Matahari mengizinkan bulan untuk mengantikan tempatnya. Bintang bertebaran di langit yang cerah. Meskipun malam sepertinya langit ingin memberi semangat pada Nasyla untuk menjalani kehidupan barunya di pesantren.
Pernah dengar kutipan air mata adalah hal yang paling setia di dunia, entah dalam keadaan sedih ataupun senang dia akan selalu datang. Rasanya sudah lama sekali air mata jatuh ketika Nasyla bahagia. Dia memang rakus akan kebahagiaan tapi belum pernah setelah orang tuanya meninggal dia tertawa hingga air matanya ikut menjadi saksi.
Setelah belajar mengaji dan sholat isya, Nasyla duduk disalah satu bangku taman yang ada di lingkungan pesantren, menatap plang besar di atas gerbang bertulis AL-MU'MIN yang mana adalah nama pesantren tempatnya tinggal saat ini.
Sedikit aneh karena malam ini dia tidak mendengar teriakan dari bibi dan sepupunya, yang ada Nasyla harus bisa mengadaptasikan diri dengan cepat dengan hal-hal yang ada di sini.
"i miss you" katanya lirih pada langit berbintang.
Udara malam yang dingin dan minimnya orang yang berlalu lalang di luar membuat atmosfer menjadi aneh, tapi tak apa, memang itu yang Nasyla inginkan. Menghabiskan waktu sendiri berbicara pada Ibu dan Ayahnya yang kata seseorang jika orang sudah meninggal maka mereka akan jadi bintang. Entahlah percaya atau tidak setidaknya masih ada hal yang bisa membuat Nasyla merasa sedang berbicara dengan orang tuanya.
Nasyla menarik nafas dan menghembuskan nya.
"Ibu, Ayah, sebenarnya aku tidak sedang baik-baik saja. Ada banyak kata yang ingin ku luapkan. Sangat sakit dan melelahkan. Dunia mejadi gelap setelah kalian pergi. Hatiku sakit sampai aku ingin menghilang, tapi Ibu menyuruhku untuk terus bahagia dan tersenyum. Apa kalian tahu sesakit apa hatiku setiap kali melihat seorang anak tertawa bahagia dengan Ibu dan Ayahnya? Tapi Ibu dan Ayah tidak perlu khawatir, aku akan hidup dengan baik mulai hari ini. Menjadi bahagia seperti yang kalian harapkan"
Nasyla terhanyut dengan dirinya sampai-sampai suara Awa yang terus memanggil dari lantai dua tidak dia hiraukan.
"Nasyla!!" begitu Awa mengerahkan seluruh suaranya barulah Nasyla menoleh.
Awa melambaikan tangan ke arah Nasyla yang di balas hal serupa oleh gadis ini. "Udah malam, ayo naik!"
"Sebentar, udara malam di sini terlalu sayang untuk di lewatkan" jawab Nasyla.
"Benarkah? Kalau begitu tunggu aku!" Awa yang berbalik dan hendak turun menghampiri Nasyla.
Nasyla kembali melihat ke arah lagi.
"Ayah, Ibu, lihat betapa hebatnya anakmu ini. Baru beberapa jam di tepat baru sudah mendapatkan teman" Nasyla tersenyum senang.
Terlihat Awa yang berlari menuju Nasyla dan langsung duduk di samping gadis ini. "Ngapain sih di sini? Bertapa?"
Nasyla tertawa kecil. "Mikirin jodoh"
"Oh iya! Kamu suka sama Ustadz Hanan ya?" Awa mencolek-colek Nasyla.
Nasyla menyipitkan matanya sambil menyeringai. "Keliatan ya?"
Awa menyenderkan punggungnya di sandaran kursi. "Tatapan kamu ke Ustadz Hanan aja udah beda. Tapi aku kasih tau ya, santriwati di sini rata-rata suka sama Ustadz Hanan"
"Hah?" sontak itu membuat Nasyla terkejut. Sebetulnya sehebat apa Hanan sampai semua santriwati tergila-gila padanya.
"Bahkan denger-denger Ustadzah Aisyah juga suka sama Ustadz Hanan"
"Ustadz Aisyah yang mana?"
"Nanti juga kamu tau"
Nasyla mengerutkan dahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lamaran Sang Ustadz [On Going]
General Fiction"Kalau Ustadz, Raja maka aku Permaisurinya" -Nasyla "Raja apa dan permaisuri apa?" -Hafidz "Raja dan Permaisuri, Surga" -Nasyla Nasyla Adelin Viona. Gadis manis dengan lesung pipi di bagian ujung kanan bawah bibirnya-sangat rakus akan kebahagian. Ke...