Bab 10

8.8K 1.3K 44
                                    

Eid Mubarak.
Mohon maaf lahir dan batin. Maafkan bila selama ini ada kata/perbuatan yang salah baik sengaja maupun tidak.

Happy reading, semoga suka.

Luv,
Carmen

___________________________________________

Karena Keira bertanya pada dirinya sendiri, ia tak nenyangka akan mendapatkan jawaban. Terlebih, itu bukan jawaban yang benar-benar ingin didengarnya.

"Kita bisa melaporkannya pada pihak berwajib. Mereka bisa menaruh informasi mengenai dirimu di media massa, kalau seseorang mengenalmu, mereka bisa datang."

Entah kenapa, Keira tak suka membayangkan seseorang datang dan mengaku kenal padanya. Keira tidak ingat apapun, bagaimana jika yang datang berniat jahat? Ia lebih suka mengandalkan ingatannya. Lagipula ia tak siap berada di lingkungan yang tak dikenalnya. Kalau pria itu menyerahkannya pada pihak berwajib, mereka pasti akan menanyakan banyak hal yang bahkan Keira sendiri tidak ingat. Ia akan dikelilingi orang-orang asing yang membuatnya tak nyaman.

"Tapi... tapi aku terluka. Tak bisa ke mana-mana," tolaknya lemah.

"Itu hal kecil. Tentu saja kau akan dipindahkan ke rumah sakit pemerintah. Setelah sembuh, kau juga akan memiliki tempat tinggal sementara. Para petugas berwenang pasti akan mencari kenalanmu. Dan tentunya berusaha mencari datamu di imigrasi. Kau tahu nama depanmu. Itu sudah petunjuk awal. Saat segala selesai, kau akan dikembalikan. Kalau di tengah-tengah proses, ingatanmu kembali, maka itu lebih mudah lagi."

Pria itu mengutarakan penjelasannya dengan begitu mudah. Tapi Keira tidak yakin. Saat ini, ia merasa lebih asing dari perasaan terasing. Ia merasa sendirian, tak punya pegangan, tanpa tempat pijakan, lebih buruk dari hanya terdampar. Jika pria itu menyerahkannya pada pihak berwenang, Keira tidak punya bayangan apa yang akan dihadapinya. Dan ia tidak suka membayangkan sesuatu yang tidak bisa dibayangkannya. Ia tidak suka menghadapi hal yang ia tidak tahu. Dan memikirkan ia harus berada di lingkungan baru, di bawah pengawasan, Keira sudah lebih dulu merasa takut dan tertekan. Setidaknya di sini, itu lebih baik dari sesuatu di luar sana yang tidak bisa Keira prediksi. Dan entah kenapa, insting Keira menyuruhnya tetap tinggal di sini, di dekat pria itu, sampai segalanya membaik. Entah kenapa, ia merasa pria itu cukup layak dipercaya.

"Keira... apa kau mendengarkanku?"

Tanpa sadar, Keira meraih ujung lengan baju pria itu dan mencengkeramnya.

"Aku... tolong jangan usir aku pergi, Tuan Sheik. Aku tidak mau dibawa ke petugas." Ia menggeleng dan menatap pria itu yang balas menatapnya prihatin. "Aku... aku takut. Aku tidak ingat apa-apa. Aku tidak mau lagi dibawa ke tempat asing, di mana aku tak mengenal siapapun. Bagaimana aku bisa tahu siapa kenalanku kalau aku bahkan tak mengingat apa-apa? I am confused and scared, please let me stay here 'till i get better. Setidaknya, sampai ada tanda-tanda ingatanku kembali. Bolehkah?"

Pria itu menatapnya lama sebelum mengerjap dan mendesah pelan. "Bagaimana kalau di luar sana ada yang mencarimu?"

"Kalau memang benar, pasti ada yang melaporkanku ke pihak berwajib. Then it will be another story."

Pria itu kembali mendesah.

"Please, Tuan Sheik..."

"Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Kau boleh tinggal di sini sampai kau sembuh, sampai ingatanmu kembali."

"Benarkah?" Senyum lega merekah di wajah Keira. "Terima kasih banyak, Sheik Rashid."

"Sama-sama, Keira. Dan jangan khawatir, selama kau tinggal di sini, aku akan bertanggungjawab terhadapmu dan melindungimu. Jadi tak ada yang perlu kau takutkan. Just focus on your health."

Entah kenapa, ada rasa hangat yang menjalar pelan di dada Keira. Ia terharu hingga tak sadar terisak kecil. "Th... thank you so much." Pria ini begitu baik. Gentleman dan baik. Wajahnya yang tegas tak mampu menyembunyikan kelembutannya.

"Kau pasti lapar. Aku akan menyuruh seseorang menyiapkanmu makanan. Dan juga memanggil Dokter Hasyid untuk memeriksamu. Karena kau sudah sadar, mungkin dia bisa memberimu beberapa saran untuk menyentak balik ingatanmu."

Keira hanya mengangguk. Kini, ia baru sadar betapa laparnya dia.

"Thanks again, Tuan Sheik..."

"Sheikh sudah cukup."

Keira mengangguk. "Sheik"

"Kau ingin makan sesuatu, mungkin?"

Jawaban itu muncul begitu saja, sehingga Keira saja kaget. "Pita bread dan hummus, please," ucapnya lancar.

Lalu ia terdiam. Keira bahkan tidak tahu ia tahu tentang semua itu. Apakah ia menyukai kedua makanan itu?

"Kau yakin kau tidak ingat apapun?" tanya pria itu sambil bangkit berdiri.

"I don't know. Muncul tiba-tiba, aku juga sama terkejutnya, Sheik."

"Kau pasti sangat menyukainya. Mungkin makanan-makanan itu bisa membantumu mengingat kembali. I'll have someone to prepare it for you, Keira."

Lalu pria itu berbalik dan berjalan keluar dari tenda, meninggalkan Keira sendiri sebelum Dokter Hasyid kembali beberapa menit kemudian.

How to Please a SheikhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang