Bab 9

8.4K 1.3K 18
                                    

Happy reading.

Luv,
Carmen

_______________________________________

_______________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Please, lepaskan ikatan ini."

Pria itu menatapnya berlama-lama hingga Keira mulai resah. Ia lalu menggerak-gerakkan pergelangannya. "Please, Mr. Rashid."

"Sheikh Rashid."

Keira berusaha untuk tidak memutar bola matanya. "Oke, Sheik Rashid."

"Kau janji?" tanya pria itu dan merunduk ke arahnya, tangan-tangannya menggapai sisi ranjang.

"Ya." Dan Keira merasa sesak. Sungguh, pria itu terlalu besar.

"Okay, there you are."

Sekali sentak dan ikatan itu terlepas. Keira menarik lengannya cepat.

"Maaf, kami terpaksa melakukannya."

"It's okay. Aku mengerti," jawab Keira.

Lalu seolah baru sadar, Keira langsung menyentuhkan tangannya ke kepalanya yang diperban. Ia menyentuh pelan, di tempat yang dirasanya sakit. Bahkan, ia tidak ingat di bagian mana ia terluka atau bagaimana ia bahkan mendapatkan luka-luka itu.

"Luka ini... apakah luka-luka ini yang membuatku tidak ingat apapun?"

Dilihatnya pria itu mengangguk. "Benturan keras terkadang membuatmu gegar otak. Hilang ingatan, kebingungan, sakit kepala, salah satu efeknya."

"Apakah... apakah aku... apakah ingatanku akan kembali, Si... Sheik."

"Menurut dokter, kondisimu tidak permanen. Tapi, kita lihat saja nanti, oke? Most important, you get better first."

Keira mengangguk kecil. "Terima kasih sudah menyelamatkanku. Maaf aku terlambat mengatakannya."

"It's not a big deal, Miss."

"Panggil saja aku Keira." Keira merasa segan dengan sebutan Nona dan rasanya tak patut, ia hanya tamu, orang yang ditolong. "Please."

"Oke... Keira then."

"Sheik?" Keira mengulang lagi, setengah berpikir. "Apakah Anda semacam... penguasa?"

"Sort of. Lebih tepatnya, itu hanya gelar kebangsawanan, seperti di dunia barat."

Keira sudah menduganya. Ia pernah membacanya atau mungkin mempelajarinya atau seseorang pernah memberitahunya. Keira tidak ingat tapi pengetahuan itu tetap tinggal di otaknya.

"Jadi, Anda siapa? Semacam Duke? Prince? Ruler? Ketua suku gurun?"

Pria itu tertawa pelan dan Keira merona malu. Apakah ada yang salah dengan kata-katanya? "I am not. In fact, aku hanya pebisnis biasa, Keira."

Wajah Keira menampakkan kebingungan. "Bisnis apa di tengah perkemahan?"

"Ini adalah perkemahan tempat para pekerja tinggal, di mana di lokasi ini kami akan membangun kilang minyak terbesar di dunia. Dan akulah pemiliknya."

"Ooh." Keira yakin sekarang ia pasti menganga tolol. "Wow."

"Thanks."

Tanpa sadar, Keira tersenyum.

"Sekarang, Keira, apakah kau sama sekali tidak bisa mengingat sedikitpun? Atau kau bisa menebak kenapa kau berjalan sendirian di tengah gurun, dengan luka dan tanpa membawa apa-apa?"

Suara pria itu berubah lebih dalam dan dia tampak serius. Keira menatap pria itu lagi, berharap ia bisa menjawab karena ia juga ingin tahu. Tapi Keira menggeleng. Ia tak ingat sedikitpun. Sama sekali. "Tidak, aku sama sekali tak ingat."

"Di mana kau tinggal sebelum ini?"

"Ak... aku..." Bahkan itu saja ia tak ingat. "Maaf."

"Tidak apa. Kau sudah pasti bukan penduduk lokal. Jadi mungkin kau turis?"

Mungkin, walau Keira tak yakin kenapa ia tertarik liburan ke Timur Tengah. Tapi siapa tahu, Keira tak mengenal dirinya.

"Atau kau bekerja di sini."

Itu kemungkinan yang lebih kecil. Tapi lagi-lagi, siapa tahu.

"I don't know, maybe," jawabnya pasrah.

"Seseorang mungkin kehilanganmu," tambah pria itu lagi.

Keira tak memikirkan kemungkinan tersebut.

"Aku tak membawa apa-apa bersamaku? Sedikit tanda pengenal diri?"

Pria itu menggeleng.

"Ap... apa mungkin aku korban... pencopetan?"

"Mungkin. Itu akan menjelaskan kenapa kau tidak membawa apa-apa dan menjelaskan kenapa kau ada di sini, mungkin kau lari dan tersesat. Memang sering ada kejahatan di sekitar gurun."

Keira hanya diam. Ia berusaha bangkit tapi pria itu menahannya agar tetap berbaring.

"Sekarang, apa yang harus kulakukan?" Keira bertanya, lebih pada dirinya sendiri.

How to Please a SheikhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang