Chapter 09: Play Dumb

1.9K 202 13
                                    


Satoru masuk kedalam sebuah ruangan tamu yang terletak di sebelah timur mansion keluarganya. Ruangan bergaya tradisional itu mengarah langsung ke taman asri nan sejuk dengan danau ikan koi di tengahnya. Ruangan itu sekilas nampak sederhana namun mewah dan elegan, minim perabotan dan berpondasi lantai tatami, satu buah televisi layar lebar dan terpasangnya lampu kaca di sudut ruangan memberikan kesan modern.

Di tengah ruangan terdapat sebuah meja jati dimana bibinya dan dua orang asing yang tak pernah di temuinya sedang duduk dan asyik berbincang.

Satoru lantas mendekati mereka dan duduk di sebelah bibinya. Kacamata hitam yang bertenger di hidungnya membantunya untuk menutupi ekpresi wajah tak senangnya.

Tapi bukan berarti suasana di ruangan tersebut sepenuhnya tak menyenangkan. Di lahirkan sebagai tuan muda, Satoru tumbuh besar di lingkungan penuh sesak yang mengharuskannya bertindak sesuai tata krama agar dirinya tak mencoreng nama klannya. Dulu pertemuan formalitas semacam ini sudah menjadi makanan kesehariannya.

"Bagaimana menurutmu Satoru-sama?" tanya sang bibi di tengah-tengah pembicaraan.

Satoru pun tak jadi mencicipi kue Castella yang tersaji di depannya.

Dalam hati pria itu menggerutu kesal. Andai bibinya itu menanyainya tentang makanan manis di piringnya itu, dan bukannya malah menanyai pendapatnya mengenai seorang gadis asing yang tak pernah di temuinya, pasti Satoru akan mulai berceramah panjang lebar tentang betapa nikmatnya rasa kue yang berasal dari Portugis itu.

Mulanya ia beranjak dari tempatnya tanpa mengatakan apapun. Semua orang di dalam ruangan tersebut lantas di kejutkan, sekaligus di buat binggung ketika pria tersebut mendekati calon tunangannya dan bersimpuh di sebelah gadis muda tersebut.

"Kau lebih cantik daripada yang kubayangkan," ujar Satoru seraya tersenyum kalem. Ia mengambil sejumput rambut hitam kelam gadis tersebut, membuat gadis itu tersipu dan mengalihkan pandangannya.

Bahkan ketika sang kepala klan Gojo masih menggenakan kacamata hitamnya, rupanya pria itu masih bisa menggaet hati perempuan.

Ucapan Satoru memang di maksudkan sebagai gombalan namun sebenarnya pujian tersebut juga tak sepenuhnya bohong.

Calon tunangannya adalah seorang gadis muda berperawakan kecil dan langsing. Rambutnya yang di tata sedemikian rupa terlihat bercahaya saat terpapar sinar matahari, rambutnya pun panjang sampai sebahu dan lurus. Matanya sipit, bibirnya kecil namun senantiasa menyunggingkan senyuman kalem. Suaranya lembut, tutur katanya sopan dan semua kelakuannya dijaga.

Seperti apa yang dikatakan Megumi. Calon tunangan Satoru adalah seorang perempuan yang mendekati kata sempurna. Gadis muda yang terpelajar dan berasal dari keluarga yang menjanjikan, seorang putri bangsawan di era modern.

"Jujur saja. Gadis semenawan dirimu sangatlah di sayangkan apabila harus bersanding dengan orang sepertiku," sambung Satoru seraya tersenyum miring. Kali ini dia sungguhan mengatakannya. Karena baginya Megumi merupakan satu-satunya. Apabila ia menerima perjodohan ini, gadis itu hanya akan menjadi boneka pajangan di rumahnya.

Gadis itu tertegun sejenak lalu sedikit membungkuk. "Anda terlalu berlebihan Satoru-sama," balasnya terhadap pujian yang menurutnya tak sepantasnya ia dapatkan. "Justru sebaliknya. Saya merasa sangat beruntung karena telah mendapatkan kesempatan untuk bertemu Satoru-sama hari ini."

Satoru memperhatikan gadis itu beberapa saat. Kalau di pikir lagi, kemungkinan besar gadis itu juga kurang lebih juga senasib dengan dirinya. Lahir di keluarga penting yang masih memegang teguh prinsip lama terkadang memang menyebalkan terutama bagi anak perempuan yang terpaksa menerima perjodohan di usia belia, tanpa memiliki hak untuk menolaknya.

Play DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang