Tujuh

40 18 17
                                    


Terkadang jarak diperlukan untuk menyadarkan arti dari keberadaan. Ketika sosok yang terbiasa ada menjadi tidak ada maka rindu akan hadir tanpa terduga.
-
-
-
Hai hai hai welcome back to my story! Jangan lupa siapkan posisi ternyaman sebelum membaca

-Happy Reading Guys-

______________________________________

"Anda siapa?" tanya Zefa seraya memegang kepalanya yang masih pusing.

Wanita tua itu tidak langsung menjawab, ia hanya tersenyum dan membantu Zefa untuk bersandar. Melihat bibir Zefa yang masih pucat tergeraklah tangan wanita tua itu untuk mengambil minuman yang telah ia bawa sedari tadi untuk diberikan pada Zefa.

"Kamu minum dulu ya," pinta wanita tua itu.

"Gak, gak mau!" tolak Zefa dengan panik, ia takut wanita tua itu berniat jahat padanya.

"Saya mau pulang," Zefa berusaha keras untuk bangun namun, tenaganya begitu lemah hingga tak mampu menahan beban tubuhnya.

"Kamu masih lemah, minum dulu yuk, jangan takut saya bukan orang jahat." Mendengar perkataan itu Zefa pun menurut untuk minum, ia meneguk air dengan pelan.

"Saya Tika, pemilik rumah ini, kamu akan aman di sini," jelas bu Tika memperkenalkan diri untuk meyakinkan Zefa.

Zefa terus berusaha untuk mengingat apa yang telah terjadi padanya namun, kepalanya begitu sakit jika dipaksa.

"Kamu istirahat dulu ya, sepertinya kamu perlu saya panggilkan dokter," ujar bu Tika sembari mengusap kening Zefa dengan lembut.

Zefa hanya menggeleng pelan sebagai tanda penolakannya.

"Kalo saya boleh tau, siapa nama kamu?" tanya bu Tika.

Tidak ada respon dari Zefa, ia seperti melamunkan sesuatu, bulir bening mulai tampak dari kedua mata indah miliknya. Ia memejamkan mata untuk mengingat satu persatu peristiwa yang ia alami, tubuhnya mendadak gemetar ketika sosok Reyhan muncul dengan sempurna dalam ingatannya.

"Jangan sentuh gue!"" teriaknya.

Bu Tika yang sedari tadi memperhatikan Zefa pun terkagetkan, "Ya ampun, kamu kenapa?" panik bu Tika menggoyangkan kedua bahu Zefa agar Zefa membuka matanya. Perlahan Zefa membuka mata namun, napasnya tersendat membuatnya sesak.

"Yaudah kamu tenangin diri dulu ya, kalo perlu tidur, jangan pikirkan apapun," pinta bu Tika. Zefa tidak merespon apapun ia seperti orang kehilangan jati diri, pandangannya kosong membuat bu Tika semakin kasihan terhadapnya.

***

Pesona senja telah sirna dari permukaan, tampak dua pria sedang duduk di kursi pinggir jalan ditemani lampu jalan yang belum menyala.

"Lo di mana Fa," keluh Havid sembari memutarkan ponselnya.

"Vid, kita ke mana lagi? Jujur gue capek." Haikal menyandarkan kepalanya ke bahu Havid.

"Dih, apaan lo, nyender-nyender."

"Sebentar napa, leher gue pegel," ujar Haikal sambil menggosok lehernya pelan.

Havid tidak merespon lagi, dari matanya terlihat jelas bahwa ia sedang memikirkan istrinya itu.

"Gue gak bisa gini terus, gue harus cari Zefa sampai ketemu!" Havid mendekatkan ponsel ke telinganya seolah sedang menghubungi seseorang namun nihil hasilnya.

"Brengsek!" caci Havid sembari berdiri membuat Haikal terjatuh.

"Akh!" Haikal mengusap bokongnya saat tubuhnya mendarat ke aspal dengan keras. Bagaimana ia tidak kaget, dirinya sedang enak-enaknya bersandar lalu mendadak Havid berdiri.

(Mati) Rasa [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang