Chapter 36

6.8K 271 38
                                    

Huweeeeeeeeeeeeeeeee. Aku makin deg-degan :)

Udah mau ending, nih? Coba-coba mau bilang apa?

Aku tau, banyak pembaca yang ilang karena aku lamaaaaaa banget gak update. Sedih, sih, tapi gak papa. Aku tau itu salahku. Semoga kesalahan itu gak keulang dua kali, ya!

Satu lagi, aku liat votenya jomplang banget sama jumlah viewersnya. Ayo yang baca, boleh sempetin dulu itu jempolnya silaturahmi sama tombol bintang di ujung kiri, yaa. Di tap aja, gak ada lima detik, kok. 

Okeeeeeeeeee :)

Yaudah, selamat membaca :)

Ini 1600 kata, loh. 

Semangat, ya!

Salam,

Author, jodoh Tawan.


Beberapa jam yang lalu.

Anna tidak mengerti kenapa dia begitu bahagia hari ini. Mungkin karena masalah yang menimpanya selama beberapa bulan ini telah selesai? Atau karena sebuah rencana yang akan dia dan Em lakukan malamnanti. Entahlah, yang jelas, Anna merasa begitu bersemangat untuk menjelajahi supermarket guna membeli perlengkapan untuk acara itu.

Dia terus berkeliling dari rak satu ke rak lainnya. Melihat list yang sudah dia tulis di ponselnya kemudian mengambil beberapa buah yang sekiranya cukup. Troli besar itu begitu penuh dengan berbagai macam makanan baik matang ataupun untuk diolah.

Ya, dia akan makan malam berdua dengan Em. Sebelum itu mereka akan masak bersama. Bukankah menyenangkan?

"Daging untuk sup, sayuran, buah, snack, emh ... apalagi, ya?" Matanya menatap ponsel dan trolinya bergantian, memastikan tidak ada satupun yang terlewat.

"Kayaknya udah cukup, deh," ucapnya sembari mendorong troli ke arah kasir.

Hatinya terasa semakin berdebar kencang. Dia tidak sabar!

PIPPPPPPPPP

Getaran ponselnya membuat Anna berhenti mendadak. Dia mengernyit heran ketika sebuah nomor tidak dikenal terlihat di layar ponselnya. 

Perasaan khawatir tiba-tiba menyeruak di dadanya. Jujur dia takut. Namun, ketika panggilan pertama tidak diangkat, nomor tersebut kembali terlihat memanggil untuk kedua kali. Setelah menghela napas satu kali, Anna memilih untuk mengangkatnya. Hanya satu detik  setelah tersambung, terdengar pekikan yang membuat Anna sontak membelalak.

"Annate!" teriaknya panik.

"Anna, tolong! Perutku sakit sekali, tolong!"

Anna menggigit bibirnya sendiri guna menahan rasa panik, takut dan bimbang yang tiba-tiba saja menyeruak di dalam dirinya. Dia tidak tau harus berbuat apa.

"Anna, tolong!" Suara Annate semakin lirih. Bahkan Anna dapat mendengar isakan kecil di ujung kalimatnya.

"Kau di mana, Annate?"

"Aku akan mengirim alamatnya. Kumohon bantu aku."

PIP

Sambungan itu terputus begitu saja. Beberapa saat kemudian, sebuah pesan yang menunjukan keberadaan Annate terkirim. Anna tau tempat itu. Tidak jauh dari sini. Namun dia tetap bimbang. Jujur saja, rasa percaya Anna untuk perempuan itu rasanya sudah hilang lima puluh persen.

Love After MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang