CHAPTER 4

177 23 0
                                    

Bagi Sasuke semua tentang dirinya hanya dia sendiri yang akan tahu. Menyimpan semua rahasianya untuk dirinya sendiri. Dan ketika ada eksistensi lain yang melihatnya di tempat ini, dia bingung. Sempat tidak bisa mempertahankan raut datarnya karena terkejut, walau hanya sekian detik tapi dia tahu perempuan itu melihatnya.

Menghalau rasa gugup yang tiba-tiba menyergapnya, Sasuke memutuskan untuk mengakhiri obrolannya dengan temannya saat ini dan memilih untuk menyapa kedua perempuan yang masih menatapnya dalam diam.

Melihat langkah kaki itu mengarah kemari Sakura justru memilih untuk menundukkan kepalanya. Menatap pada sepasang sepatunya yang sedikit kotor karena kubangan air di halaman rumah sakit tadi.

Tidak disangka lelaki ini sudah sampai di depannya. Mereka sudah pernah bertemu sebelumnya, namun hanya karena dia menemani Sai, suaminya. Ino tidak tahu harus bereaksi seperti apa sekarang.

"Selamat siang." Sasuke yakin nada bicaranya masihlah datar seperti biasa, dan hal itu selalu membuat orang lain merasa tidak nyaman bicara dengannya. Namun ia tidak pernah mau berpura-pura, memang seperti ini sifatnya.

"Ngg, selamat siang," grogi dan bingung menjadi satu. Tidak ada tanda Sakura akan bergabung dalam obrolan. Jeda sejenak sebelum Ino melanjutkan sambil mencoba menatap lawan bicaranya. "Aku tidak menyangka bisa bertemu lagi dengan Anda. Tapi, maaf jika aku lancang, Anda sedang apa di sini?"

Sasuke mengernyit, berusaha mencari jawaban yang tepat selagi matanya melirik Sakura yang masih belum mengalihkan perhatian pada sekitar. "Mengunjungi teman," baginya itu sudah masuk akal. Merasa bahwa kehadirannya membuat mereka merasa tidak nyaman dia memutuskan untuk pergi. "Kalau begitu aku pergi dulu." Menunduk sedikit kemudian melanglah pergi setelah mendapat balasan sama dari Ino.

Akhirnya Ino bisa bernapas dengan lega. Bertemu dengan salah satu rekan bisnis suaminya bukanlah hal yang buruk. Tapi akan berbeda ceritanya jika ia hanya sendiri tanpa suaminya di sini. Membuatnya merasa terintimidasi, apalagi Sasuke adalah calon pendamping sahabatnya. Dan itu yang membuatnya heran. Kenapa Sakura justru terdiam.

Sakura masih bingung dengan sikapnya. Baginya itu yang terbaik, tapi bagaimana dengan pria itu. Tidak bisa, mau seberapa keras dia mencoba dia tetap tidak pernah mampu melihatnya.

Melihat Sakura yang masih tidak bergeming, Ino mulai jengah. "Hei," dan benar saja, sahabatnya itu terkejut hanya dengan tepukan ringan yang ia berikan. "Ayo pulang." Lebih baik mereka segera pulang sekarang. Di luar terlihat mendung mulai menggulung tebal sekali.

Langsung saja ia menuruti apa yang Ino katakan. Mereka harus segera pulang sekarang. Sakura melangkah mengikuti Ino yang berada agak jauh di depannya. Sampai sekarang dia masih mencoba menghalau rasa bersalah yang entah sejak kapan dia rasakan. Dia benci ini.

Mulai membuka pintu mobil namun gerakannya terhenti karena Sakura masih saja melamun. Mereka sudah ada di halaman rumah sakit, tapi kenapa kesadaran Sakura seakan masih tertinggal di dalam. "Sakura, mau sampai kapan kau akan melamun?"

Sakura tersentak karena panggilan itu. Dia tidak sadar karena telah melamun. Mengabaikan pemikiran yang masih kacau ia langsung mengikuti Ino masuk ke dalam mobil. Penghangat dalam mobil berhasil membuatnya sedikit tenang. Menyandarkan kepala pada jok mobil ia menikmati pemandangan dari jendela dalam diam.

Mobil mulai melaju membelah jalanan Tokyo yang sedikit padat akibat jam pulang kerja. Ino masih fokus mengemudi. Walaupun diamnya Sakura bukan hal biasa, dia tidak mau mengganggunya. Sahabatnya butuh waktu sendiri.

Dia tidak ingin orang lain terluka karena lukanya. Mendengar deru mesin yang mulai berhenti dia mengamati sekitar. Sejak kapan mobil ini telah sampai di pekarangan rumahnya. Sakura memandang Ino, dari tatapan itu Sakura tahu Ino khawatir.

Not AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang