06

26 3 4
                                    

Setelah membaca pesan singkat Tubagus, rasa perih jatuh dari sepeda belum ada apa-apanya dibanding karena jatuh cinta. Rasanya aku mengatakan "kamu sudah cukup berjuang, Gus. Gantian ya, sekarang biar aku yang berjuang, setidaknya untuk perasaanku"

Tapi aku tidak punya keberanian seperti itu, bahkan di mimpi sekalipun.

Ting!!!

Tubagus
Rubby ?

Tubagus
Selamat tidur. Tadi aku dan Kia mampir bawain kamu martabak telur bebek kesukaan kamu. Kalo tengah malem kebagun, dimakan ya

Tubagus
Kasian ibu bebeknya, calon anaknya dikocok-kocok terus digoreng. Pasti dia sedih kalo calon anaknya terbuang sia-sia

Tubagus
Kata Pakde kamu udah tidur, makannya kita langsung pamit

Semakin lama Tubagus memang semakin aneh, ruang lingkup humornya pun sudah meluas. Diluar kapasitas manusia normal pada umumnya.

Berpikir terlalu lama ternyata berefek samping kantuk, tanpa ku sadari matahari sudah menunjukkan keberadaannya dilangit. Waktu sudah menunjukkan pukul 08.16 wib

Dan kabar buruknya, tubuhku bertambah kaku. Bahkan karena lukanya benar-benar mengering , bagian lutut dan sikutku tidak bisa ditekuk.

Baru semalam aku bilang kalau jatuh dari sepeda belum ada apa-apanya, ternyata aku salah. Keduanya sama-sama tidak menyenangkan.

Tuk tuk tuk

"Rubby.. Nduk?  Sudah bangun?  Ayah masuk ya.. "

"masuk Yah.. "

"kamu gausah masuk kuliah dulu ya? Nanti ayah kirim surat"

"Ayah ganteng,  Rubby kan sudah kuliah,  surat surat begitu gak diterima lagi,  kecuali pakai surat dokter. Rubby juga hari ini ada kuis"

"yasudah,  ayo ke dokter"

"gak bisa Ayah.. hari ini Rubby ada kuis"

"kamu ini kalo dibilangin susah"

"loh.. bukan Rubby yang susah dibilangin, Yah. tapi memang keadaannya yang susah"

"yasudah kamu mandi,  ayah sudah belikan nasi kuning"

"siap komandan"

Aku berangkat diantar ayah dengan motor vespanya yang lama disimpan di garasi,  dan berefek tremor selama perjalanan.

"motornya butuh diservis, Yah. Tubuh Rubby geter-geter daritadi"

"lama dianggurin ya begini, nanti deh ayah bawa ke bengkel pak haji"

"yaudah kalo gitu Rubby masuk ya Yah, hati-hati"

"siap tuan putri"

. . .

Pincang, satu-satunya kata yang bisa mendeskripsikan bagaimana aku sekarang.

"RUBBY"

Gawat, itu Kia.

"kamu kenapa? Kok jalannya pincang?"

"oh , ini aku lagi cosplay jadi domba yang kakinya tertembak pemburu"

Diam sejenak,  ekspresi Kia berubah. Bukan perubahan dari cemas ke tertawa,  tapi dari cemas ke kecewa "aku serius ya Rubby"

Aku menyerah, "jatuh dari sepeda"

"kok bisa?"

"itu .."

"apa?" kali ini bukan Kia yang bertanya, tapi Tubagus. Kebetulan yang luar biasa.  Aku bertemu dua orang yang aku hindari secara bersamaann. Posisi Tubagus saat ini tepat dibelakangku, dengan mimik wajah datarnya.

aku tau dia marah.

"maaf ya" akhirnya cuma itu yang keluar dari mulut ku, mau bohongpun percuma.

Tubagus dan Kia hanya menghela nafas.

"Di gendong aja Bya nya, Gus"

Tubagus sudah bersiap dengan posisi jongkoknya untuk mempermudah aku naik dipunggungnya.

"Gausah Kia, aku bisa jalan"

Setelah mendengar penolakan ku, Tubagus dan Kia pergi begitu aja. Benarkan ? Mereka kalau marah mirip iblis dengan tanduk merah di kepala.

Berjalan tertatih-tatih pastinya jadi bahan perhatian orang-orang,  sesekali orang yang mengenalku bertanya "kenapa?" dan banyak juga yang seakan tak acuh. Aku yakin bukan karena tidak peduli,  tapi memang kami tidak saling mengenal. Akan terlalu canggung kalau tiba-tiba mereka bertanya "kenapa" bukan?

"loh Rubby,  kamu kenapa? di tembak pemburu?"

Itu Genta,  teman dekat satu jurusan Tubagus. Salah satu faktor pencetus timbulnya humor tubagus yang bisa dibilang aneh?

"jatuh dari sepeda Gen?"

"kok bisa?"

"aku kabur dari pemburu"

Genta tertawa, dengan candaan ku yang tidak seberapa.  Bahkan tidak lucu rasanya.

"Sebentar ya,  kamu tunggu disini"

Tiba-tiba genta datang bawa sepeda berwarna tosca yang entah dia ambil darimana

"naik deh,  aku anter kamu sampe depan fakultas"

"gausah Gen"

"jangan bandel,  aku disuruh Tubagus.  Tapi kamu jangan bilang-bilang"

Sejenak aku tersenyum

"terimakasih, Genta"

"kasih diterima, Rubby"

"pegangan By,  kan gak lucu kalo kamu jatuh dua kali dari sepeda"

"iya, Gen"

Setelah sampai di kelas,  aku melihat Kia yang sibuk dengan bukunya,  aku tau dia tidak membaca.  Hanya.. mengalihkan perhatian mungkin (?)

Akupun kalut dengan pikiranku, aku sebenarnya kesal, salahku dimana? memangnya siapa yang mengharapkan jatuh dari sepeda?  Aku?  Tidak sama sekali.

Tapi akal sehatku seolah berkata "mereka hanya khawatir".

Mengalah, mengesampingkan ego adalah tindakan yang terbaik saat ini. Aku membuat grup chat dengan nama "MAAF YA", lalu mengundang Tubagus dan Kiara di dalamnya.

Aku minta maaf ya..

Lain kali aku akan lebih hati-hati

Kurang lebih seperti itu pesan teks yang ku kirim.  5 menit belum ada balasan sama sekali,  padahal keduanya sudah membaca.

Aku minta maaf

Dan..

Janji akan sembuh dengan cepat

Kiara
Oke,  maaf dan janji diterima!

Tubagus
Iya,  lain kali jangan jatuh lagi

Terimakasih, :)

Ting!!!

Kali ini ada pesan masuk,  tapi bukan dari grup "MAAF YA" yang aku bikin beberapa menit yang lalu, dari Tubagus.

Tubagus
Lain kali,  jangan tolak bantuanku ya..

Tubagus
pulang sama aku ya, motor pakde masih di servis katanya..

Iya..

Tubagus
Kamu pulang jam berapa?

Jam 13.15

Tubagus
Oke kalo gitu aku anter Kia pulang dulu, tapi tenang tuan putri,  saat anda keluar fakultas saya sudah siap di depan..

Harusnya aku sudah sadar kalau bertemu mereka secara bersamaan itu bukan sebuah ketidaksengajaan. Tubagus benar-benar melanjutkan perjuangannya,  jadi aku tidak bisa apa-apa.

T i t i k  D i d i HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang