⚠️Tinggalkan jejak setelah baca berupa vote & komen⚠️
"Aljabar itu rumit, sulit dipahami. Namun, entah kenapa aku ingin memahaminya. Memakai rumus ataupun hati, logika ataupun ditebak, kita pasti akan bersinggungan di garis takdir. Aljabarku."
Ini b...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
《》《》《》《》《》《》
Jam pelajaran kedua baru saja dimulai dan Pak Herdi sudah berada di kelas sebelas IPA 1. Beliau adalah guru matematika yang dikenal pemilih atau mungkin anak zaman sekarang menyebutnya killer karena pak Herdi berperawakan tegas. Baik terhadap murid yang rajin, tegas kepada murid yang pemalas.
"Kalian sudah mengenal saya bukan?" Pak Herdi baru saja akan memulai pelajarannya.
"Sudah pak," jawab murid serentak.
"Karena semua sudah mengenal saya, kalau begitu tidak perlu berlama-lama lagi, kita mulai saja pelajaran pertama kalian."
"Eh pak, saya lupa lagi sama bapak, kenalan lagi aja," celetuk Derin-murid yang lumayan pemalas dan nakal tapi sayangnya berotak encer.
"Jangan mengada-ngada Derin-" Pak Herdi berhenti sejenak berbicara lalu melanjutkannya lagi. "Tapi saya akan mengalah, perkenalkan nama saya Herdi. Cukup dengan perkenalannya, kita mulai belajar sekarang." Ternyata beliau benar-benar akan memulai pelajaran.
"Pas ditanya sudah kenal, jawabnya sudah. Pas pelajaran mau dimulai, jawabnya lupa lagi," gerutu Pak Herdi diam-diam.
"Kalian sudah punya buku paket kelas sebelas semester satu,'kan?" Tanya Pak Herdi.
"Sudah," lontar semua murid.
"Buka buku paket halaman 174." Pak Herdi menyuruh para murid membuka buku paket.
"Lah pak, kan halaman 174 tentang matriks," protes Yugo.
"Memang, saya akan mengajarkan materi kepada kalian secara random, jadi tidak akan sesuai daftar isi." Pak Herdi menggunakan metode belajarnya sendiri.
"Gak bisa gitu dong pak!" Timpal Daffi ikut tidak setuju.
"Tidak bisa bagaimana? Apakah ini memengaruhi kemiliteran Indonesia?"
Entah kenapa tapi mereka malah berdebat.
"Memang hal ini tidak memengaruhi kemiliteran Indonesia ataupun persenjataan Rusia, tapi hal ini memengaruhi mood saya dalam belajar." Yugo semakin memanasi suasana.
"Lagipula kapan kamu mood dalam belajar? Saya sudah membicarakannya dengan kepala sekolah an beliau mengizinkannya selagi itu masih menyangkut belajar. Kalau kamu tidak suka dengan metode saya, kamu bisa keluar dari kelas," geram Pak Herdi.
"Gak ngehargain banget jadi guru," hardik Yugo sambil keluar membawa tasnya.
"Yang ingin menentang saya dan mengikuti berandalan itu, silahkan keluar sekarang." Pak Gerdi memberi kesempatan bagi murid yang ingin seperti Yugo.
Tak lama kemudian, Derin, Alkan, dan Bian juga ikut keluar membawa tas mereka.
Daffi yang melihat hal itu semakin bingung, apakah dia harus bertahan di kelas atau pergi bersama teman-temannya sebagai tanda solidaritas.