13. Kafe

200 35 0
                                    

Minal aidzin wal faidzin 🙏
Maaf telat ngucapin
Vote nya atuh buat gantiin thr')


Happy reading !!

---

"Moga gue di terima..." Gumam Felix ketika ia berdiri di depan kafe.

Felix mendorong pintu kaca di depannya, menimbulkan suara..

Klinting.. klinting..

Perlahan kaki rampingnya berjalan memasuki kafe yang tidak terlalu besar namun terasa nyaman. Felix mengedarkan pandangannya, suasana kafe sedang tidak ramai hanya beberapa orang yang duduk disana.

Saat Felix bingung akan berbuat apa, seseorang datang mendekatinya. Menepuk pundak nya, membuat Felix menoleh.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya orang itu sopan.

"Eh, Mark Lee bukan?" Tebak Felix dan orang itu mengangguk. "Lu kerja disini?"

"Yeps. Dan elu, mau ngapain disini? Kalo mau beli, kurang menyakinkan."

"Oh, gue mau ngelamar kerja. Lagi butuh pekerja kan?"

"Iyaa. Boss lagi keluar, ayo gue anter ke ruangannya," Mark mulai berjalan dan Felix mengikutinya seperti anak kucing.

"Mark.. sejak kapan lu kerja disini?" Felix mulai bertanya.

"Belum lama, baru hampir setahun," balas Mark dan Felix mengangguk.

"Elu sendiri ngapa nyari kerja? Uang ortu belum puas?" Ucap Mark sedikit terkekeh.

"Boro-boro uang ortu, adanya uang saudara," jawab Felix sedikit mendengus.

"Uh,sor–"

"Nggak usah minta maaf, gue udah bosen dengernya." Lalu mereka tertawa bersama. Memang tidak ada yang lucu. Namun kau akan mengerti jika mengalami situasi ini.

"Oh ya, Mark." Yang dipanggil menoleh. " Jangan bilang ke anak-anak lain kalo gue kerja disini."

"Kenapa emang? Sama temen nggak boleh ada rahasia dong," goda Mark.

"Kalo lo nggak bilang ke yang lain. Gue kasih Haechan nih," ucap Felix dengan menaik-turunkan alisnya.

"Eh!? Lu tau tentang gue sama Haechan?" Mark sedikit terkejut atas penuturan Felix barusan.

"Ya.. gue bisa liat dari mata lu. Gimana? Setuju kagak?"

"Jadi, restu teman ceritanya?" Mark menaikan satu alisnya.

"Yaaa.. bisa di bilang gitu. Gue bakal bantuin lo, tenang aja," ucap Felix menyakinkan.

"Oke, deal!"

Mereka telah sampai di depan pintu kayu berwarna coklat. Pintu itu masih tertutup, dan kesannya tidak seperti ruangan manajer.

"Beneran ni pintu?"

Yang lebih tua mengangguk, mengangkat tangannya untuk mendorong pintu kayu itu. Pintu sudah terbuka, dan benar itu ruangannya.

Namun ruangannya tidak kosong, disana ada seorang lelaki tinggi yang duduk di meja manajer. Menyilangkan kakinya, serta membaca suatu buku.

"Astaga, maaf saya tidak tahu jika ada anda bos." Mark berucap tergesa, lalu dia membungkukkan badannya.

"Eh kenapa? Boss? Jadi ini bosnya?" Felix bertanya-tanya dalam hatinya.

Felix ikut membungkukkan badan, "saya Lee Felix, akan melamar kerja disini."

Orang itu meletakkan bukunya. Lalu menyuruh dua orang di depan pintu untuk tidak membungkuk lagi. Setelahnya, mempersilahkan Felix masuk.

Tobat -HyunlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang