#6

0 0 0
                                    

Pak Fandy keluar kelas, dan ini adalah jam terakhir bagi Alegra dan Argi. Sejauh ini Alegra baik-baik aja meski sorot matanya menunjukan rasa cemas dan takut. Hari ini Amira gak ada jadwal, jadi dia gak ngampus.

"Pulang?" Tawar Argi, Alegra mengangguk. Mereka berjalan menyusuri koridor dan saat itulah hal yang sangat Alegra takutkan terjadi.

"Ara!" Panggil seseorang, dan Alegra bisa menebak suara siapa itu. Argi dan Alegra terdiam, Rangga menghampiri mereka.

"Aku perlu ngomong sama kamu Ra. Aku pengen jelasin semuanya." Pinta Rangga. Alegra menatap Rangga takut-takut meski ada kilat tak terima. Alegra mengalihkan pandangannya pada Argi. Argi tersenyum mengangguk. Alegra menghela napas, lalu kembali menatap Rangga, mengangguk.

Rangga yang awalnya pesimis kini tersenyum lebar. Dia meraih tangan Alegra. "Yuk ikut aku!"

Alegra terkejut, refleks menarik tangannya. Rangga heran sedangkan Alegra mundur selangkah. Ia meraih tangan Argi, menggenggamnya erat. Argi awalnya terkejut, tapi ia bisa mengontrolnya. Ia tau kalau saat ini Alegra butuh kekuatan. Tangannya benar-benar dingin, dan berkeringat dingin. Argi tau kalau saat ini Alegra tengah perang batin, antara memaafkan atau pergi sejauh mungkin. Ia membalas genggaman Alegra, berusaha menenangkan lewat genggaman.

Rangga menatap Argi tak suka. "Bisa kasih kita privasi?" Sindir Rangga.

"Gak! Argi pergi, aku juga pergi dan gak ada penjelasan diantara kita." Alegra menjawab dengan tegas.

Rangga dan Argi sama-sama terkejut. Bagaimana pun reaksi Alegra itu di luar dugaan.

"Legra.." Argi berusaha membujuk.

"Gak gi! Itu keputusan final Legra, titik!" Balas Alegra keukeuh.

"Tapi.."

"Udah gak papa, Ara pengen Lo disini, jadi Lo boleh disini." Ujar Rangga, meski setengah ikhlas.

Argi menatap Alegra penuh arti, tersenyum. Berusaha mengatakan padanya melalui pandangan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Ra, aku bener-bener minta maaf. Beneran! Aku nyesel ngelakuin segalanya. Aku dihasut Chika, Ra. Sebenernya Amira udah coba nyadarin aku, tapi aku terlalu percaya sama Chika. Aku gak tau kalo sebenernya Chika itu licik.

Sebenernya pas kelas sembilan Chika ngalamin kecelakaan. Kakinya patah, sendi tangan kanannya geser. Aku udah rawat dia. Tapi pas keadaannya mulai membaik dan di bolehin pulang dia gak mau aku jenguk. Awalnya aku faham, mungkin dia emang butuh istirahat. Tapi, udah seminggu aku dilarang jenguk sama dia, aku khawatir Ra.. jadi aku putusin buat ngasih surprise jenguk dia." Mata Rangga berkilat-kilat. Argi bahkan Alegra tahu kalau Rangga sedang menahan amarahnya.

"Aku sampe di rumah Chika, dan kayak yang kamu tahu klo rumah Chika slalu sepi. Terus juga biasanya aku emang langsung masuk, jadi aku langsung masuk aja. Dari awalnya aku denger suara tv , jadi aku tau kalo Chika emang ada di ruang depan.

Tapi baru aku masuk, aku yang awalnya mau ngasih surprise malah dapet surprise. Dia lagi bercanda sama seorang cowok di depan tv. Semuanya terasa beku. Aku cuma bisa denger kata-kata Chika." Alegra meneguk ludah ngeri. Belum pernah ia melihat Rangga semarah ini, bahkan ketika video itu di kirim Chika, wajah Rangga disana lebih ke jijik meski harus Alegra akui bahwa kali ini wajah Rangga lebih dari jijik.

"Apa kata Chika?" Tanya Alegra takut-takut.

"Katanya, 'ndra, aku seneng deh seminggu ini kamu nemenin aku di rumah' terus si laki-laki itu jawab ' iya dong sayang, aku pasti bakal selalu ada buat kamu. Tapi gimana si cupu Rangga? Kamu,kan dulu pernah ngejar-ngejar dia?' Chika jawab lagi, dan kali ini keliatan banget kalo dia ngeremehin aku. ' aku dulu emang ngejar-ngejar dia, bahkan sampe ngedeketin sahabatnya yang nempel Mulu sama dia. Jijik sebenernya ngedeketin anak childish bin cupu sama murahan.. tapi setelah aku pisahin dia dari anak bau tengik itu terus dapet dia seutuhnya, aku kecewa. Dia gak asyik, jarang ngajak hangout, gak ada romantis-romantisnya. Emang cowok yang gak cocok dipertahanin. Beda sama kamu Andra ku sayang'

AlegrArgiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang