-Vote and Komen jangan lupa-
-Nyuwun panganpunten yen tresnaku ngganggu sampeyan, Mas-
-200 Komen-
.
Sial!
Lagi-lagi gue masuk BK, salah gue apa sih? Gue cuma naro permen karet di kursi yang akan di duduki oleh Pak Dodi, guru terkiler di SD gua. Eh, malah masuk BK.
"Maulinda Athalia, kamu lagi, kamu lagi, nggak bosen apa kamu masuk BK terus?" Tanya Bu Sri, satu-satunya guru BK di SD gue.
Gue menggelengkan kepala, "enggak, Bu. Ngapain bosen? Orang ruangan ini aja udah saya anggap sebagai rumah kedua." Jawab gue dengan enteng.
Oiya, tak lupa tangan gue yang bersedakep di depan dada, dan kaki kanan gue, gue taro di atas kaki kiri gue.
"Sopan, kamu berperilaku seperti ini di depan guru?" Tanya Bu Sri lagi, tapi kali ini ia memandang gue dengan tatapan tajam.
"Weisss, selow, Bu, natap sayanya jangan tajam-tajam, saya tau kok, Bu, saya cantik," canda gue dengan mengibaskan rambut panjang gue ke belakang.
Bu Sri mengalihkan pandangannya ke arah lain, "kalo bukan permintaan pemilik Yayasan, kamu sudah saya keluarkan dari sini sejak dulu, kenapa sih kamu nggak pernah merubah sikap kamu? Selalu saja kamu begini, pusing kepala ibu liat sikap kamu," ucap Bu Sri memijat pelipisnya yang sepertinya ia benar-benar pening.
Gue melepas sedakepan gue, dan menurunkan kaki kanan gue, sekarang gue terlihat, emm, sedikit sopan, mungkin.
"Ya udah ibu nggak usah liat sifat saya, ntar malah ibu tambah pusing," ini salah satu hobi gue di sekolah, bikin orang darah tinggi.
Jujur, gue lebih suka jadi anak nakal ketimbang jadi anak baik, tapi nakalnya masih di bawah batas wajar. Karena apa? Kalo gue jadi anak baik, dan suatu saat gue bikin masalah, pesti satu komplek, oh bukan satu komplek, satu kota kalo bisa, mereka pada ngebicarain gue yang pedes-pedes.
Ih itu 'kan anaknya kalem, kok bisa sih bikin masalah segede ini?
Maulinda 'kan anaknya kalem, kok bisa ya, dia bikin masalah kaya gini, gak nyangka saya.
Gue menggelengkan kepala saat membayangkan jika kejadian itu benar-benar terjadi. Lebih baik, gue biasa bikin masalah, karena jika suatu saat gue bikin masalah yang gede, orang-orang udah nggak kaget lagi.
Ah, biasa itu, mah, anak itu 'kan sering bikin masalah.
Nah, palingan tanggapan orang-orang kaya gitu.
"Ibu bingung mau kasih hukuman kamu apa lagi, semua hukuman udah pernah kamu jalankan." Apa sesering ini gue masuk BK? Sampe-sampe Bu Sri bingung mau ngasih hukuman buat gue?
"Ya udahlah, Ibu, nggak usah kasih saya hukuman," gue menaik turunkan kedua alis gue secara bersamaan.
Bu Sri diam. Gue bisa lihat dari raut wajahnya kalo dia lagi nahan sesuatu. Gue mencium aroma jengkol yang tiba-tiba datang ntah dari mana.
"Bau banget, anjir!"
Prepeettt.
Gue sedikit terkejut saat tiba-tiba Bu Sri keluar dari ruangan setelah bunyi kentut terdengar, tak lama aroma jengkol busuk memasuki indra penciuman gue, gilaa bau banget!
"Uhuk-uhuk..." gue sampe batuk-batuk karena nggak tahan sama baunya.
Akhinya gue keluar ruangan dan menyusul dua sahabat gue di kantin. Sesampainya di kantin gue langsung minum es teh Nana, padahal di situ keliatannya Nana lagi kepedesan karena makan bakso mercon.
"Uhuk-uhukk, air gue jangan di abisin, Ul, gue juga masih butuh, uhuk-uhuk." Protes Nana saat gue mau ngehabisin es tehnya.
Gue meletakkan gelas yang isinya tinggal setengah, "sorry, Na, gue gak sengaja."
"Eh, Ul, lo dikasih hukuman apa lagi sama Bu Sri?" tanya April.
Gue duduk di samping April dan melipat kedua tangan gue diatas meja.
"Ga tau, tadi Bu Sri keluar dari ruangan, gue langsung ke sini." Senakal-nakalnya gue, gue nggak pernah ya diajarin untuk ngumbar aib orang.
"Lah kenapa?" Gue hanya mengedikkan bahu.
Tettt tetttt tettt.
Anjir, belum juga gue pesen makanan masa udah masuk aja!
"Udah bel nih, kembali ke kelas, yuk." Ajak April seraya beranjak dari duduknya.
"Bentar, bakso gua belum abis," terlihat Nana yang menyuapkan bakso terakhir ke dalam mulutnya.
"Udah buruan ayok, keduluan gurunya ntar." Desak gue yang udah nggak sabar pengin menelengkupkan kepala gue di meja.
Setelah selesai, kita berjalan beriringan melewati beberapa murid yang masih berada di luar kelas.
"Hai, kak."
Terkadang ada beberapa gelintir siswa yang menyapa, dan gue hanya menampilkan senyum andalan gua yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya mampu jatuh ke pelukan gue.
Gila apa, kecil-kecil gue udah pake semar mesem.
Eh, ini bukan semar mesem ya, apalagi jaran goyang, bukan, ini bukan lagu yang dinyanyikan oleh Nella Kharisma yang pernah trend pada masanya.
Tapi ini memang gue nya aja yang cantik, sekali mesem, langsung pada kecantol, biasa itu mah, udah nggak heran lagi gue.
Setelah sekian menit mesem terus di sepanjang koridor, akhirnya gue sampai juga di kelas gue, kelas VI A, dari dulu gue memang A terus, ga pernah B, padahal gue penginnya di kelas B.
Setelah gue duduk di bangku favorit gue, bangku pojok paling belakang, gue langsung menjalankan tujuan awal gue datang ke kelas.
Gue langsung menelengkupkan kepala gue diatas meja dan mulai memejamkan mata. Bodoamat dengan guru yang mengajar hari ini, lagian gue duduk di belakang sendiri, di pojok pula, sudah pasti guru gak bakal merhatiin gue.
.
Kebumen, Jum'at 25 Juni 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Maulinda Athalia [END]
Подростковая литератураIni cerita tentang kehidupan sehari-hari seorang gadis yang mulai beranjak dewasa. Namanya Maulinda Athalia. Anak perempuan satu-satunya dari keluarga terkaya di kotanya. Ketiga kakaknya laki-laki semua. Maul ini kalo di bilang nakal sih, iya, band...