Jika tatapan bisa membunuh, mungkin kau sudah mati sekarang. Maka dari itu, sekuat tenaga kau tidak membiarkan kepalamu menoleh ke belakang hanya untuk bertemu dengan sepasang mata coklat yang tidak melepaskan tatapan tajamnya darimu dan juga lawan bicaramu.
"Jangan libatkan aku ke dalam hal konyol apapun di antara kalian berdua, Senpai."
Kau mengerjap mendengar kalimat laki-laki di depanmu. "Hah? Apa maksudmu, Tobio?"
Kageyama menghela napas sebelum iris biru tuanya mengerling pada seseorang di belakangmu yang kini tengah melotot padanya. "Oikawa-senpai bisa melubangi kepala kita berdua dengan tatapannya yang setajam silet itu."
"Abaikan saja dia," ucapmu tidak peduli.
Setter Karasuno itu kembali menghela napas. Dia disini untuk latihan tanding antara timnya bersama tim bola voli Aoba Johsai, bukan untuk kembali mematik sumbu bertengkaran dengan mantan senpai-nya semasa SMP dulu.
"Terserahlah. Kau dan Oikawa-senpai memang pasangan teraneh yang pernah aku kenal."
.
.
."Apa itu tadi?"
"Apa?"
Oikawa berdecak mendengar tanggapanmu. Begitu sesi latihan selesai, laki-laki yang memiliki banyak penggemar perempuan itu langsung menarikmu untuk mengikutinya.
"Kau berbicara dengan Tobio."
"Ap-...."
"Kau juga tersenyum padanya."
"Hah?"
"Jangan lakukan itu lagi! Aku tidak suka!"
Kau mengerjapkan mata. Butuh beberapa saat hingga kau menyadari kenapa Oikawa bersikap seperti ini.
"Kau cemburu?" tanyamu tepat sasaran karena wajah Oikawa kini dihiasi rona merah yang membuat laki-laki itu terlihat menggemaskan di matamu.
"Manis sekali Tooru-ku saat dia cemburu." Kau menyeringai seraya mencubit kedua pipinya dengan gemas.
"Urusai!" Oikawa mencoba melepaskan tanganmu dari wajahnya. Begitu terlepas, laki-laki berhelai brunette itu langsung mendorongmu hingga kau terjebak di antara loker di belakangmu dan tubuh Oikawa yang menjulang di depanmu.
"Too-...." Kata-katamu tertahan oleh bibir Oikawa yang kini menempel sempurna di bibirmu. Mata Oikawa terpejam ketika ia memperdalam ciumannya, berbeda denganmu yang menatapnya dengan iris [eye color] yang membulat sempurna.
Saat dirasa baik kau dan dia membutuhkan pasokan oksigen, dengan berat hati Oikawa melepaskan tautan bibir kalian.
Ketika kau menatap matanya, iris Oikawa yang sewarna dengan rambutnya itu menatapmu tajam dan penuh keseriusan yang nyata.
"Kau hanya boleh melihatku, [Name]. Hanya aku. Aku tidak mengizinkanmu menatap laki-laki lain selain aku."
.
.
.