Cemburu pada Haba #6

13 3 0
                                    

Hari yang di tunggu-tunggu akhirnya datang. Hari jum'at tidak ada kelas pagi, hanya ada kelas mengaji yang di lakukan setiap hari sehabis sholat lima waktu, dan malamnya mereka belajar kitab yang memang di jadwalkan setiap harinya.

"Aku cemburu pada Haba" kata Nasyla mengisi keheningannya bersama Awa yang sama-sama menatap dari jauh kelas 10a, yang di dalamnya ada Hanan tengah mengajar.

Awa menoleh. "Kerena Haba bisa sering ketemu Ustadz Hanan?"

Nasyla mengangguk lemas. Awa merangkul leher Nasyla dengan tangannya berusaha menghibur teman barunya.

"Di depan ada yang jualan rujak serut, rasanya enak. Beli yu" ajaknya pada Nasyla.

Nasyla menatap Awa yang memainkan kedua alisnya dengan semangat. Sudah lama sekali sepertinya dia tidak makan rujak serut. Ada rasa rindu terhadap makanan yang satu itu.

Nasyla berdiri tegak kembali dengan semangatnya. "Boleh! yu"

Awa tersenyum lebar dan mulai berjalan menjauh dari posisi awal mereka. Jam kosong itu di manfaatkan Nasyla untuk mencari kebahagiannya. Seperti biasa gadis ini haus akan kebahagian.

"Mas, rujaknya 2 ya" kata Awa pada penjual kaki lima ini.

Nasyla yang sudah tak sabar ingin kembali merasakan rasanya sampai harus menelan ludahnya lebih dulu. Matanya terlihat semangat begitu penjual ini mulai memarut buah-buahan yang akan menjadi bagian dari rujaknya.

"Di depan sana juga ada es buah enak. Mau coba juga gak?" tawar Awa lagi.

Nasyla menoleh, menyipitkan mata dengan senyum penuh arti. Sepertinya jalan pemikiran keduanya tidak terlalu jauh beda. Makanan pasti mendominasi pikiran Nasyla dan Awa.

Awa yang melihat ekspresi Nasyla langsung tahu jawaban atas ajakannya. Dia langsung mengajak Nasyla untuk berjalan beberapa langkah lagi dan menitipkan pesanannya pada sang penjual rujak.

"Wah, tempatnya lucu" kata Nasyla begitu dia melihat bagian depan kios ini. Memang sedikit berbeda dengan yang lainnya. Kios ini di hias dengan berbagai warna-warni dan gambar-gambar imut yang bisa memuaskan mata seseorang seperti Nasyla.

"Gak kalah jauh sama Ibu Kota kan?" Tanya Awa dengan sedikit bergurau.

Nasyla ikut tertawa sambil mengangguk. Setelah memesan apa yang mereka inginkan keduanya duduk sambil berbincang.

"Oh iya, katamu semua santriwati di pesantren suka Ustadz Hanan, berarti kamu termasuk dong?" Tanya Nasyla dengan tatapan penuh Tanya.

Awa berfikir sebentar, lalu mengangguk setelah menemukan jawaban. Sontak itu membuat reaksi Nasyla yang semula penuh Tanya kini berakhir dengan mata melotot.

"Bukan dalam artian yang kamu fikirkan" Nasyla menghela nafas begitu mendengarnya. "Aku memang suka Ustadz Hanan karena karisma, ilmu dan kesholehahnya. Beberapa santriwati juga begitu, Haba juga"

Nasyla tersenyu lebar. "Baguslah kalau begitu"

Nasyla jadi tidak perlu repot-repot bersaing dengan teman-temannya.

>>>

Mereka kembali begitu selesai mengambil pesanan terakhir. Di perjalanan saat sedang asik berbagi cerita sambil tertawa kecil, Hanan muncul dan mengambil alih semua perhatian Nasyla. Awa yang menyadari lawan bicaranya tidak fokus, langsung ikut mensejajarkan pandangannya dengan Nasyla. Ternyata Hanan-lah biang kerok atas ketidak fokussan Nasyla.

"Samperin Ustadz Hanan yu!" ajar Nasyla yang langsung begitu saja berjalan meninggalkan Awa.

"Assalamualaikum Ustadz" sapa nya dengan cengengesan dan di balas oleh Hanan. Tak sampai satu menit Awa menyusul Nasyla yang sudah tersenyum.

"Loh, kalian kenapa bawa makanan di jam pelajaran?" Tanya Hanan sambil melihat plastik belanjaan di tangan Nasyla.

Awa mendekat dan berbisik pada temannya ini. "Kamu lupa Ustadz Hanan juga guru di sini? kenapa malah menjemput masalah sih?" Awa yang terdengar gemas dengan tingkah sembrono Nasyla.

Nasyla menoleh dengan wajah tak biasanya. Benar juga yang Awa katakana. Dirinya tak berpikir panjang dulu sebelum menghampiri Hanan. Di tatapnya wajah pria ini dengan takut, Nasyla justru tertawa kikuk.

"Ayo ikut ke kantor" kata Hanan tegas sambil berjalan melewati Nasyla dan Awa.

Nasyla melirik ke arah Awa dan berbisik. "Maaf"

Awa memutar mata dengan bibir mengerucut.

"Ustadz!" seru Nasyla hingga menghentikan langkah Hanan. Pria ini berbalik dengan tatapan bertanya.

Seolah faham akan tatapan Hanan Nasyla langsung menjawabnya. "Ini untuk Kiyai Yusuf dan istrinya. Iyakan Wa?" Nasyla menoleh dengan tatapan penuh harap. Berharap agar gadis ini bisa di ajak berkerja sama.

Hanan tak menjawab. Menyipitkan mata sudah menjadi isyarat bahwa dia tidak percaya.

"Benar Ustadz! Kemarin kan aku bilang mau ketemu Kiyai Yusuf, memohon padanya untuk memindahkan ku ke kelas Ustadz biar aku bisa pdkt-an sama Ustadz" berbohong nya lancar sekali.

Awa menoleh dengan terkejut. "Hah?"

Nasyla menoleh secepat kilat sambil berdecak. Isyarat untuk Awa agar tetap berada di jalurnya. "Iya Ustadz bener kok"

Disisi lain Hanan yang langsung kikuk mendengar ungkapan langsung dari Nasyla.

"Jadi Ustadz type seperti apa pacar yang Ustdaz Hanan mau?" Tanya Nasyla yang sudah tak tahu lagi harus bagaimana agar mengalihkan perhatian Hanan.

Seketika Hanan makin terkejut. Matanya melebar dengan hati yang berdegup. Jika saja kulit Hanan seputih susu maka akan terlihat dengan jelas merah di wajahnya.

"Astagfirullah! Kalian kembali ke kelas" balas Hanan dengan nada menaik satu tingkat. Tentu saja hal ini sangat membuatnya tidak nyaman.

Nasyla langsung tersenyum lebar. Usahanya tidak sia-sia. Dia langsung mengangguk semangat dan menarik tangan Awa untuk ikut jalan cepat bersamanya. Untung saja hukuman tidak jadi mereka terima.

"Lumayan berkerja otakku" ujarnya sambil jalan

>>>

Nasyla: "Maaf Ustadz, insyaallah enggak lagi"

Hanan: "Kok Insyaallah? harusnya memang jangan lagi!"

Lamaran Sang Ustadz [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang