Lima

35.5K 4.9K 1.2K
                                    

Latihan pertama sejak tim rugby udah final dipilih pun dimulai.

Gue yang awalnya berniat bersantai seharian karena hari ini libur harus tertunda demi memenuhi keinginan Azuan yang meminta gue agar menemaninya latihan dengan alasan gugup yang gue tau itu cuma alasan aja supaya gue nggak bersantai di kamar.

Sebenarnya sih gue nggak keberatan. Karena semenjak Azuan masuk ke dalam tim inti, seluruh murid disekolah ini udah mengabaikan gue dan nggak memandang gue rendah lagi. Karena mereka menganggap gue sebagai teman akrab Azuan yang sudah telak mengalahkan Josh beberapa hari yang lalu.

Mengalahkan bukan dalam hal bertarung sih. Tapi tetep aja si Josh jadi kicep gegara dia harus menepati janjinya saat Azuan berhasil masuk ke tim inti.

Dan disinilah gue sekarang. Duduk diam sambil memperhatikan beberapa murid yang berlatih di lapangan. Nggak semuanya sih. Gue cuma fokus perhatiin Azuan doang yang emang cara dia bermain bener-bener hebat karena beberapa kali dirinya berhasil mencetak skor yang membuat pelatih bangga dan terus memujinya.

Gue yang emang nggak punya minat sama dunia olahraga pun cuma bisa senyum dan sesekali bertepuk tangan agar Azuan bersemangat. Hingga akhirnya latihan selesai gue berdiri untuk menyambut Azuan yang saat ini berjalan ke arah gue untuk sekedar menyapa gue.

Gue yang udah siap dengan sebotol air mineral yang gue bawa dari kamar pun berniat ingin memberikannya setelah berada dekat dengan jarak gue.

Namun saat gue hendak mengulurkan botol min itu ke arah Azuan. Tiba-tiba sebuah tangan menyambar botol itu yang membuat gue cukup terkejut dan langsung menoleh ke asal tangan itu yang ternyata ulah Josh yang saat ini sudah membuka segel botol tersebut untuk ia minum hingga habis tak bersisa.

Gue mau marah, tapi nggak bisa gue pungkiri kalo gue juga terpesona melihat caranya minum dengan jakunnya yang naik turun dan terlihat sangat menggoda untuk gue sentuh apalagi dengan keringat yang membanjiri wajah dan juga lehernya. Membuat gue cuma bisa diam sampai akhirnya Josh mengembalikan botol itu dalam keadaan kosong tak bersisa.

Lalu setelahnya dengan wajahnya yang datar Josh berkata. "Thanks." ujarnya, yang kemudian berbalik untuk berlari pergi meninggalkan gue yang cuma bengong menatapnya sampai Azuan tiba dan menyapa gue.

"Dia ngapain?" tanya Azuan. Membuat gue sadar dan menatap ke arahnya.

"Enggak. Dia cuma bilang kalo lo mainnya bagus tadi." ujar gue berbohong.

"Yakin? Perasaan pas latihan tadi dia berusaha banget buat nyenggol gue supaya gagal nyetak skor." balas Azuan yang memang tadi Josh berperan sebagai lawan dalam latihan.

Gue mengedikkan kedua bahu gue lalu tersenyum menanggapi ucapannya. Setelahnya gue menaruh botol kosong yang Josh minum tadi untuk menggantikannya dengan botol yang baru agar Azuan bisa meminumnya.

Namun hal serupa kembali terjadi.

Entah munculnya darimana, tiba-tiba tangan Josh kembali mengambil botol minum yang baru mau gue serahkan ke arah Azuan dan mengangkat botol itu perlahan sambil dengan senyum tipis yang ia keluarkan untuk kemudian berkata.

"Thanks, lagi." ucapnya. Lalu tanpa rasa malu ia berbalik dan pergi ke arah yang sama seperti sebelumnya.

Gue yang mendapatkan perlakuan itu lagi-lagi cuma bisa diam. Gue bingung atas apa yang Josh lakukan dan hanya bisa menghela napas sambil perlahan menatap ke arah Azuan yang matanya tak lepas menatap arah menghilangnya sosok Josh berada.

"Gue heran sama jalan pikiran itu bule." gumam Azuan yang bisa gue denger dengan jelas. Ia mengalihkan pandangannya ke arah gue yang membuat gue dengan cepat mengangguk merasa setuju dengan gumaman nya barusan.

"Udah yuk ke kamar aja. Gue capek." ujar Azuan, lalu tanpa ragu meraih tangan gue untuk ia genggam dan menariknya pelan meminta gue untuk mengikuti langkahnya menuju kamar asrama kami berdua.

Gue nggak keberatan dan malah merasa deg-degan dengan apa yang Azuan lakukan. Ditambah dengan bisikan siswa-siswa yang memperhatikan membuat gue menjadi malu dan hanya bisa menunduk sambil terus mengikuti arah yang Azuan tunjukan sampai akhirnya sampai di depan pintu kamar kami berdua.

Azuan belum melepaskan genggaman tangannya pada tangan gue. Dia pun nggak langsung membuka pintu kamar, dia memilih untuk berbalik menghadap gue dan memasang senyum hangat yang membuat gue bertambah panas merasakan debaran jantung gue yang kian bertambah cepat.

Gue nggak tau apa yang bakal di lakukannya, karena saat ini gue lagi menunduk dan kemudian merasakan elusan kecil pada puncak kepala gue yang berasal dari tangan Azuan yang menggerakkan jemarinya untuk mengacak rambut gue yang udah gue tata rapi.

"Lo kalo dandan kayak gini keliatan gemesin. Jadi gue acak-acak ya biar gue stay normal sama elo. Bahaya soalnya." ucap Azuan dengan kekehan diakhir kalimatnya.

Gue nggak tau maksud ucapannya. Tapi gue tetep mengangguk menanggapinya. Setelahnya gue beranikan diri untuk mendongak karena usapan pada kepala gue udah berakhir begitupula dengan tautan tangan kami yang sudah terlepas.

Azuan terlihat membelakangi gue. Membuka pintu kamar dan masuk lebih dulu membiarkan gue diam ditempat berusaha mengatur detak jantung gue agar kembali normal. Karena seperti yang Azuan barusan bilang, dia harus tetap pada jalannya yang berarti udah jelas kalo dia nolak gue mentah-mentah bahkan sebelum gue merasakan suka sama dia.

Jadi gue harus berhenti berdebar demi kebaikan bersama.

Lagipula udah nggak seharusnya gue menyimpan perasaan pada Azuan yang udah menolong gue dari jeratan Josh and the genk. Rasanya nggak pantas dan nggak tau diri. Jadi ya gue harus sering-sering sadar diri supaya hal yang nggak gue inginkan terjadi.

Setelah gue rasa detak jantung gue perlahan kembali normal. Gue pun berniat untuk ikut masuk ke dalam menyusul Azuan. Tapi baru aja gue mau melangkah, tiba-tiba dari speaker pemberitahuan menyebut nama gue dan menyuruh gue untuk mendatangi ruang Kepala Sekolah sehingga gue pun mengurungkan niat gue untuk masuk kamar.

Azuan yang juga mendengar pemberitahuan itu pun keluar dari kamar. Menatap gue penuh tanya sebelum akhirnya gue jawab dengan gelengan kepala sekaligus bahu yang gue kedikan tanda nggak tau maksud dari pemberitahuan itu.

"Lo nggak buat masalah kan?" tanya Azuan pada akhirnya.

"Selain masalah gue yang homo, gue yakin nggak ada masalah lagi." ujar gue menjawabnya.

"Yodah sono lo samperin. Siapa tau ada yang penting. Tapi ntar jangan lupa ya, baliknya beliin gue minuman dingin. Tadi kan nggak jadi gara-gara di ambil sama maung." ucap Azuan yang ngebuat gue berpikir beberapa detik untuk mencerna maung yang dimaksud. Setelahnya gue mengangguk dan berbalik untuk mulai berjalan menuju ruangan Kepala Sekolah yang jaraknya lumayan jauh dari kamar asrama gue yang emang letaknya paling ujung dan tersembunyi dari kamar asrama lainnya.

Gue berjalan dengan santai, jadi waktu yang digunakan untuk sampe ke ruang kepsek pun cukup lama. Tapi sesaat sebelum gue sampai ke ruangan itu, gue secara kebetulan berpapasan sama Josh yang juga menatap gue dengan tatapannya yang seperti biasa.

Gue awalnya biasa aja. Tapi setelah melihat Josh mengalihkan pandangannya dari gue dan langsung menunduk membuat gue heran dan bertanya-tanya.

Dan seharusnya gue menyimpan curiga saat melihat Josh yang seperti itu. Karena setelah gue masuk ke dalam ruang kepsek dan mendengarkan alasan kenapa gue di panggil. Gue seketika mendesah frustasi karena Kepala Sekolah itu menyuruh gue untuk pindah kamar asrama.

Yang tadinya kamar asrama gue berada paling pojok dan jarang didatangi para murid. Kini gue harus pindah ke kamar asrama yang paling tengah dan paling banyak mendapat perhatian dari murid-murid disekolah ini.

Apalagi kalo bukan kamarnya Josh. Kamar yang paling gue hindari selama bersekolah disini. Dan sekarang gue harus sekamar dengannya.

What the hell on earth is going now!!?

• • •

to be continued...

ROOMMATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang