Gojo Satoru dikatakan sebagai pengguna teknik Jujutsu terkuat pada era ini, sekaligus seorang guru SMA yang mendidik dan bertanggung jawab atas pengguna teknik Jujutsu generasi muda. Sifatnya egois dan kalau sudah begitu mustahil untuk berkompromi dengannya. Dan tak ada pihak lain yang cukup berani untuk menghentikan semua kebiasaannya---semuanya hanya mengomel namun tak berani untuk menindakinya secara langsung.
Intinya, keberadaan Gojo Satoru seolah merupakan sebuah penyakit menular bagi pihak pusat. Semua latar belakangnya dan pengaruh yang dimilikinya membuat dirinya dianggap sebagai manusia super yang tak mampu di hentikan oleh siapapun. Bahkan kalau dia mau, bisa saja ia menghancurkan dunia.
Apa yang bisa meresahkan seseorang sepertinya? Dia bisa melakukan apapun, keberadaannya saat ini bagaikan di atas angin. Sayangnya kenyataan tidak bekerja demikian. Masih ada satu hal yang mampu membuatnya sakit kepala dan uring-uringan.
Apalagi kalau bukan karena faktor usia? Bukan. Rambutnya memang putih tapi itu bukan karena ubanan, dia memang sudah di lahirkan seperti itu. Kalau hanya dari tingkah dan kepribadian memang susah menebak usianya. Namun sebuah kenyataan apabila tahun ini dia sudah menginjak usia mendekati akhir kepala dua---atau. Awal kepala tiga. Usianya sudah 28 tahun.
Gojo Satoru tak lain dan tak bukan adalah kepala keluarga Gojo. Dari jaman Heian, klan ini sudah termasuk dari tiga keluarga besar yang perannya sangat berpengaruh dalam dunia yang di huni oleh para pengguna teknik Jujutsu. Kekuatan klan Gojo sendiri berasal dari Gojo Satoru seorang.
Perkembangan dan kelangsungan setiap klan selalu tergantung kepada benih terbaik dari setiap generasi. Maka tak aneh apabila para senior dalam keluarga Gojo mulai menuntutnya untuk segera menikah dan memberikan keturunan.
Bagi seorang Gojo Satoru yang selau bebas berkehendak. Walaupun orangnya sendiri adalah seorang tipe Happy go lucky. Bahkan dia juga bisa merasakan muak dan jenggah mendengarkan segala omong kosong yang di ocehkan generasi senior keluarganya.
OXO
"......yang benar saja," keluh Satoru pada dering panggilan yang kesekian kalinya. Beberapa hari ini pihak rumahnya sangat giat menelponnya, terutama bibi tertuanya. Sedari tadi ia tidak mengangkatnya dan hanya membiarkannya seperti itu. Karena kalau di tolak, masalahnya pasti jadi semakin runyam.
Pria bersurai putih itu menghela nafas panjang di kursinya sambil mengusap-usap wajahnya. Sudah lama Satoru tidak merasa selelah dan sedepresi ini. Entah sampai kapan ia harus menunggu sampai orang-orang rumahnya mau menyerah dan membiarkannya kembali hidup bebas tanpa omelan ataupun keluhan dari orang-orang tua bangka yang keras kepala itu.
"Apanya yang demi kepentingan klan? Ujung-ujungnya mereka hanya ingin mencari muka saja....." gumamnya sembari berjalan gontai mendekati pintu kamar. Dari tadi ada seseorang yang mengetuk pintunya dan dari caranya memanggil dari luar, sepertinya itu Megumi yang datang berkunjung.
"Sensei. Kudengar dari bibi, kau tidak menerima panggilan teleponnya jadi beliau memintaku untuk kemari dan....." Begitu pintu terbuka Megumi yang tak suka merepotkan diri dengan berbasa-basi, langsung mengoceh dan menyodori gurunya dengan hapenya yang sudah terhubung dengan panggilan bernomor kontak familiar.
Lantas Satoru menepuk jidat. Mau tak mau kali ini ia menerima panggilan tersebut. Selagi dirinya terkena ceramahan menyebalkan, Megumi mengamatinya dalam diam. Remaja bersurai hitam jabrik itu menatapnya datar, terlihat sabar menunggunya.
Melakukan pembicaraan mengenai perjodohan yang sama sekali tidak diinginkannya, sambil melihat tampang rupawan Fushiguro Megumi membuatnya mendapatkan ide gila.
"....... pokoknya aku tidak tertarik. Lebih tepatnya aku tidak tertarik dengan apa itu yang namanya perempuan. Jadi jangan menelponku lagi mengenai masalah tak berguna ini. Oke?" balasnya pada pihak di seberang panggilan, sebelum akhirnya memutuskan sambungan dan mengembalikan ponsel hitam milik Megumi.
"Maaf merepotkan Megumi-chan~" ujarnya dengan nada bermain pada si remaja yang menerima barangnya kembali tanpa mengatakan apapun.
Megumi hanya mengangguk dan mengantongi hapenya. Mumpung ada kesempatan Satoru memanggilnya. "Megumi. Boleh aku minta bantuanmu?" tanyanya dengan wajah memelas yang di lebih-lebihkan, yang kemudian----tidak perlu di tanya lagi, langsung di tolak mentah-mentah oleh anak muridnya.
"Tidak," jawab Megumi singkat dan sedingin mungkin. Tanpa ada niat untuk mendengarkan kelanjutannya, remaja itu lantas memutar arah badannya, hendak pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Tu--tunggu!! Kau kejam sekali sih!! Setidaknya dengarkan aku duluuu!!" cegah Satoru sembari menahan pundak Megumi. "Kau pasti mendengarnya kan tadi? Kau harus menolongku Megumi-chan!!" serunya sambil menguncang tubuh kecil Megumi kalau di bandingkan dengan tubuh jangkungnya.
Megumi memejamkan kedua matanya untuk sesaat, menimang-nimang permohonan Satoru. Kemudian ia menghelakan nafas panjang seraya menoleh ke belakang, dimana Gojo Satoru berdiri sambil melihatnya dengan tatapan penuh harap. "Katakan apa maumu?" tanyanya mendikte.
"Hehehe......" Satoru malah cengengesan. Tiba-tiba ia menarik tangan Megumi, mengajaknya masuk ke dalam bilik ruangan pribadinya. Remaja itu tidak memberontak, hanya menurut saja sampai sang guru memintanya duduk di tepi ranjang. Megumi duduk anteng di sana, masih sabar menunggu penjelasan gurunya yang dirasa selalu kurang waras.
"Menikahlah denganku Megumi!!!"
Wajah datar yang selalu menunjukan kebosanan itu lantas berubah walau cuma sedikit. Megumi menaikan satu alisnya sambil menatap tajam ke arah cengiran Satoru. "Apa maksudmu?" tanya Megumi, cukup tenang. Dari kecil ia sudah mengenal Satoru dan dia sudah terlalu terbiasa akan keantikan super si rambut putih itu.
"Tentu saja kita tidak akan sampai ke situ. Aku cuma ingin kau pura-pura menjadi kekasihku," terang Satoru seraya mendudukan diri tepat di sebelah Megumi. Pria itu menempel, sengaja menabrakan bahunya dengan bahu remaja di sebelahnya. "Kau kandidat paling sempurna yang bisa kupikirkan. Jadi kumohon?" sambungnya dengan nada manis yang membujuk.
Megumi memutar bola matanya malas. "Kau ini idiot darimana sih?" mulutnya yang ringan tak segan-segan mengolok sang guru. "Jelas-jelas mereka menginginkan anakmu. Apa gunanya kau memperkenalkan laki-laki?" tanyanya seraya menatap tepat pada manik biru langit Satoru yang indah. "Apalagi ini sudah tugasmu sebagai kepala klan. Sekali-kali lakukan tanggung jawabmu," ocehan remaja itu kurang lebih serupa dengan yang di katakan orang-orang dari kediaman Gojo.
Secara tak langsung Megumi menolak permintaan Satoru. Bagi seorang remaja sepertinya, dan bagi seorang yang sudah bukan merupakan bagian inti dari ketiga keluarga besar. Permintaan Satoru terlalu berlebihan. "Kalau kau mau mencari. Lebih baik kau cari anak perempuan. Aku yakin pasti ada satu atau dua orang yang lebih dari bersedia membantumu," tambahnya seraya beranjak berdiri.
Sebelum melangkah pergi. Sekali lagi Megumi menoleh ke arah gurunya, ia kembali terdiam, dan disana ia mendapati pria bersurai putih itu sedang menunduk dengan aura gelap mengelilinginya. Pria yang di sebut-sebut sebagai yang terkuat itu, di mata Megumi tak lebih dari bayi besar yang gampang merajuk.
Megumi menghela nafas lagi. "Baiklah. Kalau itu maumu," ujarnya yang berhasil membuat Satoru mengadahkan kepalanya. "....kali ini aku akan mengikuti rencana konyolmu itu. Tapi jangan salahkan aku kalau tidak berhasil," sambungnya.
To be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Date
FanfictionPairing : GoFushi (Gojo Satoru x Fushiguro Megumi) Rating : T Setting : Semi-AU? Summary: Gojo Satoru adalah sosok terpenting bagi klannya. Pada usia dewasanya tidak ada tanda-tanda bahwa pria ini memiliki kekasih, rencana menikah pun tidak pu...