Jika bukan karena kurang tidur, itu mungkin karena jumlah kafein yang kau konsumsi. Tapi, hey! Suara ketukan di jendela kamarmu bukan hanya imajinasi! Suara itu terdengar sangat jelas di tengah hujan rintik yang kini mengguyur bumi.
"Tidak mungkin." Kau berusaha menenangkan diri saat kilasan dalam film horror yang kemarin kau tonton tiba-tiba saja terlintas di kepalamu.
Tuk!
Tuk!
Tuk!
Ketukan terus berlanjut, dan aura menakutkan yang tadinya tidak ada malah terasa semakin pekat kau rasakan.
Melihat sekeliling ruangan, kau merasa benar-benar tidak ada jalan lain selain memeriksa apa yang mungkin terjadi. Kau biasanya tidak sepenakut ini, tapi masalahnya adalah hanya ada kau di rumah saat ini. Orangtua mu sedang pergi keluar kota dan baru akan pulang besok pagi.
Setelah memanjatkan doa dalam hati, kau mulai berdiri dari kursi belajarmu. Meskipun ruangan itu hanya beberapa langkah, perjalanan dari mejamu ke jendela tampak seperti bermil-mil jauhnya.
Langkah demi langkah kau lakukan untuk sampai ke jendela. Dengan sedikit gemetar, tanganmu menyentuh tali yang ada di tirai jendelamu. Ketika kau menarik tirai untuk terbuka, hanya kegelapan malam yang tertangkap mata [eye color] mu.
Kau tidak bisa untuk tidak merasa lega saat tak mendapati sosok apa pun di luar sana. Keheningan malam itu membuat detakan jantungmu yang cepat menggema ke seluruh pelosok kamarmu.
Sedikit tawa keluar dari mulutmu, dan kau sedikit merasa malu karena benar-benar mengira ada seseorang atau sesuatu di luar yang mengetuk jendelamu
"RAWR!"
Kau berteriak dan jatuh terduduk saat sebuah bayangan hitam tiba-tiba muncul di balik jendela. Ketika cahaya bulan membuat bayangan itu terlihat jelas, kau baru mengetahui bahwa sosok itu ternyata adalah pacarmu yang bodoh.
"Tooru?!"
"Ups, apakah aku membuatmu takut?" Oikawa tertawa, tanpa tau kau hampir terkena serangan jantung akibat kelakuannya beberapa saat yang lalu.
Matamu mengawasi Oikawa ketika dia melompat melalui jendela yang ternyata tidak terkunci dan masuk ke kamarmu seolah kamar itu miliknya sendiri.
Kau mengumpat dalam hati seraya bangun dari kejatuhanmu di lantai. Pantatmu sedikit sakit karena membentur lantai cukup keras ketika kau terjatuh.
Oikawa Tooru sialan. Kau berharap dia memiliki alasan yang bagus untuk ini.
Kakimu mulai berjalan menghampirinya yang kini beristirahat di tempat tidurmu. Ketika iris coklat tanah itu menatapmu, dia tersenyum. Oikawa menepuk tempat kosong di sebelahnya, sebuah isyarat untuk memintamu berbaring di sampingnya.
Kau mencoba menahan kekesalanmu dan mulai menanyakan alasan kenapa dia disini.
"Aku disini untukmu, [Name]-chan. Tidak kah kau merasa terharu atas apa yang aku lakukan ini?"
Ha! Terharu, katanya?!
"Kau memang membuatku terharu, Tooru. Saking terharunya, aku merasa ingin menangis saat ini juga."
"Aw, manis sekali. Beri aku pelukan kalau begitu." Oikawa merentangkan tangannya, menunggumu untuk memeluknya seperti apa yang dia inginkan.
Namun sayang sungguh sayang, bukan pelukan yang didapat Oikawa melainkan lemparan bantal yang sukses mengenai wajahnya.
"Makan tuh pelukan! Kau hampir membuatku mati kena serangan jantung, bodoh!"
.
.
.