wajah itu Kia berpamitan untuk yang kedua kalinya.
"Gen, duluan aja" entah kenapa saat Tubagus mengucapkan tiga kata itu suasananya seketika berubah
"oke, kalian hati-hati"
"kamu juga ya, Gen" balasku
Beberapa menit setelah Genta pergi dari tempat duduknya, kini menyisakan aku dan Tubagus yang saat ini menatapku yang bahkan aku sendiri bingung dengan arti tatapan nya itu, sesekali dia memijit pelipisanya, kemudian kembali menatap lagi.
Dengan ragu aku mengatakan "Pulang yuk Gus"
"Rubby, aku sangat menghargai keputusan kamu. Tapi boleh aku tanya kenapa? Apa aku selama ini ada salah?"
Aku tersenyum tenang, "boleh aku jawab nanti? Kasian mba sama mas penjaga cafe nya mau pulang"
Tubagus menghela nafas kemudian mengangguk
"mau mampir beli martabak bebek dulu?"
"tidak Gus"
"mau beli sesuatu?"
"tidak ada, Gus"
"aku beli bensin dulu ya?"
"tangki bensin kamu masih penuh loh"
"itu udah berkurang satu garis"
Sampai di Pom bensin, Tubagus bilang ke 'mas' penjaganya untuk mengisi full.
"berapa mas?"
"4700, mas"
Saat mendengar nominalnya aku benar-benar terkejut. Baru kali ini aku mengisi bensin dan hanya membayar sebesar 4700 rupiah. Dan ajaibnya Tubagus membayar dengan uang 100rb, hingga tidak lama setelah itu aku menyadari bahwa Tubagus hanya sedang mengulur waktu.
Selama perjalanan pulang, tidak ada suara obrolan apapun yang muncul, hanya deru kendaraan yang lalu lalang di kanan kiri kami.
"terimakasih, Gus. Dan ini" aku memberikan sebuah surat yang sengaja aku tulis untuk Tubagus
"ini apa?"
"kamu ingin tau alasannya kan? Jawabannya ada di situ"
"aku buka sekarang?"
Aku menggeleng "nanti saja di rumah"
"oke"
"kalau gitu.. aku masuk ya Gus. Kamu hati-hati dijalan"
"Rubby, kamu bisa disini dulu sampai jam 12 malam? "
Aku melihat jam, masih sekitar 2 jam setengah lagi untuk menuju pertengahan malam.
"maksud kamu di teras sini?"
"iya, hanya sampai jam 12. Aku mohon"
Aku mengangguk sebagai jawaban setuju "di lepas helm nya, terus duduk. Aku mau bikin teh hangat dulu"
"terimakasih"
Selama membuat teh hangat untuk Tubagus, aku hanya berpikir bagaimana cara mencairkan suasana. Apa yang akan aku ucapkan jika Tubagus hanya diam? Ahh tidak tau lah, liat nanti saja.
Di luar ekpesktasi ku, saat ini Tubagus sedang menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia menangis?
"Gus?"
"Gus, kamu kenapa?"
"aku minta maaf Rubby, aku yakin aku salah sama kamu"
Aku termenung, dia membaca suratnya?
"kamu baca suratnya, Gus?"
Dia menggeleng "kamu kaya gini karena aku salah kan By? Aku akan perbaiki, tapi tolong jangan disudahi"
Ternyata masih masalah kontrak pertemanan itu, dia tidak tahu saja seberapa besar usahaku untuk menjaga profesionalitas selama 4 tahun ini.
"Gus setelah kamu baca surat tadi, kamu akan mengerti. Tidak ada kesalahan apapun Gus. Hanya saja.. yahh kamu baca saja nanti"
"maaf Rubby"
"kalo kamu tenang setelah aku bilang ku maafkan, oke aku maafkan Gus" setelah itu tidak ada suara apa apa lagi selain ingus yang dia tarik masuk oleh nafasnya.
"diminum teh nya"
Seperti euforia saat di motor tadi, hening diam dan... canggung? Seperti dapat membaca pikiranku, Tubagus bangkit "sepertinya aku harus pulang, selamat beristirahat, aku sangat menantikan keberhasilan kamu Rubby"
"hati-hati Gus, aku juga menantikan keberhasilan kamu"
Kami sama-sama tersenyum dengan luka yang disimpan masing-masing. Setiap perpisahan akan meninggalkan luka bukan?
Setelah memastikan Tubagus sudah tidak ada dalam kapasitas penglihatan ku, aku masuk ke rumah, mengunci pintu dan menangis sejadi-jadinya di dalam kamar.
Sakit sekali rasanya.
Tapi.. apakah Tubagus sudah membaca suratnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
T i t i k D i d i H
ChickLitMemang seharusnya jatuh cinta sendiri itu tidak ada.