Dia yang berbeda #3

19 2 0
                                    

Duduk di tengah-tengah para tetua cukup membuat atmosfer menjadi tak stabil. Di tambah lagi tatapan pria tua berjanggut putih yang sesekali mengarah pada Nasyla membuatnya tidak nyaman. Mungkin karena ini kali pertama menginjak pesantren dan berada di ruang pemiliknya langsung.

"Nak Nasyla sudah setuju dengan keputusan ini?" Tanya pria tua itu memastikan sambil tersenyum padanya.

Nasyla terdiam sejenak, memikirkan apa yang harus dia jawab. Sebetulnya dia masih bimbang dengan wasiat Nenek yang menyuruhnya tinggal di pesantren. Dia tidak bisa lagi bertemu Megan dan berbagi cerita dengannya, tapi jika dia tidak tinggal di pesantren siksaan Bibinya akan berlanjut entah sampai kapan.

Di saat pikirannya sibuk menentukan dua hal, sesuatu yang spesial muncul mendadak. Ada sebuah alasan yang cukup terbilang unik untuknya memilih tinggal di pesantren.

Pria tinggi berkacamata yang dilihatnya saat hendak memasuki kawasan pesantren. Perawakan wajahnya tidak usah di ragukan lagi ketampanannya. Baju koko putih dan peci hitamnya mampu memikat hati Nasyla hingga membuatnya berdebar. Perasaan aneh yang entah kagum atau rasa cinta, benar-benar sulit untuk di deskripsikan, tapi yang jelas sosok pria yang tidak tau siapa namanya itu menjadi alasan besar untuknya tinggal.

Udara pedesaan memang tiada tanding. Sejuknya angin sepoi-sepoi menyapu wajah Nasyla yang kelihatan mencari-cari seseorang.

"Assalamualaikum" suara seorang gadis mengagetkan Nasyla dari arah samping.

Nasyla menoleh dan melihat satu gadis berbaju biru dengan rok hitam dan kerudung hitam-tengah tersenyum ramah ke arahnya.

"Wa-waalaikumsalam" bahkan menjawab salam saja sudah menjadi hal aneh bagi Nasyla.

"Kamu anak baru itu ya? Kenalin aku Haba" gadis bernama Haba ini mengulurkan tangannya. Matanya indah berwarna coklat. Alisnya lurus di tambah bulu mata lentiknya menjadi ciri khas gadis ini. Postur tubuhnya cukup ideal tingginya lebih beberapa centimeter dari Nasyla.

Gadis yang cantik.

Nasyla menjabat tangan gadis itu. "Salam kenal Haba. Gue Nav" balas Nasyla yang tentu saja sama seperti di sekolah lamanya, dia ingin mendapat panggilan yang terdengar kekinian.

"Emh, kita duduk di bangku itu yuk. Ngobrol dikit biar makin deket" ajak Haba menunjuk salah kursi panjang berserta meja di taman pesantren

Nasyla berfikir sebentar. Usahanya keluar dari ruangan itu sangat susah dia bahkan sampai berbohong ingin ke kamar kecil demi mencari sosok pria yang dilihatnya tadi. Alih-alih bertemu dengan tujuannya malah gadis bernama Haba ini mengajaknya duduk di salah satu bangku dekat dengan pohon besar di depan sana-sambil mengobrol.

Dari pada harus kembali ke dalam lebih baik ikut dengannya kan? Gumamnya.

Nasyla mengangguk dan keduanya berjalan menuju kursi yang di tuju.

"Jadi kamu dari Ibu kota ya?" Tanyanya begitu kedua bokong ini menempel pada kursi.

"Iya, tapi tempat ini jauh lebih indah"

Haba tertawa kecil. "Nanti kita sekamar, ranjang kamu ada di samping ranjang ku. Kalau perlu sesuatu tanya aja ya"

Nasyla tersenyum semangat, cukup bagus sudah mendapat teman di hari pertama.

Tak lama suara nyaring gadis lainnya terdengar.

"HABA!!"

Gadis berkerudung hijau ini berlari ke arah kami dengan terpongoh-pongoh. Dia langsung memegang lutut untuk mengatur nafas.

"Kanapa sih Wa? Ada yang nagih kerudung lagi?" Tanya Haba.

"Bukan"

Gadis yang namanya masih samar-samar ini mengangkat kepala dan melihat ku.

"Ini anak baru yang Ustadzah Fatimah ceritakan tadi?"

Haba mengangguk.

"Hai, kenalin aku Awa, panggil aja Wawa" Awa mengulurkan tangan sambil senyum lebar.

Hebat! Di hari pertama sudah dapat dua teman. Lanjutnya bergumam.

Nasyla menjabat tangan Awa. "Gua Nav"

"Oh iya Nav, kalo di sini pakenya aku kamu aja, enggak papa kan?" Haba menimpali.

"Emh... Iya gak papa"

"Oh iya, kalian liat Ustadz Hanan gak sih? Aku dapet amanah dari Ustadzah Fatimah di suruh panggil Ustadz Hanan"

Pertanyaan itu tentu di tujukan hanya untuk Haba, Nasyla bahkan tidak tahu bagaimana rupa Ustadz yang di maksud Awa.

"Enggak tuh" jawab Haba.

"Ah, itu Ustadz Hanan!" Seru Awa ke arah pagar utama.

Tepat setelah Nasyla menoleh untuk melihat sosok seperti apa Hanan yang mereka maksud hatinya kembali berdebar. Entah kenapa pria itu menjadi alasan baginya tinggal di pesantren.
Seperti apa pria itu pun Nasyla tidak tahu, yang gadis ini tahun adalah pria itu alasan unik untuknya tinggal.

>>>

Nasyla: "Salam kenal dari calon permaisuri mu, Ustadz"

Hanan: "Jangan ngada-ngada deh"

Lamaran Sang Ustadz [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang