CHAPTER 10

140 16 3
                                    

Keheningan menemani sunyinya malam yang terasa dingin. Wanita dengan surai merah muda sebahu yang kini sedikit lebih panjang itu, hanya bisa diam dan memperhatikan seseorang yang masih setia terpejam dalam damai.

Belum ada tanda-tanda orang itu akan sadar dalam waktu dekat. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain duduk dan berharap. Tidur pun rasanya tidak nyenyak. Entah apa yang harus dia lakukan setelah tahu bagaimana kondisi lelaki itu saat ini.

Tubuh yang dulu terlihat tegap dan berwibawa itu kini terbaring lemah di hadapannya. Dan tanpa seorang pun peduli padanya. Sebegitu kejam kah dunia ini padanya?

Tangan yang dahulu pernah memeluknya, memberikan kehangatan yang hampir serupa dengan orang terkasih, kini terlihat memilukan dengan berbagai selang berisi cairan yang entah akan membantu atau tidak. Dia pun tidak mengerti mengapa hatinya terasa begitu sakit melihat pemandangan ini.

Semua yang dokter katakan entah kenapa terdengar lebih mengerikan dibandingkan dengan kabar kematian Izuna kala itu. Dia takut. Sakura takut akan kemungkinan terburuk yang telah ia dengar beberapa waktu lalu. Dan fakta bahwa Sasuke bahkan tidak pernah merasakan kebahagiaan selama ini.

Lelaki itu tersiksa, namun berusaha terlihat baik-baik saja meski mungkin jiwanya sudah tak lagi mampu merasakan mana kebahagiaan yang sesungguhnya.

"Maafkan aku," berusaha menahan air mata pun percuma ia lakukan. Dadanya terlalu sesak dan lelah. Biarkan dia menangis untuk malam ini, menyesali semua perlakuan yang telah ia berikan pada sang suami yang tidak pernah melakukan kesalahan padanya. "Maafkan aku. Kumohon sadarlah."

Semakin erat genggaman tangannya, semakin dalam pula ia menundukkan kepala dan membiarkan air mata itu terus mengalir membasahi pakaian yang telah ia ganti. Menyalahkan dirinya sendiri dan menyesal.

****

Pandangannya masih samar seiring kelopak mata yang kian terbuka lebar. Pemandangan pertama yang dia lihat hanya langit-langit kamar yang tidak terlalu asing baginya. Dan rasa sakit di kepala serta beberapa bagian tubuhnya yang tak luput dia rasakan.

Terdiam selama beberapa saat, meresapi setiap oksigen yang masuk ke dalam paru-parunya. Setidaknya dia harus bersyukur karena masih bisa menghirup oksigen sedikit lebih lama. Entah kapan sensasi ini akan berhenti dan tidak pernah bisa ia rasakan lagi.

Mengedarkan pandangan ke segala arah, dia tidak mendapati siapa pun di ruangan ini. Sedikit rasa lega melingkupinya karena tidak mendapati eksistensi Sakura di sana. Mengingat terakhir kali dia bertemu wanita itu sebelum tak sadarkan diri. Dia lebih senang sendiri dan tidak membebani orang lain dalam kondisi seperti ini.

Menerawang keluar jendela yang sedikit basah dia kembali teringat pada gadis kecil yang ia temani waktu itu. Bagaimana kabarnya sekarang? Bagaimana kondisinya saat ini? Apakah pengobatannya berjalan lancar? Dan berbagai pertanyaan lain yang ingin dia sampaikan pada dokter atau mungkin perawat nanti.

Pada akhirnya dia kembali termenung dan diam, tertelan dalam rasa takut yang tiba-tiba menghampirinya. Bohong jika dia selama ini tidak takut dengan kematian. Dia takut jika tidak ada seorang pun di sampingnya ketika hal itu terjadi. Meski dia sudah terbiasa sendiri, dalam sunyi pun ketakutan itu pasti akan hadir. Sama seperti mimpinya selama ini yang belum bisa ia atasi sampai sekarang.

Pintu ruangan itu terbuka perlahan, dan menampilkan sosok perempuan dengan balutan pakaian sederhana. Lelaki yang masih terbaring itu tidak menampilkan perubahan apa pun selain matanya yang terbuka dan nampak sayu. Seketika perempuan yang baru saja tiba itu, langsung melangkah mendekat dengan debaran haru yang menyelemuti.

Langkah kakinya kian mendekat meski tatapan sang pria belum beralih padanya. Tidak dimungkiri bahwa Sakura benar-benar merasa lega saat ini. Setelah dua hari tidak sadarkan diri, akhirnya Sasuke membuka mata dan terlihat lebih baik.

Not AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang