Tiga Belas

25.4K 3.8K 452
                                    

Kekhawatiran gue pada Hesa berujung percuma. Karena gue yang berpikir dirinya akan sendirian itu salah.

Hesa sudah mendapatkan teman baru dan terlihat lebih dari gue yang kenal dia lebih dulu. Dan temannya itu bukan lain adalah dua antek yang sebelumnya selalu mengikuti Josh kemana pun dia berada.

Gue nggak tau gimana bisa Hesa dekat sama tuh dua orang yang dulu mau aja disuruh-suruh sama Josh buat ngelakuin hal bodoh. Tapi ya gue juga nggak terlalu perduli. Selama Hesa nggak sendirian dan ngerasain apa yang gue rasain sebelum Azuan dateng dulu. Gue nggak akan memperdulikannya lagi.

Jadi ya gue nggak bakal ambil hati setiap kali Hesa memberi tatapan sinis ke gue saat berpapasan di koridor.

Dan sekarang gue menuju kamar asrama gue, setelah berpisah dengan Azuan yang baru aja menyelesaikan latihan untuk tampil di acara sekolah yang akan berlangsung dua hari lagi.

Gue sama Azuan selalu latihan setelah pulang sekolah. Berlatih cukup lama hingga memutuskan untuk mengakhiri latihan pada sore harinya. Jadi saat gue sampe di kamar, gue langsung mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi berniat membersihkan diri setelah cukup berkeringat selama beraktivitas hari ini.

Tapi gue lupa kalo sekarang gue tuh satu kamar sama orang lain yang mana hal itu mengharuskan gue untuk memastikan seseorang lebih dulu sehingga nggak terjadi hal yang saat ini ngebuat gue senam jantung karena melihat sosok Josh yang udah ada di dalam kamar mandi dengan tubuh yang tanpa mengenakan pakaian apapun.

Gue kaget dan melotot melihat dirinya yang basah karena air yang membasuh tubuhnya. Lalu dengan cepat gue tutup kedua mata gue menggunakan yg handuk yang gue pegang kala tubuh Josh yang tadinya membelakangi gue hendak berbalik menghadap ke arah gue.

"Jangan! Jangan balik badan!" ucap gue cepat. Mengulurkan satu tangan gue yang bebas untuk melarang Josh yang mungkin udah berbalik karena gue mengucapkannya cukup telat.

Ini darurat! Sangat bahaya. Kalo aja gue nggak cepet tutup mata. Mungkin gue udah ngeliat benda menggantung di selangkangannya Josh. Dan kalo itu terjadi, udah di pastikan gue bakal ngaceng terus berakhir mempermalukan diri gue di depannya.

Makanya, setelah melarangnya tadi, gue segera meraba bagian belakang gue untuk mencari daun pintu berniat segera keluar dari sini.

Namun saat gue udah menemukannya dan ingin membukanya, sebuah tangan menahan gue disambut bisikin kecil yang ngebuat gue merinding merasa hembusan napas yang dingin yang mengenai telinga hingga ceruk leher gue.

"Kenapa tutup mata? Bukannya ini yang lo suka?" bisiknya. Nggak datar, tapi sangat jelas kalo dia lagi menggoda gue.

Gue ingin membalas ucapannya. Tapi gue urungkan kala tangan gue yang ada di daun pintu diangkat oleh Josh dan mengarahkannya ke sesuatu yang kini bisa gue rasakan benda padat yang kenyal yang bisa langsung gue ketahui itu apaan.

Gue yang merasakannya dengan cepat menarik tangan gue dari sana. Membuka tutup mata gue dan menatap Josh yang ada di hadapan gue dengan marah.

"Lo gila ya!? Apa maksud tindakan lo barusan!?" ujar gue yang sebisa mungkin nggak menengok ke bagian bawahnya.

Josh nggak mengeluarkan ekspresi apapun. Dengan wajahnya yang mengalir setetes air yang berasal dari rambutnya, Josh pun membalas.

"Ngebuat lo seneng. Lo kan homo. Pasti suka ngeliat cowok kayak gue dalam keadaan telanjang kayak gini. Iya kan?" ujarnya, dengan nada yang mengesalkan.

Mendengarnya, membuat emosi gue memuncak. Gue mungkin emang homo dan suka ngeliat beginian. Tapi yang salah kan bukan gue, kenapa dia membalikkan keadaan dengan dalih menyenangkan gue?

"Gue bukannya seneng ya ngeliat lo kayak gini. Oke gue akuin gue suka. Tapi ngeliat cara lo ngeremehin gue barusan. Rasa suka itu hilang dan nggak menyenangkan. Bahkan yang tadinya gue malu ngeliat punya lo, sekarang malah biasa aja. Nih." ucap gue lalu dengan mata yang melotot gue menatap ke selangkangannya dan melihat benda menggantung itu yang masih dalam keadaan lemas.

Besar. Dalam keadaan lemas gitu aja keliatan besar. Apalagi pas ngaceng nanti?

Itu pikiran gue saat pertama kali liat punya dia. Tapi gue segera mengalihkan pandangan gue untuk menatap langsung ke arah Josh dan memberanikan diri menatapnya tajam.

"Gue emang homo. Tapi kalo lo perlakuin gue kayak gini. Harga diri lo nggak lebih tinggi dari seorang homo." ucap gue padanya.

Josh nggak membalasnya. Ia hanya diam dengan kedua matanya yang menatap gue cukup lama. Sementara gue yang merasa udah nggak ada urusan apapun, ingin berbalik dan keluar dari kamar mandi.

Tapi lagi-lagi gue harus menundanya, karena satu tangan gue di tahan oleh Josh yang ngebuat gue menarik napas dan menghembuskannya secara kasar.

"Apalagi?" ucap gue. Menatapnya malas tanpa minat sedikitpun.

Gue kira dia bakal ngucapin kata-kata balasan yang akan menyakiti gue. Tapi gue salah, dia malah dengan suara datarnya berkata.

"Maaf." ujarnya. Matanya menatap lurus ke arah gue sehingga gue yang melihatnya menyadari ketulusannya saat mengucapkan kata itu walaupun nadanya terdengar datar seperti biasanya.

Tapi karena gue nggak mau dia segampang itu untuk meminta maaf, gue pun menanyakan apa tujuan permintaan maafnya itu.

"Maafin gue. Gue udah bikin lo kesusahan selama ini. Gue minta maaf." ujarnya. Gue bisa merasakan tarikannya pada tangan gue sehingga membuat gue maju selangkah ke hadapannya.

Gue nggak tau gue kenapa sehingga gue nggak menolak kala Josh menaruh kedua tangannya di wajah gue dan membuat gue mendongak menatapnya yang juga menunduk sehingga kini gue sama dia saling tatap dengan jarak yang cukup dekat.

"Dari awal lo masuk kamar ini gue udah berniat minta maaf. Tapi gue nggak tau caranya kayak gimana. Gue udah terlalu banyak berulah makanya gue kebingungan untuk ngungkapin rasa penyesalan gue yang udah ngebuat lo kesulitan." ujarnya dengan suara yang lembut tanpa adanya nada datar. Tatapannya pun sedikit terlihat berkaca-kaca yang gue nggak tau kenapa.

"Gue salah. Gue udah berlebihan. Dan gue kembali melakukannya hari ini yang untungnya bisa gue jadikan alasan untuk minta maaf secara langsung ke elo. Lo mau kan maafin gue? Gue bersedia ngelakuin apapun kalo lo emang nggak puas dengan permintaan maaf gue." tambahnya dengan wajahnya yang kian mendekat yang membuat jantung gue memompa cepat membayangkan sesuatu saat menatap bibirnya yang basah.

Dan karena gue nggak mau sesuatu itu terjadi. Gue pun melepaskan kedua tangannya dari wajah gue lalu mendorong sedikit tubuhnya menjauh sebelum akhirnya gue membalas ucapannya setelah menghirup napas dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Gue juga nggak tau harus bereaksi atau ngomong apa buat ngebales permintaan maaf lo. Lo emang udah terlalu berlebihan menyulitkan gue sehingga ngebuat gue bingung untuk memutuskan." ucap gue, menjeda sebentar untuk melihat ekspresi wajahnya.

Setelahnya gue kembali melanjutkan.

"Tapi kalo emang lo bener-bener menyesal. Lo buktiin dengan perbuataan lo ke gue ke-depannya. Setelah itu baru gue bisa mutusin untuk maafin lo atau enggak. Untuk sekarang, gue belum bisa jawab. Gue masih syok sama perlakuan lo barusan." ujar gue, lalu kemudian gue berbalik dan benar-benar keluar dari kamar mandi meninggalkannya disana yang entah melakukan apa.

Yang jelas saat ini gue merasakan keanehan dalam hati gue mendengar pernyataannya barusan.

• • •

to be continued...

ROOMMATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang