.....Anna menggeliat, merasakan hawa dingin menusuk tubuhnya. Tangannya berusaha merayap ke samping mencari sosok lelaki yang bercinta dengannya semalam, tetapi tidak ada yang bisa diraih olehnya. Anna menggapai dan menjangkau lebih luas, tapi semuanya terasa gelap. Tangannya menggenggam seprai erat-erat seiring dengan matanya yang terbuka. Anna tidak mau bangun tanpa Daniel di sisinya, tapi Anna benar-benar mendapati kamar dalam kondisi kosong begitu saja. Hanya ada dirinya, sendirian.
Apa tadi malam hanya mimpi? Tidak. Anna masih bisa merasakan nyeri di daerah organ intimnya. Sangat sakit. Saat menunduk, Anna melihat tubuhnya telah terbungkus pakaian. Seingatnya ia tidur memeluk tubuh Daniel tanpa sehelai benang yang melindungi tubuh. Tapi kenapa ia bisa berpakaian lengkap? Apa Daniel yang memakaikannya? Kamar yang ia pakai tidur saat ini juga bukan kamar Daniel. Anna berada di kamarnya sendiri.
"Daniel?" Anna memanggil tapi tidak ada suara yang meresponnya. Lalu kemana Daniel? Apa Daniel meninggalkannya pergi? Bagaimana mungkin Daniel bisa setega itu meninggalkannya sendiri sedangkan Daniel baru saja menikmati keperawanannya. Apa Daniel meninggalkannya pergi setelah hasratnya terpenuhi? Matanya tiba-tiba memanas. Anna menangis dan ia masih berusaha untuk tidak bersuara.
Anna bangun dengan seluruh tubuh yang diselimuti rasa sakit. Kepalanya berkunang-kunang ketika Anna memaksa tubuh rapuhnya untuk duduk. Perutnya melilit perih mengingat semalam Anna tidak makan malam.
Anna berusaha keras untuk berjalan di antara rasa sakit yang melanda kewanitaannya. Hari ini Anna ingin membolos dan meminta Daniel menemaninya.
"Nona sudah bangun?" Pintu kamar terbuka, pelayan rumah tangganya masuk membawa nampan berisikan sarapan untuknya.
"Daniel dimana?" Tanya Anna posesif pada Berta.
Wanita setengah baya itu tampak bingung untuk menjawab, "Ehm ...."
"Panggilkan Daniel untukku! Aku Ingin bertemu dengan Daniel!" Perintah Anna tanpa ingin dibantah.
"Tapi ..."
"Tapi apa? Aku hanya memintamu untuk memanggil Daniel ke kamarku." Ucap Anna bersikeras.
"Daniel baru saja pergi, Nona." Berta menatap sedih Anna. Tidak tega menjelaskan lebih jauh karena mengetahui Anna menaruh hati pada Daniel.
"Apa maksudmu pergi?" Untuk sesaat Anna merasa bingung sampai sebuah ingatan terlintas langsung di kepalanya. Tiket pesawat!
Daniel tidak mungkin pergi tanpa mengucapkan sepatah kata kepadanya kan? Tidak! Anna mencoba menyemangati dirinya sendiri.
Anna kemudian berlari keluar kamar. Rasa sakitnya menjadi samar-samar karena rasa takut. Anna takut dengan kenyataan bahwa Daniel benar-benar pergi.
"Nona!" Berta cemas memanggil Anna.
Dan benar saja, Anna langsung menangis ketika kamar Daniel dalam kondisi kosong. Buku-buku yang sebelumnya tertumpuk rapi di rak telah lenyap. Saat Anna membuka pintu lemari pakaian, kondisinya bersih tanpa bekas.Anna lemas dan jatuh duduk di lantai. Anna tidak pernah mengira Daniel akan sejahat ini kepadanya. Setelah menikmati tubuhnya, cintanya, dan segala yang ia miliki, Daniel pergi begitu saja. Air matanya tak lagi terbendung. Anna menangis keras.
"Jangan menangis, Nona." Berta duduk berjongkok di samping Anna, mengusap bahu Anna dengan tatapan iba.
"Apa Daniel tidak menitipkan sesuatu untukku? Pesan atau apapun itu?" Tanya Anna sesenggukan dan masih keras menangis.
Berta menggeleng, "Daniel pergi bersama Tuan Howard pagi ini, Nona."
Anna tidak percaya Daniel akan setega ini kepadanya.
Daniel benar-benar jahat!!!
****
****
Sepi. Berminggu-minggu tidak ada Daniel di sampingnya, Anna benar-benar kesepian. Berada di ruang makan bersama ayahnya, Anna tidak nafsu untuk menghabiskan makam malam. Salad favoritnya bahkan terasa hambar di lidahnya.
"Makanlah, Sayang. Nanti kau sakit." Kata Howard khawatir.
Anna meletakkan sendoknya dan memandang lurus pada wajah tua Howard.
"Kapan Daniel pulang, Ayah?" Tanya Anna lagi. Entah sudah berapa kali Anna bertanya, dan jawabannya pun selalu sama.
"Jika semua urusan telah selesai, Daniel akan kembali." Suara lembut Howard tidak cukup untuk melegakan hati Anna.
"Tapi saat itu kapan, Ayah? Satu bulan? Dua bulan?" Anna mencebikkan bibir. Wajahnya memerah ingin menangis.
Howard menarik nafas dalam, lalu tersenyum pasrah pada putrinya, "Dua sampai tiga tahun. Ayah tidak yakin.""Lama sekali!" Anna menggerutu tidak percaya, "kalau begitu kirim aku ke tempat Daniel, Ayah. Aku Ingin sekolah di sana."
"Kau belum lulus sekolah, Sayang. Masih satu setengah tahun lagi untukmu masuk ke universitas." Howard menatap serius wajah putrinya yang masih saja kenakak-kanakan. "Selain belajar, Daniel juga Ayah tugaskan untuk membantu mengurus cabang perusahaan Kingston di London, Sayang. Ini tidak main-main."
Anna benar-benar ingin menangis. Anna tidak bisa jauh dari Daniel. Tidak bisa.
"Jangan sedih. Ayah mengirim Daniel bukan untuk menjauhkannya darimu. Tapi ini untuk kebaikanmu. Masa depanmu." Howard menatap lembut Anna, dan Anna tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya saat menyadari bahwa wajah ayahnya telah bertambah semakin tua dan tampak sekali gurat kelelahan disana, "Ayah telah sangat tua. Ayah tidak bisa melindungimu seperti dulu."
"Apa maksud, Ayah?" Tanya Anna takut.
Howard tersenyum kecil, sementara matanya tampak murung dan sedih saat menatap Anna, "Makanlah. Ayah tidak mau kau jatuh sakit."
Anna merasa ada yang tengah disembunyikan ayahnya dari dirinya. Tapi apa? Anna tidak berani bertanya. Anna takut.
"Ayah sangat menyayangimu, Sayang."
Anna menundukkan wajahnya. Anna tidak bisa menatap lebih lama wajah ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVESICK! (21+)
RomanceSeks tanpa status? Anabelle Julliete Kingston melepas keperawanannya demi Daniel C. Luxiois.