Yusuf memegang kepalanya yang terasa sakit, seperti ada benda berat yang menghantamnya. Berulang kali dia menghela napas sambil menapakkan kakinya di anak tangga.
Seharusnya hari ini dia pergi bersama Kansha, tapi pertemuan tak terduga dengan seseorang yang paling tidak ingin Yusuf temui membuat moodnya hancur seketika. Tanpa berpikir dua kali pun Yusuf segera pergi dari sana, meninggalkan Kansha seorang diri.
Ia memutuskan pulang ke kos-kosan untuk mengistirahatkan tubuhnya yang teramat lelah. Stres yang menumpuk membuat fisiknya ikut melemah. Belum lagi dengan UTS yang sedang berlangsung membuat pikiran Yusuf terpecah belah.
“Loh, Kak Yusuf?” pekik seseorang begitu Yusuf membuka pintu.
Salsa terkesiap melihat sosok Yusuf yang sudah lama tidak ia temui. Padahal dia kemari untuk bertemu Galuh dan Yohan untuk menceritakan sesuatu soal Salwa, ia sama sekali tidak menduga akan bertemu Yusuf di sini—meski secara teknis ini kos-kosan dia sih.
“Salsa?” Yusuf berjalan terseok mendekatinya dan langsung ikut duduk di sebelah Salsa.
“Kak Yusuf udah makan belum? ini aku bawain egg roll sushi. Aku bikin buat Kak Galuh sama Kak Yohan sih sebenernya, tapi gapapa makan aja kalau Kak Yusuf mau. Mereka nggak penting!” cerocos Salsa sambil membuka tutup kotak makan yang ia bawa kemudian menyodorkannya pada Yusuf.
Alih-alih tertarik dengan makanan buatan Salsa, Yusuf malah menyandarkan kepalanya di bahu Salsa membuat perempuan itu membeku. Terlalu kaget dengan pergerakan Yusuf yang tiba-tiba.
“Gini dulu sebentar ya Sa? Kepala gue sakit banget.” Yusuf menutup kedua matanya.
“Kak Yusuf sakit?” Salsa yang sudah berhasil mengendalikan kesadarannya kembali, kini menatap Yusuf cemas. Diletakannya kotak makan di tempat semula.
“Ehm.”
Mendengar respon singkat dari Yusuf membuat Salsa memilih untuk membiarkannya tertidur. Yusuf pasti sedang sangat lelah karena dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Biasanya Yusuf selalu terlihat seperti orang yang tidak akan bersandar pada orang lain dalam keadaan apapun.
Melihat Yusuf seperti ini hati Salsa menghangat. Dia tersenyun sambil menatap Yusuf lama. Memperhatikan setiap inci wajahnya yang luar biasa tampan itu. Tidak salah orang tuanya menamainya Yusuf sebagaimana nama salah satu rasul yang terkenal akan ketampanannya.
“Kak, kalau aku bilang aku suka sama Kak Yusuf, kira-kira Kakak bakal bilang apa ya?” gumam Salsa pelan. Ia mengira bahwa Yusuf sudah tertidur. Sayangnya Salsa salah.
Meski kedua matanya terpejam, kesadaran Yusuf masih utuh. Dia masih bisa mendengar jelas apa yang dikatakan Salsa barusan. Meski begitu, Yusuf memilih untuk pura-pura tidak mendengarnya. Ia tetap memejamkan matanya selama beberapa menit sambil bermonolog dalam hati.
Sori Sa, gue nggak bisa nerima perasaan lo lebih dari ini. Jadi, tolong jangan biarin diri lo ngungkapin perasaan lo ke gue. Gue gak mau nyakitin lo.
Yusuf menolaknya dalam hati. Dia memang sudah menyadari perasaan Salsa sejak lama, tapi ia sama sekali tidak berharap bahwa Salsa akan mengungkapkannya. Ia pikir Salsa memang tidak akan pernah melakukannya, tapi mendengar pernyataannya barusan Yusuf jadi takut. Takut Salsa akan terluka karena dirinya.
Ternyata pada akhirnya ucapan Galuh memang benar. Seharusnya Yusuf menjauh dari Salsa secepat mungkin, seharusnya Yusuf tidak memperlakukan Salsa seolah-olah dia memiliki tempat di hatinya. Toh, perlakuan Yusuf pada Salsa selama ini hanya sebatas tanggung jawab terhadap teman perempuan.
Yusuf sekarang menyesal, lebih menyesal karena menyadari bahwa saat ini pun dia malah bersandar pada perempuan itu, bukannya membaringkan tubuh di atas kasur seperti yang sudah dia rencakan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Nothings [𝙴𝙽𝙳]
Aktuelle LiteraturSemesta berbisik : Cukup di sini, cinta tiada di pihakmu. Percuma saja! Drama | Campus Life Start : 08 Februari-01 Juni 2021 ©Dkatriana