Mungkin kau pernah mendengar cerita ini. 'Seorang gadis menyedihkan yang selama hidupnya selalu di-bully oleh orang-orang yang berada di sekitarnya, entah itu teman ataupun keluarga.' Penyebabnya sederhana. Jika dari sudut pandang keluarga, tentu karena saudaraku lebih sempurna. Jika dari sudut pandang teman, mungkin karena ... aku terlihat cupu di depan mereka.
Ah, aku baru ingat. Orang-orang itu bukanlah teman, melainkan orang asing yang bersikap sok berkuasa.
Yah, walau kehidupanku terasa buruk, setidaknya ada beberapa hal yang patut kusyukuri. Salah satunya adalah kekuatan aneh yang kudapatkan pada saat aku berumur sepuluh tahun. Ini mungkin terdengar seperti cerita fantasi, tapi memang begitulah kenyataannya.
Saat itu, tepat pada malam di mana aku berulang tahun yang kesepuluh, seorang laki-laki berbentuk arwah mendatangiku. Dilihat dari penampilannya, ia masih berumur lima belas. Walau begitu, saat memperkenalkan dirinya, ia berkata bahwa ia telah hidup sekitar satu abad lebih.
"Namaku Rico. Jangan terkecoh dengan penampilanku karena sejujurnya, aku sudah hidup satu abad lebih," ucapnya kala itu sambil tertawa. "Aku tidak akan berbasa-basi padamu. Apakah engkau menginginkan kekuatan?"
Aku yang saat itu masih bocah, mengangguk kegirangan saat ia berkata seperti itu. Selalu mendapat kekerasan oleh keluarga dan orang-orang sekitar, membuatku tanpa pikir panjang menyetujui semua ucapan Rico. Bahkan jika bayarannya adalah nyawaku sendiri.
Dan sejak saat itu, aku mendapatkan kekuatan seperti yang Rico ucapkan.
***
Lima tahun berlalu dan hal yang sama kembali terjadi. Rico kembali mendatangiku. Ia membawakan sebuah kado. Penampilannya tidak berubah sama sekali semenjak terakhir kali kami berjumpa.
"Halo, Amira. Bagaimana kabarmu?" Rico melayang di depanku. Ia menatap lenganku, lantas mencibir, "Kau di-bully anak-anak itu lagi?"
"Ah, bukan." Aku menutup lenganku dengan selimut. Lantas menatap Rico serta kado yang ada di tangannya. "Yang ini Kak Hera yang melakukannya."
"Kakak tertuamu?" Aku mengangguk. Rico mendengkus, ia meletakkan kadonya ke atas meja. Anak itu kembali melayang di langit-langit kamar. "Dia itu seperti penyihir. Omong-omong, apakah engkau menyiksa kakakmu itu di alam mimpi?"
"Tidak, kurasa." Aku berpikir. Kembali mengingat apa saja yang ada di alam mimpi, tidak semudah mengingat kelakuan apa saja yang dilakukan Rico selama berada di kamarku. "Aku hanya membuatnya menjadi pelayan naga selama seratus tahun. Itu ... termasuk menyiksa atau tidak?"
"Tentu saja." Rico kembali mendengkus. Tetapi, sedetik kemudian senyuman tersungging di wajahnya. "Jadi, apa kau sudah bisa mengendalikan kekuatanmu?"
"Lumayan." Aku membalas senyumannya. "Kekuatan untuk membuat dunia di alam mimpi, kukira kekuatan semacam itu tidak pernah ada."
"Nyatanya kekuatan semacam itu memang ada, 'kan?" Rico akhirnya berhenti melayang. Ia duduk di sisi kasur. Kakinya yang semula hanya berupa asap, kini terlihat seperti kaki manusia pada umumnya. "Asal kau tahu, ada banyak kekuatan yang disebarkan oleh arwah-arwah sepertiku. Harga yang harus dibayar pun berbeda-beda, tergantung seberapa kuat kekuatan itu."
"Engkau tidak pernah menceritakan itu padaku." Aku melirik sebentar kado yang ada di atas meja. Rasa penasaran membuatku ingin segera membukanya.
"Karena itu tidak perlu." Rico bersiul. "Kalau memang begitu penasaran, kenapa tidak dibuka?"
"Boleh?"
"Tentu saja. Kado itu, kan, memang untukmu."
Aku tersenyum, lantas mengambil kado itu. "Terima kasih," ucapku tanpa menatap Rico. "Apa isinya?"
"Buka saja."
Ketika aku membuka kado itu, debu berwarna emas seketika keluar dan mengelilingi tubuh kami berdua. Mataku terasa berat. Pandanganku mulai buram. Tak lama kemudian, kegelapan mengambil alih diriku.
***
Seperti biasanya, begitu aku membuka mata, pemandangan langit dengan naga beterbangan menjadi hal pertama yang kulihat. Kemudian, suara angin yang menggerakkan ranting akan menjadi hal pertama yang selalu kudengarkan. Lalu, biasanya aku merasakan angin setelahnya.
Aneh sekali kenapa hari ini hal terakhir yang tadi kusebutkan tidak dapat kurasakan.
"Wah, pencipta dunia kita telah bangun." Aku menoleh dan mendapati Rico yang juga menatapku. Cengiran terlihat di wajahnya yang tidak pernah menua. "Halo, akhirnya aku bisa juga masuk ke dunia ini."
"Apa maksudmu?" Aku terdiam. Mulutku terbuka saat akhirnya memahami bagaimana bisa Rico berada di dunia ini. "Oh, debu itu."
"Yap, seratus untukmu." Rico tertawa. "Selain membawaku masuk ke duniamu, debu itu juga punya fungsi lain, loh."
"Apa memangnya?"
"Berdiri." Laki-laki itu menarik tanganku. Ia menunjuk seekor naga yang turun di dekat kami. "Kau bisa berinteraksi dengan makhluk-makhluk ciptaanmu."
Aku menatap naga yang ditunjuk Rico, lantas kembali menatap laki-laki itu. "Aku ... tidak lagi gaib?"
"Tidak." Rico kembali tertawa. Ia mencubit pipiku, lantas menarik tubuhku menuju naga itu. "Hebat, 'kan, debu yang kubawa?"
Naga itu menatapku sekilas saat kami mendekat. Ia menggaruk tubuhnya, membuat beberapa sisik naga itu rontok akibat garukannya. Hewan itu menunduk, lantas menyerahkan beberapa sisiknya.
"Eh, apa ini?"
Mata naga yang berwarna emas, menatap sebentar sisik miliknya. "Persembahan untuk Dewi."
Aku tertegun. Tidak sampai di situ, beberapa naga yang tadinya terbang di atas langit, juga turun dan mempersembahkan sisik mereka. Ucapan yang mereka lontarkan sama seperti naga pertama yang mempersembahkan sisiknya.
"Persembahan untuk Dewi."
"Dewi Amira." Suara lembut merasuk ke dalam telingaku. Seorang gadis dengan baju pelayan, muncul di antara naga. Ia menyerahkan beberapa kain. "Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda."
"Hera, kakakku?" Aku bergumam. Tapi senyuman tak ayal terbit di wajahku. "Benar-benar terlihat menyedihkan."
Sementara itu, Rico juga ikut tersenyum di sampingku. Genggamannya terasa erat. Sesekali aku dapat mendengar ia bersenandung.
Dan tanpa kusadari, ikatan antara raga dan jiwaku akhirnya terputus.
================================
Cerita ini ditulis oleh Hanna Necromancer05_.
Jangan lupa tinggalkan jejak :*
KAMU SEDANG MEMBACA
La Mia Fantasia
Krótkie Opowiadania[Fantasy x Sci-fi x Horror x Thriller] Hanya sebuah kisah mengenai aku dan fantasiku. Entah itu fantasi biasa saja, atau justru fantasi liar yang mampu memperdaya? Aku kembali merekam ulang semua imajinasi, yang terbawa dalam mimpi ketika aku tertid...