Tiga

107 44 114
                                    

Hai hai i'm comeback
Akhirnya up juga, ayo absen dulu sini siapa aja yang nungguin kelanjutan ceritanya

Happy Reading❤️

______________________________________

"Akh" sontak Havid memegang pipi kirinya. "Lo kenapa sih Fa? Ada masalah apa?"

Zefa memutuskan pergi tanpa menjawab pertanyaan suaminya itu

"Fa" panggil Havid untuk menghentikan Zefa namun, sia-sia

Havid menggeleng pasrah. "Lo kenapa sih Fa, selalu menghindar" batinnya

Ingin rasanya Havid menghampiri Zefa namun, ia harus ke kantor pagi ini karena ada meeting penting terkait kerja samanya dengan perusahaan lain.

"Gue bakal pulang cepet Fa, lo jaga diri" gumamnya sembari mengambil kunci mobil yang ada di meja. Seperti biasa Havid memulai pagi tanpa sarapan.

***

Cahaya yang begitu terik menyilaukan pandangan Zefa. Wanita itu berdiri tegak menghadap jendela dengan melipatkan tangan di dada. Tatapannya kosong namun batinnya ricuh oleh teriakan nasib yang begitu suram

"Tuhan, kenapa aku dipermainkan sehancur ini" gumamnya seraya tersenyum sinis

"Seketika, aku diberi mimpi yang menjulang tinggi. Untuk apa? Untuk apa aku diberi mimpi jika pada akhirnya dipatahkan oleh kenyataan yang begitu pahit" Kalimat yang keluar dari mulut Zefa seperti menggambarkan isi hatinya namun, tidak ada kesedihan yang terpancar dari raut wajahnya.

Bagi Zefa, menangis bukan lagi sebuah keharusan di saat hati bersedih. Bahkan air mata enggan untuk dikeluarkan. Gejolak yang sering terjadi menumpas rasa yang ia miliki.

"Apakah ini yang dinamakan hancur yang sesungguhnya?" tanya Zefa dengan pelan

"Hahaha" Mendadak Zefa terkekeh sembari memukul kepalanya.

Kreeeekkk

Suara yang mengejutkan membuat Zefa menoleh cepat.

"Siapa?" gumamnya

Tanpa berpikir panjang ia pun keluar kamar untuk memastikan. Seketika matanya membulat melihat pintu yang terbuka lebar hingga tersuguhkan sosok pria tinggi bertopi hitam yang membelakanginya.

"Maaf, siapa ya?" tanya Zefa sedikit ragu

Pria itupun membalikkan badannya

"Pergi lo dari sini!" Zefa meneriaki pria itu. Kedua tangannya mengepal erat.

"Santai dong sayang" ujar pria itu. Ia melangkah maju mendekati Zefa

"Mau apa lo ke sini?" Kini Zefa benar-benar panik. Perlahan ia mundur namun, langkahnya terhenti oleh lemari kaca yang menghalangi.

"Gue mohon Rey, lo pergi dari sini!"

Pria itu adalah Reyhan, pria yang terobsesi dengan Zefa. Setahun lamanya Zefa menyembunyikan dirinya namun, entah dari mana Reyhan menemukan Zefa kembali.

Kini jarak mereka begitu dekat, hanya dibatasi oleh dua hidung yang saling bersentuhan.

"Gue ga akan pergi sebelum dapetin lo Fa" Tangan Reyhan mengelus pipi kanan Zefa membuat ia memalingkan wajah dengan cepat.

"Lo jangan kurang ajar ya!" ketus Zefa ketika Reyhan berusaha memajukan wajahnya.

Suhu kala itu mendadak dingin, kedua tangan Zefa gemetaran. Ia memejamkan mata dengan pasrah atas apa yang akan terjadi pada dirinya. Jemarinya begitu lemah untuk terangkat sebab trauma yang pernah ia alami sebelumnya.

(Mati) Rasa [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang