"Kesempatan akan selalu ada untuk mereka yang mau berusaha."
—J
"EM!"
Anna berteriak kesal ketika tiba-tiba saja sepasang lengan melingkar di perutnya. Pukul 6 pagi dan Em sudah membuatnya marah.
"Apa?" jawab pria itu sok polos.
"Aku sedang memasak. Kalau tidak ingin ku lempar menggunakan wajan, lepaskan tanganmu!"
Dengan sangat terpaksa, Em beranjak duduk di meja makan sembari menatap wanitanya. Ah, rasanya ada sesuatu yang membuncah ketika menyebut Anna sebagai wanitanya. Anna bukan lagi gadis mungil yang senang memakai gaun seorang putri, tetapi wanita yang sudah menjadi milik Em seutuhnya.
"Em, seharusnya kau tidak di sini." Anna yang sedang memasak nasi goreng itu menoleh sekilas lalu kembali fokus pada masakannya.
"Kenapa?"
"Annate sedang hamil, dia pasti membutuhkanmu."
"Ada Bibi," jawab Em santai sambil melempar-lempar apel di tangannya.
Anna menghela napas. Sambil menyajikan nasi ke piring, dia berucap pelan. "Aku masih ingat ada yang berjanji akan bertanggung jawab satu bulan lalu. Kemana perginya janji itu, ya?"
Lemparan apel itu berhenti. Em mendengus lalu menatap Anna. "Aku hanya tidak ingin meninggalkanmu setelah kita melakukan itu."
Anna membeliak. Dengan segera dia membereskan peralatan yang baru saja dia gunakan lalu duduk dan memakan nasi gorengnya dalam diam.
"Bisa-bisanya dia mengatakan itu tanpa rasa malu!"
"Kenapa diam?" tanya Em.
"Makan saja. Jangan bersuara."
Em mengernyit. Ada apa dengan perempuan di hadapannya ini? Dia salah bicara, kah?
Mereka lalu melanjutkan sarapan tanpa bersuara sedikitpun. Sesekali mata mereka tak sengaja saling pandang. Namun dengan cepat, Anna memutusnya.
Mereka bagaikan remaja yang baru saja jatuh cinta. Lucu sekali!
🍍🍍🍍
"Yah, aku sedikit cemas tentang hubungan Em, Anna dan Annate. Semuanya menjadi rumit. Apa ini kesalahan kita?"
Smith yang sedang membaca sebuah koran terdiam beberapa saat. Koran itu dia letakkan sembarang, lalu menatap Tina yang terlihat gelisah.
"Iya. Kurasa kita juga bersalah. Seharusnya kita bicarakan baik-baik sebelum memutuskan. Kita beri pengertian pada Em. Bukan langsung memaksanya begitu saja."
"Lalu sekarang, kita harus bagaimana?" tanya Tina.
Smith terdiam, sedikit bimbang akan menceritakan ini atau tidak pada istrinya.
"Sebenarnya aku mencurigai beberapa hal. Namun aku belum berani memberitahukannya sebab aku tidak punya bukti apapun. Biar aku mencaritahunya terlebih dahulu."
***
"Dari mana saja kau, Em?"
Baru saja masuk, Em dikejutkan oleh Annate yang berdiri di ruang tamu dengan raut datar. Sudah bisa ditebak, perempuan itu marah.
Terkadang Em heran. Semenjak hamil, Annate sering sekali marah. Selalu curiga, membatasi perlakuan Em dan seolah tidak ingin pria itu pergi terlalu lama. Mungkin wajar karena mood wanita hamil memang berbeda, tetapi semakin lama tentu saja Em jengah. Annate bukan lagi gadis manis dengan segala pengertiannya. Dia berubah dan Em seperti tidak mengenalnya.
"Em!"
"Berhenti berteriak, Annate. Itu tidak baik untuk bayimu." Em langsung berjalan ke kamarnya dengan Annate yang mengekor di belakang seolah tak ingin lepas.
"Dari mana kau, Em?" tanya Annate lagi.
Em berhenti di anak tangga ke lima. Setelah menghela napas panjang, dia berbalik, menatap Annate yang berdiri tak jauh darinya.
"Aku bersama Anna semalam," ucapnya santai.
Respon Annate tentu saja terkejut. Seharusnya hubungan mereka tidak sebaik itu sampai bisa menghabiskan malam bersama. Bukankah mereka bertengkar hebat? Bukankah Anna akan meninggalkan Em? Apa-apaan ini?
"Seharusnya kau tidak bersama perempuan lain saat aku sedang mengandung anakmu!"
"Perempuan lain? Perempuan lain siapa maksudmu? Aku sering mengatakan ini padamu. Dia istriku!"
Em berbalik, melangkah cepat menuju kamarnya. Dia pusing, marah, kesal. Efek satu hari indah bersama Anna seolah menguap dengan cepat karena Annate. Em benar-benar menyesal pernah memohon kepada wanita itu untuk kembali padanya.
"Aku ingin kita menikah!"
Rasanya Em ingin membanting pintu yang baru saja dia buka ini. Ucapan Annate sukses membawa amarahnya hingga ke ujung kepala. Kalau saja tersedia efek kartun, mungkin wajahnya sudah memerah dengan asap yang keluar dari hidung dan telinga.
"Apa lagi maumu?"
"Aku mau kau bertanggung jawab dan kita menikah secepatnya!"
Dengan langkah panjang, Em menghampiri Annate. Berdiri menjulang di depan perempuan itu. Tangannya mengepal kuat menahan amarah pada Annate dan pada dirinya sendiri.
"Aku sudah bertanggung jawab, seperti yang ku ucapkan. Aku menerima anak itu sebagai darah dagingku meski aku sendiri belum sepenuhnya yakin. Aku membiarkanmu tinggal di sini. Menyediakan semua yang kau butuhkan. Apa itu tidak cukup?" tanyanya dengan suara rendah.
"Itu tanggung jawab menurutmu! Dan tanggung jawab menurutku hanyalah dengan kita menikah. Anak ini tidak mungkin lahir tanpa ayah, Em!"
Em mengusak rambutnya kasar. "Bagaimana bisa dia lahir tanpa ayah? Aku ada di sini! Dia tidak akan kekurangan kasih sayang seorang ayah!"
"Itu berbeda, Jeremi!" Annate berteriak kesal. Wajahnya marah padam dengan mata yang berkaca-kaca.
"Annate, dengan menikah, kita justru akan menambah masalah. Kau tau bahwa cintaku bukan lagi untukmu. Semuanya tidak sama lagi. Apa yang kau harapkan dari menikah dengan orang yang tidak mencintaimu? Aku tidak akan memberikanmu kebahagiaan."
"Aku tidak peduli, Em. Yang aku mau hanya kau bertanggung jawab!"
Em terbelalak. Wanita di hadapannya ini bukan Annate yang dia kenal. Annate yang pengertian, penyabar dan memiliki pemikiran terbuka benar-benar hilang ditelan bumi.
"Sungguh! Aku tidak mengerti dengan jalan pikirmu. Sebenarnya siapa yang aku ajak bicara sekarang? Apa kau benar-benar Annate?"
"Aku tidak peduli dengan apa yang kau katakan, Em. Aku hanya ingin kita menikah!"
Annate langsung memasuki kamarnya begitu saja, meninggalkan Em yang mematung dengan amarah membumbung.
Semua menjadi berantakan. Benar-benar di luar kendalinya. Benar kata Tina. Kebahagiaan yang Em agung-agungkan justru menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.
"Sialan! Aku benar-benar merasa ingin bunuh diri!"
Tbc
Heyoooooooooo
Maapkeun ya baru update sekarang.
Sebenernya mau update kemaren tapiiiii karena jempolku melepuh kena wajan panas, jadi aku ga bisa ngetik😭 Baru sadar betapa pentingnya jempol😭
Ini juga masih susah, jadi kaloo ada typo mohon di maafkan yaa😂Ya ampun, malu banget bahas jempol😭😭😭😭😭😭
Udahlahhhh
Selamat menikmati😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Love After Marriage
Romance"Aku akan menikah lagi, Anna." Setelah mendengar itu, hari-hari kehancuran seorang Anna Naledia dimulai. Karena rasa cintanya pada Jeremi, dia dengan suka rela membiarkan laki-laki itu menikahi kekasihnya di masa lalu. Terus berusaha terlihat baik...