4

216 16 0
                                    

Seharusnya dia tak perlu heran. Dia bisa menanak nasi di pangliwӗtan walau merasa tak pernah tahu caranya. Maka bukan sesuatu yang mengherankan jika dia berbicara dengan orang-orang di sini dalam Bahasa Jawa Kuna walau berpikir dalam Bahasa Indonesia.

Putri mengalihkan perhatian pada keriuhan di sekitarnya. Seluruh penduduk berkumpul di alun-alun. Tak ada yang tinggal di rumah sebab tentara kerajaan menggeledah setiap rumah (yang desainnya luar biasa jelek, tapi mau bagaimana lagi, istana rajanya saja terbuat dari lalang) di negaragung. Sebenarnya mereka tak perlu repot-repot sebab rakyat sangat antusias melihat titisan dewa yang mereka sebut sebagai raja itu. Mereka jarang mendapat hiburan. Pagelaran wayang hanya dilakukan sesekali, biasanya saat ada upacara penetapan sīma (1). Menyaksikan keluarga kerajaan dari dekat merupakan salah satu bentuk hiburan sebab mereka dapat melihat kehidupan yang sungguh berbeda dari kehidupan sehari-hari. Menyaksikan keluarga kerajaan seperti menyaksikan dongeng, dan dongeng acapkali menghibur. Tak heran jika beberapa rakyat jelata dari luar negaragungpun menyempatkan diri untuk datang.

"Śrī Mahārāja Rakai Watukura Dyah Balitung Śrī Dharmmodaya Mahāsambhu." Sebuah suara lantang mengumumkan kedatangan raja ke alun-alun.

Tubuh sang Raja sedikit tambun. Dia berkulit kuning langsat dan matanya besar. Raja mengenakan kirīţamakuţa (2) yang terbuat dari logam entah apa dan dihiasi beberapa batu mulia. Putri beruntung dia dan Gallam mendapat tempat yang cukup berdekatan dengan orang-orang istimewa itu. Dari tempat itu dia bisa melihat dengan jelas bahwa raja mengenakan dua lapis kain yang bagus buatannya, ganjarhaji patra sisi. Kain berwarna kemerahan dan bercorak serta tebal dipakai sebagai lapisan bawah. Panjangnya sampai tengah betis. Kain diatasnya berwarna hijau gelap dan panjangnya hanya sampai di lutut. Kain kedua ini dibuat menjadi semacam wiru. Raja juga mengenakan sabuk polos yang memiliki sejumlah untaian-untaian. Dia, sama seperti para penduduknya, juga tak mengenakan atasan (kejutan besar!). Raja hanya mengenakan kalung berbentuk lempeng yang melebar dan selempang dada dari kain yang berpola. Di kedua lengannya terdapat kelat bahu berukir.

Di sebelah kanan raja berdiri Rakryān Binihaji Parameśwari alias sang permaisuri. Permaisuri berbadan sintal, kulitnya juga kuning langsat. Sama seperti raja, pakaiannya juga wah. Jika raja mengenakan kain merah di lapisan pertama dan kain hijau sebagai lapisan kedua, maka permaisuri sebaliknya. Untuk soal perhiasan, permaisuri mengenakan lebih banyak dibanding raja. Dia mengenakan jamang (3) bulat yang juga dihiasi batu mulia. Kelat bahu yang mereka kenakan kurang lebih sama bentuknya namun kalung permaisuri lebih mewah. Kalung itu berupa rangkaian bebatuan kecil warna-warni yang menjuntai hingga ke perut. Berbeda dengan raja yang memakai selempang, permaisuri hanya mengenakan ikat dada. Anţӗng (4) nya berupa untaian mutiara, sementara ikat dada yang mengelilingi perut dibuat berbentuk pita. Subangnya berbentuk belah ketupat, gelang tangannya berbentuk ular, dan cincin di jari manisnya bermata zamrud.

Di sebelah kiri sang raja, berdiri sedikit ke belakang, Putri melihat Kinar...

*

Tidak, dia bukan Kinar. Mereka hanya mirip. Tapi kemiripan itu sempat membuat Putri mengira semua reporter Femme-Style diberi kesempatan 'berekreasi' kemari. Orang itu adalah Rakryān Wuatań Pu Kayatini, selir sang raja, ibu dari sang putri baru. Badan gempalnya memang sedikit mirip Kinar (Kinar lebih kurus sedikit). Dia juga pendek dan berkulit gelap. Struktur wajah mereka kurang lebih serupa. Putri bertanya-tanya apa yang ada dalam pikiran raja hingga mau-maunya memilih itik buruk rupa ini sebagai selirnya. Permaisuri tidak terlalu cantik tapi bisa dipastikan dia lebih menarik dibandingkan si selir.

Ketiga orang itu (raja, permaisuri, selir) memang tak bisa dikatakan rupawan. Tapi anehnya orang-orang di sekitar bergumam betapa tampannya sang raja, betapa cantiknya kedua istrinya, betapa mereka ingin seperti dia. Sebuah bisik-bisik nakal entah bersumber dari mana yang tertangkap telinga Putri bahkan mengatakan selir jauh lebih cantik dari permaisuri dan raja pasti lebih mencintainya. Astaga! Orang-orang ini pasti sudah gila. Otak mereka pasti sudah bergeser beberapa sentimeter dari tempat semula.

Itik Buruk Rupa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang