Ucapan Azuan benar.
Sang pelatih dengan mudahnya memasukkan dirinya ke dalam tim inti setelah Azuan mengajukan diri dengan alasan ingin memajukan tim sekolah agar bisa membawa piala kemenangan di pertandingan yang akan di adakan dua bulan lagi.
Gue nggak tau si Josh udah ngasih tau tentang masalah tadi ke pelatih atau enggak. Yang jelas, keputusan pelatih membuat gue senang karena akhirnya gue terbebas dari Josh yang selalu menyulitkan gue selama bersekolah disini.
Tentunya gue nggak lupa untuk mengucapkan terima kasih sama Azuan. Semenjak kedatangannya semuanya menjadi lancar, dan gue merasa kalo Azuan adalah malaikat penolong gue walaupun gue sadar dia cuma cowok biasa yang dengan rasa iba-nya menolong gue dari teror Josh yang selalu merundung gue.
Gue pun nggak berharap lebih. Gue nggak mengharap apapun darinya karena gue sadar diri gue nggak pantes untuk mengharapkan sesuatu seperti berkencan ataupun melakukan hal yang lebih dari sekedar teman.
Ya pokoknya, gue nggak akan berusaha untuk mendapatkan Azuan walaupun faktanya dia ganteng dan baik sama gue. Cukup jadi teman, itu udah melengkapi kebutuhan gue yang selama ini gue butuhkan.
Tapi kalo secara kebetulan Azuan minta gue jadi pacarnya. Gue juga nggak akan ragu untuk menerimanya.
Oke, kembali ke keadaan setelah gue sama Azuan berbicara panjang pada pelatih yang mulutnya nggak berhenti mengeluarkan kata-kata pujian untuk Azuan karena keahliannya yang mahir dalam berolahraga.
Gue nggak tau dan nggak ngerti kenapa sampai saat ini Azuan masih menggandeng tangan gue bahkan setelah kita udah masuk ke kamar untuk beristirahat.
Gue juga nggak mau membuatnya sadar sih. Karena tangannya terasa pas dan hangat saat tangan itu meremas tangan gue yang tentu saja membuat gue kegirangan yang hanya bisa gue lakukan dalam hati.
Tapi sayangnya tautan tangan kami harus terlepas, saat Azuan menyadari sebuah lemari yang masih menjadi pembatas antara kasur gue dan dirinya. Dia mengamati lemari itu, lalu kemudian menoleh ke arah gue untuk berkata.
"Karena sekarang kita udah jadi temen dan gue juga nggak masalah sama orientasi elo. Jadi kita singkirin lemari ini ya? Biar enak gitu." ujarnya yang hanya gue balas dengan anggukan kecil saja.
Setelahnya gue membantunya untuk menggeser lemari tersebut ke tempat semula-sebelum dirinya datang-yang membutuhkan waktu beberapa menit sampai akhirnya lemari tersebut sudah berdiri menempel pada tembok dan membuat isi kamar menjadi terlihat lebar dengan gue yang bisa melihat dengan jelas sosok Azuan yang sedang beristirahat di kasurnya.
Dia terlihat kelelahan, dengan keringat yang membasahi dahi dan lehernya membuatnya dengan perlahan melucuti bajunya untuk menghilangkan rasa gerah pada tubuhnya.
Gue yang melihatnya segera mengalihkan pandangan gue. Enggan menatapnya takut-takut gue merasakan napsu yang nggak seharusnya gue rasakan. Karena bagaimanapun gue ini homo, dan kehomoan gue itu udah tingkat tinggi. Yang mana kalo liat cowok nggak pake aja gue bisa sangek. Jadi pemandangan yang ada di depan gue sangat enggak baik buat kesehatan dedek yang ada di selangkangan gue.
"Eh? Gue buat lo nggak nyaman ya? Maaf." ujarnya setelah menyadari gue yang menghindari temu-tatap dengannya.
Gue tertawa kecil, merasa canggung dengan pertanyaannya. Namun pada akhirnya gue mengangguk karena bagaimanapun gue bakal terus merasa nggak enak kalo setiap kali Azuan melakukan hal yang sama. Bisa-bisa nanti gue punya pikiran jahat dan ingin mencoba untuk menyentuh tubuhnya.
"Tapi nggak papa kok. Kalo lo emang gerah, gue bisa keluar dulu." ucap gue cepat, lalu kemudian bangkit untuk bersiap keluar dari kamar.
Namun saat gue hendak meraih gagang pintu. Azuan menahan gue, memegangi tangan gue yang mana hal itu membuat gue menoleh dan mendapatinya dengan tubuh yang tanpa baju serta keringat yang sudah membasahi bagian dadanya yang bidang hingga perutnya yang berotot.
Gue seketika sulit menelan ludah. Jantung gue berdebar apalagi saat mata gue tertuju pada puting payudaranya yang terlihat menggoda. Membuat gue menahan napas sebelum akhirnya memejamkan mata.
"Maaf, gue ngeliatin badan lo kayak gitu." ujar gue cepat sambil menggelengkan kepala.
Bukannya Azuan melepaskan tangannya pada lengan gue supaya gue bisa pergi. Azuan malah terkekeh kecil yang membuat gue perlahan membuka mata saat merasakan tarikan kecil pada lengan gue.
"Nggak apa. Santai aja. Gue nggak masalah kok kalo lo natep gue ke arah sana. Lagian wajar kan kalo lo napsu ngeliat tubuh gue, secara lo kan...ya gitu lah." ujarnya.
"Jadi lo nggak usah kabur-kaburan kalo gue lagi ngadem gini. Kalo lo emang pengen liat, ya liat aja. Kalo mau megang pun boleh. Nih." tambahnya yang dengan cepat mengangkat tangan gue ke arah tubuhnya dan meletakkan telapak tangan gue pada bagian perutnya yang membentuk sebuah otot.
Jantung gue berdetak tambah cepat, merasakan aliran darah gue yang berdesir kala Azuan dengan gerakan perlahan menggeser telapak tangan gue sehingga kini tangan gue seolah mengelus tubuhnya yang berakhir pada bagian payudaranya yang sedikit berisi.
Gue menelan ludah merasakannya. Ini diluar dugaan gue. Gue pikir Azuan bakal jijik dan menyuruh gue keluar. Ternyata dia malah membiarkan gue menyentuhnya dan bahkan mengelus tubuhnya yang berkeringat itu.
Tapi saat gue merasakan bagian bawah gue membesar dan mengeras. Gue menarik tangan gue dari tubuhnya, lalu kemudian pamit sebelum akhirnya gue berbalik dan membuka pintu berniat pergi dari sana.
Namun sebelum gue bener-bener pergi. Gue mendapati sosok Josh yang menatap gue dengan tatapannya yang datar lalu bergantian menatap Azuan yang ada di belakang gue.
Gue nggak tau kalo dari tadi dia berdiri di balik pintu. Dan gue pun juga bingung, karena yang dia lakuin cuma diem sambil tatapannya yang mengarah gue dengan tajam.
Gue awalnya merasa takut. Tapi mengingat kini dia nggak bisa seenaknya lagi sama gue. Membuat gue perlahan berani lalu dengan cepat berlalu dari sana menuju kamar mandi untuk menjernihkan pikiran gue sekaligus memenuhi hasrat gue yang udah di ujung tanduk.
Namun niat gue harus tertunda, saat gue rasakan bahu gue di tahan oleh seseorang dan membuat gue berbalik untuk menghadap orang tersebut yang ternyata sosok Josh yang kini dengan cepat meraih satu tangan gue yang bekas menyentuh tubuh Azuan.
Gue menatapnya bingung, tapi gue nggak bisa berkata apapun selain memperhatikannya yang saat ini mengeluarkan sebuah sapu tangan dari saku celananya yang kemudian ia gunakan untuk mengelap telapak tangan gue yang kini ia pegang secara hati-hati dan perlahan.
Gue nggak tau apa maksudnya. Yang jelas, saat dia selesai melakukannya, dia berkata.
"Bakteri harus di basmi sebelum merambat jadi infeksi." ucapnya. Dengan suara yang datar begitu juga ekspresinya. Setelahnya dia berlalu begitu saja meninggalkan gue yang bengong menatapnya yang mampir ke tempat sampah terdekat untuk membuang sapu tangan yang ia gunakan untuk mengelap telapak tangan gue.
Setelah itu sosoknya udah nggak terlihat lagi yang ngebuat gue menghela napas karena gue nggak ngerti sama jalan pikirannya. Dan karena itu pula lah niat gue yang awalnya mau masturbasi jadi batal, karena perasaan sange itu hilang digantikan rasa bingung akibat ulah Josh tadi.
Kembali menghela napas panjang. Gue pun berbalik, lalu berjalan dengan lesu untuk pergi ke sembarang arah berniat menyendiri karena saat ini kamar gue sudah ada orang lain yang membuat gue nggak menyendiri disana lagi.
Entahlah, gue tiba-tiba merasa bosen dengan semuanya.
• • •
to be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
ROOMMATE [END]
General Fiction"Eh, maaf, maaf. Tunggu diluar dulu ya, biar gue beresin dulu." ucap gue cepat dan segera mendorong tubuhnya keluar dari kamar. Setelahnya gue menutup pintu sambil memukul kepala gue sendiri merasa bodoh karena sudah menempel poster-poster cowok gan...