Delapan

33 14 8
                                    

Rindu semakin sulit dikendalikan oleh logika, hanya temu sebaik-baiknya penawar meski tanpa peluang. Sabar tak lagi menenangkan sebab hadirnya yang dibutuhkan, semoga jarak kian memudar hingga pertemuan dikabulkan.

-
-
-
-
-

Hai hai haiii
Welcome back para readers setiakuuu, semoga kalian bahagia selalu yaaa, Happy Reading guys❤️


_____________________________________

Cahaya terik mulai menyilaukan pandangan seorang wanita yang sedang tertidur pulas. Tampak Zefa mengusap matanya untuk memperjelas pandangan sembari menaikkan bantal untuk bersandar.

"Eh udah bangun ya?" tanya bu Tika yang baru saja memasuki kamar. Sementara Zefa tidak merespon apapun, matanya sayu dan wajahnya masih saja pucat. Bu Tika yang melihat semakin miris dengan keadaannya. Ia pun mendekat lalu duduk di sebelah Zefa. Ia mengelus lembut rambut Zefa. Tatapan Zefa masih saja kosong membuat bu Tika semakin bingung.

"Makan dulu yuk," ajak bu Tika. Tanpa menjawab Zefa menurut saat tangannya dibawa.

Setelah sampai di meja makan hal mengejutkan membuat Zefa kembali berteriak, "PERGI!"

Reyhan yang sedang lahap menyantap makanan terkejut melihat Zefa keluar dari kamar

"Mama! kenapa dibawa keluar?" tanya Reyhan. Ia beranjak mendekati Zefa yang sedang gemetaran. Zefa begitu takut saat melihat Reyhan di sana, ia menyembunyikan tubuhnya di balik bu Tika.

Bu Tika mendadak bingung, "Rey, kamu kok bikin dia takut?" tanyanya sembari memeluk Zefa.

"Mama ajak dia masuk lagi ma, aku kan ga nyuruh mama ngeluarin dia," pinta Reyhan.

"Kamu kenapa sih Rey? Mama cuma kasian sama dia, jangan-jangan kamu yang jahatin dia ya?"

"Udah lah ma, bawa aja dia ke kamar," Reyhan kembali ke meja makan sedangkan bu Tika mengajak Zefa kembali ke kamar dan mencoba menenangkan Zefa. Sementara Reyhan mendengus kasar, dirinya kesal sembari memukul keras meja makan. Saat Zefa sudah sedikit tenang, bu Tika meninggalkannya di kamar. Ia hendak menghampiri Reyhan untuk mendapatkan penjelasan.

"Rey jelasin ke mama, apa yang sebenarnya terjadi!"

"Ma, kita ke depan ya, aku bakal ceritain ke mama." Reyhan berlalu dengan cepat diikuti mamanya, Ia pun berhenti di teras untuk berbicara.

"Pokoknya kamu harus jelasin semuanya Rey."

Reyhan mengusap dahi dengan tangan kanannya, "Iya ma iya, mama duduk dulu," ujarnya sambil mengeluarkan kursi untuk bu Tika.

"Jadi gini ma, aku nemu dia di pinggir jalan terus aku kasian dia kayak orang depresi gitu ma, terus pas aku samperin eh dia ketakutan dan pingsan ma. Makanya aku bawa dia ke rumah biar dijagain sama mama." jelas Reyhan penuh kebohongan.

Bu Tika mulai luluh dan prihatin dengan keadaan Zefa, "kayaknya mama perlu panggil psikolog deh."

"G-Gak perlu ma, nanti juga pulih sendiri," Reyhan berusaha menghentikan niat bu Tika.

"Kok gitu? Kan kalo ada psikolog, mama bisa tau pasti keadaan dia seperti apa."

Reyhan pun menegakkan punggungnya, tampak ia sedang memikirkan sesuatu, "Gini aja ma, aku yang cariin psikolog buat dia ya ma."

"Iya terserah kamu yang penting secepatnya dia sembuh, mama gak tega liatnya."

"Iya ma iya."

***

(Mati) Rasa [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang