Lembaran Baru #4

15 1 0
                                    

Nasyla masih terdiam dengan tatapan tak kunjung lepas dari Hanan. Pria ini begitu menawan di lihat secara dekat. Caranya biacara, tutur kata serta nadanya menjadi sebuah hal menarik untuk Nasyla. Sesekali Hanan menarik ujung bibirnya membuat senyum simpul yang mana itu termasuk saat-saat berharga untuk Nasyla.

Haba yang sadar akan tatapan Nasyla pada Ustadznya itu langsung menyenggol lengan Nasyla sambil berbisik. "Jaga pandangan"

Nasyla mengerjapkan mata memulihkan kesadarannya.

Hanan berbalik melihatnya. "Ini anak baru yang tadi pagi di ceritakan Ustadzah Aisyah ya?"

Entah berapa banyak orang yang membicarakannya di pesantren ini. Nasyla mengangguk dengan senyuman kikuk.

"Nasyla ya?" Hanan memastikan.

Cepat gadis ini menggelengkan kepalanya. "Nav"

"Nav?"

"Nasyla Adelin Vionna. Singkatan" Nasyla tersenyum.

"Nasyla lebih bagus, ya kan?" Hanan meminta pendapat Haba dan Awa. Kedua gadis ini kompak mengangguk menyetujui ucapan Hanan.

"Ustadz suka?" kini mata Nasyla berbinar

Hanan mengangguk kecil, "Kenapa enggak? Nama kamu bagus" di akhiri dengan senyum simpulnya.

Musim bunga mendadak melanda hati Nasyla. Bunga warna-wani bermekaran di dalamnya.

Senyuman Nasyla makin melebar. Wajahnya begitu menggambarkan rasa senangnya atas pujian Hanan. "Kalo Ustadz suka mulai sekarang nama panggilanku jadi Nasyla"

"Mulai sekarang panggil aja Nasyla" Nasyla dengan antusias mengatakan itu pada Awa dan Haba.

Hanan sedikit bingung dengan tingkah gadis yang baru di temuinya ini. Entah apa yang di maksud dengan ekspresi dan perkataan ambigu Nasyla, Hanan masih menerka-nerka.

Hanan melirik ke arah jam tangannya. "Sebentar lagi ashar, yuk siap-siap ke masjid"

"Iya Ustadz" kata Haba mewakili Awa dan Nasyla.

"Kalo gitu saya permisi. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" kompak ketiganya.

Hanan menjauh dari mereka, sedangkan Nasyla masih menatap punggung Hanan sampai bayangan pria itu hilang dari pandangan.

Awa menyenggol tangan Nasyla. "Biasa aja kali liatnya" goda Awa.

"Ganteng" Nasyla menyengir kuda.

Haba menggeleng kepala sambil tersenyum, sudah menebak apa yang ada di pikiran Nasyla. Tidak hanya Nasyla semua santri bahkan Ustadzah mengakui kalau pria bernama Hanan itu memang tampan.

"Yaudah yuk siap-siap sholat" ajak Haba.

Baru beberapa langkah mereka meninggalkan bangku itu, Sang Bibi dan anaknya keluar dan langsung memanggilnya. Senyuman memudar di wajah Nasyla begitu dia menoleh dan melihat dua wanita itu.

"Sebentar ya, kalian duluan aja" kata Nasyla.

"Kita tunggu di kamarnya. Letaknya ada di atas sana, nanti kamu tinggal naik tangga dari belakang sana. Ok?" Awa memperjelas dan di jawab anggukan paham oleh Nasyla.

Kedua gadis itu pergi meninggalkannya dan Nasyla berjalan menghampiri Narti yang akan menjadi malapetaka-nya.

Begitu langkah Nasyla hampir mendekati bibinya, Narti dengan tak sabar menarik tangan Nasyla dan membawanya ke tempat yang tidak bisa di jangkau oleh penglihatan orang lain. Hanya beberapa centimeter dari tempat mereka berdiri.

Lamaran Sang Ustadz [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang