Part 23 : Cupu.

2K 58 56
                                    

Ariel terduduk dilantai tepat di depanku, aku mencoba untuk menyentuhnya namun ia menepis tanganku. Ariel menunduk, ia diam. Aku mencoba sekali lagi untuk menyentuh pundaknya, kembali ia memukul tanganku. Suara isakan terdengar darinya, semakin lama isakannya berubah menjadi tangisan keras. Tangisannya meraung-raung di dalam kamarku, untungnya kamarku ini cukup kedap suara sehingga tak akan terlalu terdengar dari luar. Aku menatapnya dengan pandangan kosong, masih berusaha untuk menyentuhnya agar dapat menenangkannya. Ariel terus menepis tanganku, semakin kencang setiap kali ia menepisnya.

"Riel..." aku masih berusaha mendiamkannya, tangisannya semakin keras dan tak kunjung henti.

Ariel memukul pahaku, ia memukuli pahaku dengan penuh emosi. Aku berlutut agar tubuhku sejajar dengannya, membuat bahu dan dadaku yg menjadi sasarannya memukuliku. Ariel menangis dengan penuh emosi, marah, sedih, kecewa dan putus asa bercampur di dalam dirinya. Aku ingin sekali menenangkan kekasihku itu, ingin rasanya aku memeluknya agar ia tenang. Tetapi ini semua adalah kesalahanku, kesalahan kami.

"Trus kita harus gimana?" Tanyaku pada Ariel, aku sama putus asanya dengan dia.

"Aku gak tau!" Ariel membentakku di tengah tangisannya.

"Bego! Tolol!" Ariel memaki tanpa tujuan, makian tanpa arah yg seakan mengutuk dirinya sendiri.

"Tenang dulu sayang..." aku kembali mencoba menenangkannya.

Ariel membiarkanku menyentuhnya, membiarkanku memeluknya. Kudekap tubuh kekasihku, kuusap lembut puncak kepalanya. Aku berusaha menenangkannya di saat isi kepala dan hatiku tak berbeda jauh dengannya. Dua orang bodoh yg telah putus asa, saling mencoba menenangkan diri mereka masing-masing. Ariel yg mencoba melampiaskan amarahnya agar dapat membuat hatinya lebih tenang dan aku yg mencoba untuk menenangkan Ariel, yg sebenarnya hanya agar hatiku sendiri dapat tenang. 

"Arghhh!" Ariel meronta dan mendorong tubuhku menjauh, tangisan yg sudah tak lagi memiliki air mata itu masih berlanjut.

Ariel meninggalkan kamarku, membanting pintu kamar tepat di depanku. Aku terduduk jatuh di lantai, tangisanku baru dapat keluar setelah ia pergi dari kamarku. Aku menangis, meraung-raung di lantai kamarku. Memeluk lutut dengan suara terisak dan air mata yg mengalir deras, meratapi keputusasaan yg memenuhi hatiku. Sebuah benda kecil tergeletak di lantai tak jauh dariku, sebuah benda yg memberitakan bencana bagi ku dan kekasihku. Benda bergaris 2 itu telah menghadirkan monokrom di kehidupan cinta kami berdua, tak ada lagi warna di dalamnya.

__________________________________

Suara gaduh memenuhi ruang tamu rumah keluarga Ichwan. Om Ichwan, seorang ayah yg baik, tegas, namun sangat mencintai keluarganya sedang dipenuhi oleh emosi. Tante Lita memeluk anak gadis tertuanya sambil menangis, Ariel memegangi pipinya yg memerah sambil menangis di dalam pelukan ibunya itu. Adik kecilnya menatap dengan wajah tak percaya, ia melihat ke arahku dengan mata yg sangat marah dan kecewa. Air mata gadis itu mulai menggenang, gadis itu menahan tangisnya menggunakan amarahnya yg meluap padaku. Aku sendiri sedang tergeletak di lantai, meratapi nasibku setelah menerima tinju yg keras dari orang tua angkatku. Sebuah tinju yg mungkin melayang secara tidak sadar akibat berita duka yg kuberikan bersama dengan anak tertuanya. Berita yg pastinya menghancurkan hati setiap orang tua dimanapun di dunia ini, berita yg tidak pernah diharapkan oleh siapapun.

Aku bangkit dari lantai, memegangi luka lebam di pipiku dan berlari menuju lantai atas. Memasuki kamar yg kutinggali selama beberapa tahun, bukti kebaikan dari keluarga yg baru saja kuhancurkan kebahagiaannya kepadaku. Dengan perasaan berkecamuk dan merasa menjadi manusia paling bodoh di dunia, aku mengambil beberapa pasang pakaian yg bisa ku masukkan ke dalam tasku. Aku menuruti perintah Om Ichwan, bakti terakhirku untuknya sebagai seorang anak angkat yg penurut. Perintah terakhir, permintaan terakhir, dan harapan terakhir Om Ichwan padaku adalah meninggalkan rumahnya dan jangan pernah kembali. Perintah yg kuturuti tanpa banding, buah dari kebodohan yg telah kuperbuat.

Keep It As A Secret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang