CHAPTER 2

309 32 0
                                    

Malam ini terasa begitu sunyi. Matahari sudah terbenam sejak beberapa jam yang lalu, menjadikan langit yang tadinya cerah menjadi gelap. Namun hal itu tidak diindahkan oleh seseorang yang tengah duduk dalam diam, di dalam kamar yang gelap, seorang diri. Ia tengah merenung. Memandang satu-satunya foto yang ia miliki dari orang yang sangat ia cintai.

Menghela napas sejenak sebelum mengembalikan potret itu pada tempatnya. Dan memilih untuk keluar kamar, menemui keluarganya.

Melangkahkan kakinya menuruni setiap undakan tangga di rumahnya yang cukup luas itu, menuju ruang makan. Terlihat keluarganya sudah berkumpul, bersiap untuk menyantap hidangan yang sudah disiapkan oleh ibunya.

"Oh... kau sudah kemari ternyata, Ibu baru saja akan memanggilmu jika kau belum turun," tegur ibunya setelah meletakkan lauk terakhir di meja makan. "Cepat duduk!, Ayahmu sudah kelaparan sejak tadi."

Sakura terkekeh mendengar lelucon dari ibunya. Segera dia menurutinya, sebelum semuanya kelaparan karena dirinya. Mengambil nasi dan lauk yang akan ia makan, dan memakannya dengan tenang.

Namun suara ayahnya menginterupsi kegiatan makannya. Membuat atensinya sepenuhnya beralih pada sang ayah.

"Teman Ayah akan datang berkunjung besok. Ku harap kau tidak ada acara besok pagi, besok akhir pekan kan?," mendapat respon anggukan kepala dari putrinya, dia melanjutkan berbicara. "Bagus. Ada yang ingin mereka bicarakan, dan ini menyangkut tentang masa depanmu."

Sakura terdiam selama beberapa detik, dia tahu ke mana arah pembicaraan ini. Dan dia hanya memilih untuk menganggukkan kepala, kemudian melanjutkan makan malamnya yang sempat terganggu karena perkataan ayahnya.

Setelah selesai makan malam, Sakura membantu membereskan peralatan makan lalu mencucinya. Namun, kegiatannya terpaksa berhenti karena sang ayah memanggil. Menghentikan kegiatannya lalu menghampiri sang ayah yang sedang menikmati teh buatan ibunya. "Ada apa Ayah?" memilih untuk duduk di kursi sebelah ayahnya.

"Kau masih ingat apa yang Ayah katakan tadi?", melihat putrinya mengangguk dia melanjutkan berbicara. "Sebenarnya, Ayah ingin menjodohkanmu dengan putra teman Ayah. Keluarganya akan datang kemari besok. Dan ku harap, kau mau menerimanya. Dia orang yang baik, sukses, dan Ayah mengenal baik keluarganya." Dia hanya berharap, putrinya mau menuruti permintaannya kali ini. Karena, yang dia tahu semua teman putrinya itu sudah menikah. Dan baginya pemuda yang akan dia jodohkan dengan putrinya ini adalah orang yang baik.

"Jika menurut Ayah orang itu baik, ku rasa aku tidak keberatan." Dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Dia hanya tidak ingin membuat orang tuanya sedih untuk kedua kalinya. Tidak lagi. Cukup saat itu yang terakhir. Saat dimana Sakura menderita, karena kehilangan orang yang dicintainya.

Mendengar jawaban dari putrinya Kizashi merasa sangat senang. "Jadi kau mau menerima perjodohan ini?"

"Ku rasa tidak ada salahnya. Menurut Ayah dia orang yang baik, kan?, aku percaya pada pendapat Ayah." Mungkin dengan cara ini dia bisa melupakannya. Dengan cara ini, mungkin dia bisa membuat orang tuanya tenang. Dengan cara ini, mungkin dia bisa mengobati luka di hatinya. Berharap setelah ini semua, tidak akan ada luka yang bersarang di hatinya lagi. Tidak ada lagi kesedihan di hatinya, juga hati keluarganya. Sakura berharap, semoga dengan ini semua luka yang ia derita berakhir.

                               ****

Pintu masuk sudah di depan mata, namun dia masih tak bergeming dari tempatnya berdiri. Menatap dalam diam pintu besar di depannya. Entah apa yang dia pikirkan, meyakinkan dalam hati bahwa malam ini akan baik-baik saja. Setelah menghela napas yang ke sekian kalinya, ia memutuskan untuk membuka pintu besar itu dan melangkah memasuki rumah yang bertahun-tahun telah menjadi tempat tinggalnya dulu. Dan yang harus ia tinggalkan karena hal yang tak sanggup ia hadapi.

Not AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang