1

704 30 0
                                    

Putri mematut diri di depan cermin dalam kamar hotelnya yang terletak di kawasan Malioboro. Hotel itu memang tidak sekelas bintang lima, tapi cukup nyaman. Dan kebetulan dia memang tidak berhak meminta pelayanan lebih seolah-olah artis kelas dunia. Putri tahu kapan harus menyalurkan kemanjaan serta egoismenya dan kali ini bukan saat yang tepat. Dia berada di hotel ini untuk urusan pekerjaan. Itu berarti dia harus profesional.

            Putri mematut dirinya sekali lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Putri mematut dirinya sekali lagi. Gaun hitamnya tidak terkesan berlebihan maupun formal. Lebih berkesan santai, sopan, namun tetap seksi. Dia juga memutuskan tidak mengenakan dandanan yang terlalu tebal dan hanya menggerai rambut panjang hitam kecoklatannya yang indah. Cantik. Dia memang tidak mempermalukan nama yang disandangnya. Putri nyaris tak berbeda dengan para putri dalam dongeng di buku cerita bergambar yang sering dibacakan Mama saat dia masih kecil. Dulu putri-putri cantik itu selalu membuatnya iri. Iri pada tubuh mereka. Iri pada wajah mereka. Dan terutama, dia iri mereka bisa menemukan pangeran masing-masing.

Puas bercermin, Putri memeriksa ponselnya. Pangerannya, atau lebih tepatnya orang yang dia anggap kemungkinan besar akan menjadi pangerannya, masih belum juga menghubungi. Padahal dia sudah hampir seharian berada di kota ini. Mereka sudah berpisah selama sekitar 15 jam sejak Frans mengantarkannya ke bandara kemarin malam (dengan tampang tidak ikhlas). Masak sih cowok itu enggak kangen sedikitpun padanya? Putri menghela nafas. Cowok memang susah diharapkan. Kebanyakan cowok di zaman sekarang ini hanya katak-katak yang bahkan setelah dicium-pun tak akan berubah menjadi pangeran. Termasuk Frans.

Sambil ngedumel dia melirik jam dinding lalu memekik tertahan. Sudah hampir terlambat! Putri bergegas meraih tas dan sepatunya lalu meluncur menuju Ambarrukmo.

*

Acaranya membosankan. Tapi sekali lagi, dia disini untuk urusan pekerjaan dan itu berarti tak boleh mengeluh walau di dalam hati dia masih menyalahkan Kinar. Bagaimanapun, sakitnya Kinar-lah yang membuat Putri berada di acara membosankan ini.

Sebuah brand kosmetik ternama bekerja sama dengan majalah tempat Putri bekerja, Femme-Style. Kosmetik tersebut menggelar semacam roadshow ke beberapa daerah di Indonesia untuk menandai peluncuran produk pemutih kulit terbaru mereka. Mereka minta acaranya diliput. Tadinya Kinar yang mendapat tanggung jawab meliput acara di Jogja ini. Tapi sehari menjelang keberangkatan dia panas tinggi dan semuanya serta merta jatuh ke pundak Putri.

Putri menyaksikan betapa ramainya pengunjung yang datang ke sini, kebanyakan wanita tentu saja. Kasihan orang-orang itu. Menginginkan wajah mereka tampak putih atau LEBIH putih dari sebelumnya hingga selalu menyambut semua produk baru yang memberi harapan dengan tangan terbuka.

Diam-diam Putri merasa bangga akan kulit putih alaminya yang dia dapat dari darah Mama. Kebanyakan keluarga Mama memang putih-putih. Termasuk dia. Sebenarnya bukan hanya kulit putihnya yang membanggakan. Badan tinggi-langsingnya juga. Untuk masalah tinggi, dia harus berterima kasih pada Papa. Keluarga Papa memang bukan keturunan bule, tapi entah kenapa semuanya tinggi-tinggi. Mengenai kelangsingan, dia harus berterima kasih pada dirinya sendiri. Tubuh kurus ini bukan sesuatu yang dia dapat sebagai anugerah lahir tapi karena sejak SMP dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berolahraga dan diet ketat.

Itik Buruk Rupa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang