CHAPTER 6

145 20 5
                                    

Sakura terbangun ketika matahari sudah hampir terbenam. Menyadari hal itu, dia segera bangun dan beranjak untuk membersihkan diri, kemudian menyiapkan makan malam.

Sementara itu, Sasuke kembali dengan raut yang sulit diartikan. Dengan ponsel dalam genggamannya, dia melangkah dengan gontai. Mendapati tempat tidur itu telah kosong, Sasuke meletakkan ponsel yang ia genggam di sana, seperti sedia kala.

Miris, dia tertawa dalam hati. Bagaimana bisa dia jatuh ke dalam tipuan yang sama berulang kali. Kembali dia memasang raut datar di wajahnya, lebih baik dia segera turun. Membuat kopi panas mungkin pilihan terbaik sembari menunggu makan malam tiba.

Tiba di lantai bawah, dia mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Tanpa ragu dia melangkah dan membuka pintu. Sempat dia terkejut karena mendapati ayahnya yang berdiri di sana di kala hari mulai senja.

"Ada yang ingin aku dengar darimu. Sekarang."

Tanpa menunggu persetujuan dari pemilik rumah, ayahnya masuk ke dalam menuju ruangan yang sudah ayahnya hafal di luar kepala. Sasuke hanya mampu mengikuti dalam diam.

Membiarkan ayahnya melangkah di depannya, memasuki ruang pribadinya, dan menutup pintu setelah dirinya masuk.

"Data keuangan yang kau berikan padaku berbeda dengan apa yang bawahanku kirimkan. Ada pengeluaran yang tidak sesuai dengan keperluan perusahaan, kemana dana itu pergi?"

Raut wajah ayahnya terlampau dingin dari biasanya. Dia tahu ayahnya akan murka jika mengetahui hal ini, asistennya juga sudah memperingatkan. Tapi mau bagaimana lagi, Sasuke memang keras kepala. "Aku pinjam. Maaf karena aku tidak mengatakannya."

Fugaku mendengus keras. Dengan mudah anak ini mengatakan dana itu dia pinjam, tanpa izin darinya. Dia sungguh tidak bisa mengontrol emosinya kali ini. Jika orang kepercayaannya tidak memberi tahu, perusahaannya akan rugi tahun ini. Karena emosinya sudah meluap, tanpa sadar tamparan itu melayang dengan keras.

Panas mulai menjalari pipi kirinya. Bukan pertama kali baginya tamparan itu dia dapatkan. Membiarkan napasnya tertahan dia menunduk dalam diam. Dia yang salah.

Hembusan napas kasar menutup pembicaraannya kali ini, beserta sebuah kalimat yang ia berikan pada putranya, "Aku tahu kau bisa mengembalikannya, jadi segera lakukan." Melangkah meninggalkan ruangan itu, tanpa perlu mengkhawatirkan apapun lagi.

Dia tidak apa-apa, dia baik-baik saja. Sasuke sudah terlanjur terbiasa dengan hal seperti ini, dia hanya berharap, semoga Sakura tidak mendengar atau yang lebih parah melihat hal ini. Mencoba menarik napas perlahan, mengaturnya kembali normal sebelum pergi dari ruangan ini.

Ayahnya sudah pergi, pintu itu sudah tertutup lagi. Meski begitu rasa kebas pada pipinya belum sepenuhnya hilang. Begitu juga luka baru dalam hatinya yang kian bertambah, semakin membuat napasnya sesak dan kepalanya sakit.

Memalingkan pandangannya dari pintu rumah, dia mendapati Sakura terdiam dengan pandangan terkejut sekaligus khawatir. Apa yang harus dia katakan sekarang?

****

Bohong jika dia tidak mendengar suara sekeras itu. Dia mendengarnya. Dan dugaannya benar, melihat Sasuke turun dengan bekas tamparan yang masih terlihat itu, dia bingung. Memutuskan untuk mendekat, dan tanpa sadar tangannya bergerak menyentuh bekas itu perlahan.

Sasuke hanya terdiam, meresapi usapan lembut itu pada wajahnya tanpa mengatakan apapun. Memakukan pandangannya pada mata hijau teduh itu sedalam yang ia mampu. Tapi dia sadar, bukan dirinya yang perempuan ini lihat.

Entah bagaimana rasa khawatir itu tiba-tiba muncul dalam hatinya. Sebelum dia menemukan jawaban, tangannya sudah lebih dulu diturunkan oleh Sasuke. Pria itu menurunkan tangannya perlahan, menatap dalam diam tanpa Sakura mengerti arti tatapan itu padanya.

Not AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang