Empat

52 34 39
                                    

"Semoga Bunda belum pulang, Tuhan, please, semoga mobilnya Ayah mogok kalau gak gitu kena macet deh." Sepanjang perjalanan Nokia terus berdoa, berharap keajaiban datang padanya.

Jam telah menunjukkan pukul sembilan kurang lima belas, setelah membeli sate yang memakan waktu lumayan lama Nokia bergegas kembali menuju kediamannya.

Untung jalanan tak semacat biasanya, jadi ia dapat menempuh perjalanan lebih cepat.

"Ehh... Neng Kia, Neng, Neng tunggu, Neng."

"Mas Heri? Kenapa Mas?" Nokia membuka kaca helm, menatap satpam kompleks perumahannya jengkel. Bisa-bisanya di situasi genting seperti ini ia diberhentikan di depan gerbang masuk perumahan. "Lagi buru-buru nih."

"Sabar, Neng."

"Yaudah ini udah sabar mas," jawabnya dengan menghentak-hentakkan kaki tak sabaran, gemas ingin mencakar orang didepannya.

"Barusan, Pak Herman nitipin ini ke saya, saya disuruh ngasih ini ke anak perempuannya," satpam itu terlihat merogoh saku baju hingga celana untuk mencari sesuatu yang ia maksud, "nah ini Neng."

Nokia menyipitkan mata dengan kepala miring melihat secarik kertas kusut itu.

Bulu kuduknya berdiri saat ia menerima kertas itu, selaras dengan jantungnya yang tiba-tiba bekerja lebih cepat dari biasanya. Nokia menelan ludahnya pelan, dengan penuh kehati-hatian ia membuka lipatan kertas itu.

Teruntuk, Nokia Gumira Ayushiridara.

Nokia, ini Ayah. Jika surat ini sampai di tangan kamu, berati Bunda lebih dulu pulang daripada kamu, tapi tenang saja Ayah sudah antisipasi semuanya.

Bunda sama Eyang mu, Ayah ajak ngobrol di ruang keluarga. Tiga rumah sebelum sampai rumah, kamu matikan mesin motor, kamu dorong itu motor sampai rumah. Inget, kalau buka gerbang pelan-pelan, nanti Ayah juga setel musik dangdut lumayan keras biar Bunda gak kedengaran suara gerbang dibuka, gerbangnya belum Ayah gembok.

Terakhir, kamu masuk rumah lewat balkon kamar kamu, seperti biasa kamu panjat dulu pohon mangga yang emang dulu Ayah tanam khusus untuk jalan pintas anak-anak Ayah kelak.

DAN YANG PALING PENTING, KAMU UMPETIN DULU SATE AYAH DI TEMPAT BIASANYA KAMU NGUMPETIN MAKANAN!

Mulutnya setia menganga membaca setiap kata yang tertulis.

"Makasih, Mas," ujarnya cemberut.

"Mukanya kok cemberut? Jangan-jangan diusir sama bapaknya." Celetuk bapak-bapak yang sedang bermain catur.

"Hahaha... mangkanya Neng, main catur disini aja sama kita daripada kelayapan," canda yang lainnya.

"Gak, Pak, gak diusir kok, cuman disuruh jadi kepala keluarga doang." Balas Nokia.

"Besok tumpengan... hahaha, syukuran peringatan anaknya Pak Herman diangkat jadi kepala keluarga."

"Besok bikin KK baru di saya aja Neng," tawarnya dengan nada bergurau.

"Bener, sekalian saya juga mau bikin KTP baru."

"Udah, Pak, mau pulang dulu," pamit Nokia masih sedikit kesal.

"Enggak mau ngopi dulu Neng? Dulu pas kecil kan suka banget ikut Pak Herman ngopi disini."

"Kapan-kapan aja, Pak, sekalian ajakin si Bapake. Sekarang udah kemalaman, kalau saya tinggal main kesini dulu yang ada malah dijadiin gelandang beneran sama Bunda."

Nokia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang