Prolog : After That Night

3K 126 8
                                    

2 minggu setelah kepergian Vincenzo ke Italia, hati Hong Cha Young tidak pernah tenang.

Ia jelas tahu apa yang ia rasakan pada pria bermata sendu itu, hatinya terus merasakan kesakitan karena rindu yang teramat dalam, ia tidak mau munafik dengan mengelak soal perasaannya terlebih setelah mereka terlibat ciuman yang lumayan panas malam itu.

Cha Young tidak pernah membayangkan bahwa dia akan mencintai Vincenzo dengan perasaan seperti ini, ia belum siap, mungkin dirinya memang realistis tapi ia juga seorang wanita.

Terkadang secara diam-diam di setiap malam Cha Young menangis karena perasaan yang tidak tertahankan, tak jarang dia akan pergi ke rooftop untuk minum beer kaleng membayangkan Vincenzo ada di depannya sambil tersenyum membahas rencana-rencana yang selalu diluar akal.

Cha Young berhenti melangkahkan kakinya didepan kamar milik Vincenzo dulu, tangannya meraba pintu didepannya yang dingin.

"Nona Hong." Suara itu mengejutkan Cha Young sebentar, ia menatap ke sebelahnya dan menemukan Pak Nam berdiri disana.

"Apa yang anda lakukan disini?" Tanya Pak Nam.

Cha Young sedikit kelimpungan menjawab pertanyaan Pak Nam, namun segera bersikap normal. "Saya hanya.. hanya.. mau bertemu Inzhagi. Anda mengapa disini?" Tanya Cha Young memberikan senyum terbaiknya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Saya mau mengambil barang milik Vincenzo-nim, dia bilang lighternya dia tinggalkan didalam. Minggu depan kamar ini akan di renovasi dan ditempati oleh pemilik baru. Anda mau ikut masuk?"

"Ah.. ya, boleh."

Pak Nam membuka pintu kamar dan mempersilahkan agar Cha Young masuk terlebih dahulu. Cha Young melihat-lihat kesekitar dan tiba-tiba saja teringat kejadian bersama Vincenzo di meja makan dan di sofa dulu, ia baru sadar kalau selama ini ia cukup banyak menghabiskan waktu dengan Vincenzo namun sayangnya saat itu ia belum yakin dengan perasaannya sendiri.

"Kenapa anda tersenyum?" Tanya Pak Nam memperhatikannya dengan wajah sengaja untuk menggoda Cha Young.

Cha Young menggeleng sambil tersenyum malu, "aku hanya ingat Inzhagi."

"Inzhagi atau Vincenzo-nim?"

"Aigoo.. jangan goda aku!" Ujar Cha Young sambil terkekeh.

"Apa lighternya sudah ketemu?" Tanya Cha Young.

"Ah, ye." Kata Pak Nam sambil menunjukkan sebuah kotak padanya.

"Kalau begitu, ayo kita pergi." Ujar Cha Young hendak meninggalkan kamar.

Namun tiba-tiba Pak Nam membuka suara sehingga Cha Young mengurungkan niatnya untuk pergi "Nona Hong, boleh aku mengatakan sesuatu?" Tanya Pak Nam membuat suasana menjadi serius.

Hong Cha Young mengangguk, mengiyakan. Matanya menatap lekat Pak Nam yang berdiri didepannya sambil tersenyum.

"Aku tahu hubungan anda dengan Vincenzo-nim.".

"Apa? Aku-"

"Anda tidak perlu menutupinya, aku tahu bahwa anda adalah seseorang yang spesial untuk consigliere dan aku tahu kalau anda juga menyukai Vincenzo-nim. Kurasa tidak ada salahnya bertukar kabar dan saling menelepon, aku yakin Vincenzo-nim juga menunggu."

Cha Young mencoba meresapi kata-kata yang baru di lontarkan Pak Nam barusan. Ia bukannya tidak mau mengabari Vincenzo, hanya saja ia takut ia tidak bisa menahan rindunya dan bersikap memalukan.

"Baik, akan aku pikirkan."

Pak Nam tersenyum mendengar perkataan Cha Young, perasaannya menghangat melihat putri dari sahabatnya mau mendengarkan saran darinya.

"Kalau begitu mari kita pergi."

°°°

Cha Young merebahkan dirinya diatas ranjang, ia menatap langit-langit kamarnya dengan kosong.

Haruskah aku telepon? Batinnya.

Cha Young buru-buru mengecek ponselnya untuk melihat jam. Di Malta baru pukul 7 malam, seharusnya Vincenzo sedang makan malam sekarang.

Ia menggeleng dengan kuat menghapus keraguannya, ia sudah bertekad menelepon Vincenzo.

Cha Young segera memanggil nomor yang ada dilayarnya beberapa saat kemudian panggilannya terhubung.

"Halo?" Ucap pria di seberang teleponnya.

Hong Cha Young terdiam tak menjawab, perasaannya terlalu campur aduk sampai ia tidak bisa berkata-kata.

"Cha Young-ah kau disana?"

"Cha Young-ah? Kau baik-baik saja?" Tanya Vincenzo yang tak kunjung mendapat jawaban.

"Cha Young-"

"Ah, ye. Aku di sini." Jawab Cha Young merutuki dirinya sendiri karena menjawab panggilannya dengan formal.

Terdengar dengusan dari seberang telepon, menandakan bahwa Vincenzo sedang menahan tawanya, Cha Young tidak dapat menyembunyikan senyumannya sehingga ia ikut tertawa kecil.

"Bukankah seharusnya kau sudah tidur?" Tanya Vincenzo.

"Uhm. Tapi aku tidak bisa karena-" Cha Young menghentikan ucapannya karena ragu mengatakan soal perasaanya.

"Karena apa?"

"Tidak, tidak. Kau sedang apa?"

"Jangan mencoba mengalihkan pembicaraan, kau harus melanjutkan ucapan mu yang tadi."

"Aku tidak mau. Jawab saja pertanyaanku yang barusan tuan Corn Salad."

"Hh aku sedang membuat delegasi dengan salah seorang keluarga Paolo, tapi aku meninggalkan mereka sebentar untuk mengangkat teleponmu."

"Apa aku mengganggu? Kalau begitu, matikan saja."

"Tidak, kau sama sekali tidak mengganggu. Lagipula tadi sudah selesai hanya saja mereka masih mau berbasa-basi sedikit."

"Ah, begitu."

Setelah jawaban Cha Young mereka sama sekali tidak ada yang membuka pembicaraan selama beberapa detik, sampai Vincenzo kembali membuka suara "Cha Young-ah.. bagaimana jika aku tidak pernah kembali ke Korea?"

"Tidak apa-apa, aku tau kau sangat sibuk." Jawab Cha Young mencoba tersenyum dengan tulus.

"Kalau begitu.. bisakah kau saja yang datang ke Malta?"

Vincenzo Cassano SequelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang