#19 - Realita

362 104 54
                                    

Yusuf ingat bagaimana pertama kali kenal dengan Salsa. Dia tahu perempuan itu sering berkeliaran di fakultasnya meski fakultas mereka sebenarnya berbeda, tapi dia baru tahu bahwa Salsa ternyata kenal dengan kedua temannya—Yohan dan Galuh—bahkan Yena juga sudah mengenalnya.

Lalu suatu hari Yusuf melihat sosok perempuan itu di ruang tamu kos-kosannya dengan beberapa kotak makan yang dia susun di atas meja. Sesekali Yohan mengusilinya yang berakhir kena marah atau pukulan yang tidak seberapa.

Satu kali, dua kali, tiga kali Salsa semakin sering mengunjungi kos-kosannya. Tentu saja untuk bertemu Yohan dan Galuh meski kadang perempuan itu curi-curi pandang ke arahnya dan selalu mencoba untuk mengajaknya mengobrol.

Akhirnya lambat laun Yusuf ikut akrab dengannya. Salsa ini tipe orang yang mudah bergaul, dia tidak akan membuat lawan bicaranya mati kutu kehilangan topik pembicaraan. Dia seperti punya banyak stok hal-hal yang bisa dia bicarakan dan Yusuf menyukainya. Salsa terlihat sangat bersinar di hidupnya yang gelap gulita.

“Han, lo udah lama kenal Salsa?” Suatu hari Yusuf bertanya selagi Salsa sibuk adu PS dengan Galuh.

“Udah dari SD. Dulu nyokap bokap gue pindah ke rumah nenek gue terus di sana gue ketemu sama Salsa sama Galuh dan kita jadi sering main bareng karena umur kita gak beda jauh juga sih.”

Yusuf ngangguk-ngangguk. Pantas saja mereka bertiga terlihat sangat akrab. Benar-benar mencerminkan friendship goals yang membuat orang-orang iri hanya dengan melihatnya, termasuk Yusuf sendiri. Dia iri melihat mereka sebab sampai kapanpun rasanya Yusuf tidak akan pernah bisa membangun pertemanan yang seperti mereka lakukan. Dia terlalu takut bahwa dunia tidak akan menerimanya.

Di hari selanjutnya Yohan mendekat ketika lagi-lagi Salsa sibuk dengan Galuh. Yohan menawarkan choco ball buatan Salsa yang sengaja dia bikin atas permintaan Yohan. Dari situ Yusuf tahu bahwa Salsa gemar memasak.

“Suf, kayanya si Salsa naksir lo deh,” kata Yohan kala itu yang hanya dibalas Yusuf dengan gurauan.

“Iya tau, gue kan ganteng.”

Yohan berhenti mengunyah dan memasang wajah aneh. “Ada kresek gak? mau muntah gue.”

Yusuf tertawa. Sejujurnya dia tidak pernah mengira orang seperti Salsa benar-benar akan jatuh cinta kepadanya, tapi karena ucapan Yohan lambat laun Yusuf mulai menyadari.

Semakin diperhatikan tingkah Salsa memang seperti menunjukkan ada ketertarikan padanya. Meski begitu Salsa tidak pernah mengatakan apapun.

Yusuf suka saat melihat Salsa gelapagan di depannya, ia suka mendengar perempuan itu tertawa dan ia suka melihat Salsa begitu perhatian padanya.

Seakan semua hal yang tidak pernah Yusuf dapatkan sebelumnya, bisa ia dapatkan dari Salsa. Yusuf menikmati setiap momen kebersamaan mereka. Ia bahkan pernah berpikir mungkin saja Salsa memang ditakdirkan untuknya, tapi kemudian dia sadar pada realita.

Bahwa mereka terlalu berbeda.

“Kenapa pindah kosan?” tanya Yusuf saat membantu Salsa memindahkan barang-barangnya ke tempat yang baru.

“Adik aku entar mau kuliah di sini terus sama Mami disuruh ngekos bareng.”

“Kenapa nggak di kosan yang dulu aja?”

“Kamarku dulu lebih kecil terus Mami nyaranin pindah ke sini, katanya yang punya kosan dulunya temen kuliah Papi. Sama-sama dosen juga mereka.”

“Yang punya kosan ini dosen kampus kita?”

“Iya, dosen ekonomi.”

“Kalau Papi lo?”

“Ngajar di Bogor kalau Papi.”

Sweet Nothings [𝙴𝙽𝙳]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang